3.1 Fake Love

33.7K 473 75
                                    

Gue menghembuskan asap rokok perlahan tanpa banyak bicara. Dion dan Gana ngobrol panjang lebar soal pensi besok malam, sesekali mereka minta persetujuan gue yang cuma gue jawab dengan anggukan doang.

Fokus gue cuma satu hari ini : Nina. Sahabat gue yang udah hampir 1 minggu ini selalu menghindar ketika ketemu.

Kemarin sepulangnya dari Lembang, gue samperin dia ke kelas. Demi ngasih buku kuliah dia hari itu yang entah kenapa bisa selalu ketinggalan di tas gue, gue berangkat pagi-pagi. Bukan gue banget asli. Eh bukannya terima kasih, dia malah ngusir gue dengan alasan banyak tugas.

Gue masih santai. Toh, Nina biasanya juga nyamperin gue ke bengkel FT, nemenin serta bantuin gue bikin prototipe tugas dan kita berdua puyeng bersama. Tapi apa? Satu hari, dua hari, seujung rambutnya pun nggak kelihatan.

Nggak kerasa beberapa hari lewat. Gue yang emang nggak tahan lapar dan langsung cabut begitu kelas selesai nggak sengaja ketemu Nina di kantin. Gue tahu dia lagi sama temen-temennya sekelas, gue juga nggak mau ganggu. Tapi nyapa kek, apa kek, dia langsung pergi gitu aja.

Setan!

Emosi gue udah mulai memuncak pas gue telpon malamnya dan Nina jawab dengan ogah-ogahan. Bahkan, dia bilang kita bicara kapan-kapan aja karena dia capek. Bukan nanti atau besok, tapi kapan-kapan.

Dan sekarang... Cewek yang mau ngajak gue ngobrol kapan-kapan itu kini terlihat sedang ngobrol dengan intensnya sama Bayu.

Yeah, Bayu.

Pacar Nina, yang mobil sportnya udah nggak tahu pernah ditumpangi berapa orang cewek, yang ke siapapun suka sok baik, dan yang terkenal di kalangan Maba Binus sebagai Pangerannya Fakultas Kedokteran.

Pangeran, bangsat.

Tampang masih kalah jauh dari Alden, mobil juga masih mengkilap punya Dion, gaya juga nggak keren-keren amat dibanding Gana, soal wanita juga... gue rasa dia juga sama bejatnya kayak gue. Jadi, jangan salahin gue kalo gue bener-bener dongkol ngeliat mereka berdua sekarang.

"Ngeliatin mulu. Lo suka sama Bayu?"

"~Jing."

Dion tertawa melihat makian gue ke dia.

Gana menepuk bahu gue pura-pura bersimpati. "Kenape bro? Cerita sama aing. Lo udah berapa lama nyembunyiin ini semua?"

Gue rasa tatapan membunuh yang gue lempar buat mereka berhasil membuat kedua anak itu cekikikan malu.

"Gan, serius ternyata, asw."

"Lo ada problem sama dia, pak?"

"Ada."

"Hah? Seriusan?"

"You think?"

"Masalah apaan?"

Dion yang udah lebih dulu mingkem dan ngerti duduk permasalahan gue langsung ngerangkul leher Gana dan narik kepala dia ke satu titik.

"Ajegile, Nina gueeee. Jadian mereka?" tanya Gana dengan tatapan takjub dan iri.

"Nope," jawab gue sesantai mungkin tanpa mengalihkan mata dari Nina dan Bayu, "Cuma adek kakak doang."

Gana tertawa lirih mendengar jawaban gue yang penuh sarkasme.

"Hebat juga si Bayu. Pake ajian apa dia?"

Dion pura-pura mikir dan berbisik ke Gana. "Jaran goyang?"

"Beneran digoyang dong si Nina?" sahut Gana dengan tawa tertahan.

Mempraktekkan desahan dengan suara wanita, Dion berkata dengan sok seksinya, "Uh ~ Ah ~ Uh..."

HELLO, FRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang