Biasanya, gue paling males kalo diminta ikut kelas seminar. Bukannya apa, gue nggak suka denger orang ngoceh ngasih motivasi yang jelas-jelas itu cuma bullshit doang. Belum tentu orang yang ngomong itu bisa ngelakuin apa yang mereka minta gue lakuin. Tapi kali ini beda. Bisa-bisanya gue malah langsung tanda tangan begitu Ilham - Ketua Jurusan Teknik Angkatan Gue- nyodorin kertas pendaftaran di meja gue minggu lalu.
Semua orang yang jadi saksi langsung nganggep gue kesambet. Hisyam, dengan segala kekusyukan dia, langsung nempelin tangannya ke jidat gue. Mulai dari semua surat di juz amma dia baca, berharap setan di dalam diri gue keluar. Begitu gue nggak bereaksi apa-apa, ganti Aci yang langsung ngadain video call dadakan ke pacarnya yang anak psikologi.
Nggak terhitung anak-anak yang berusaha ngeluarin jurus andalan mereka buat sembuhin gue. Gue sendiri kalem-kalem aja. Gue nggak merasa sakit di tubuh. Tapi gue merasa sakit... di suatu tempat. Gue sendiri bingung. Makanya, kelas motivasi pun gue jabanin. Siapa tau gue bisa sembuh beneran dari apapun itu. Entah kesambet, stres, depresi, atau psycho.
Al : ANJING, ngantuk banget gue!
Gana : Cabut kuy!
Dion : Gas!
Gue lempeng aja baca ajakan para syation di wa grup.
Al yang ngeliat gue nggak ikut nimbrung langsung nyenggol kaki gue. "Kantin?"
Gue lagi males ngomong. Jawaban gue cuma pake jari tengah doang, cukup untuk ngebuat Al ngedumel. Tapi dia nggak beranjak, cuma tetep nguap lebar.
"Gue rasa mata gue yang salah, atau lo emang fokus denger tante cantik ini ngoceh bahasa sansekerta di depan sana?"
"Pissed off!" jawab gue datar.
Al ngakak. "Oh, gue tau. Pantes lo nggak mau ditemenin Helen dan minta kita jadi tameng. Ternyata ini toh."
"..."
"Lo pura-pura dengerin dia, alasan mau jadi pasien dia, biar lo bisa dibawa ke tempat praktek dia, berduaan, terus..."
"Bu Angie!" Gue tiba-tiba angkat tangan. Seisi aula langsung noleh ke arah gue.
"Si anj..." bisik panik Al.
"Iya?" balas psikolog terkenal yang sering gue lihat wara-wiri di siaran tv ini.
"Perkenalkan Bu, nama saya Ega. Sebelah saya ini namanya Alden..."
Al nginjek kaki gue. "Setan! Lo mau ngomong ap..."
"Katanya dia kebelet ke toilet, tapi nggak berani minta izin Ibu."
Mendengar ucapan gue, seisi aula mati-matian menahan tawa, termasuk Bu Angie saat mempersilahkan Al keluar ruangan. Gue sendiri madep ke Al dan melambaikan tangan saat dia keluar dengan senyum kecut.
Al : LO SAMA GUE PUTUS.
Gue cuek. Dion sama Gana yang duduk di belakang gue ngakak nggak ketulungan.
"Tega lo sama pacar sendiri," bisik Dion geli.
"Paling bentar lagi juga balik lagi," timpal Gana, anehnya merasa puas banget ngeliat Al diketawain satu aula.
Gue ikut ketawa. Udah lama gue nggak ketawa. Ini pertanda mood gue bagus lagi. Siiiip, kelas Bu Angie ini emang jempolan. Bisa nih gue konseling sendiri sesuai tuduhan Al, siapa tau kan, gue...
Lagi asyik-asyiknya mikir, pas mood gue lagi baik-baiknya, gue liat orang yang saat ini menjadi list paling terakhir orang yang pengen gue temuin disini, lagi berdiri di tengah hall dan nggak sadar tengah jadi pusat perhatian karena sibuk cari-cari tempat duduk.
"Nina sayang kan itu? Gue panggil, ah!"
"Lo buta?" bentak Dion kesal. "Dia mau sama pacarnya, goblooook! Lo pikir Bayu mau gabung sama kita?"
Ternyata gue Salah.
Dia nggak cari tempat duduk yang sekedar kosong. Dia cari tempat duduk yang kosong dan ada Bayu di sebelahnya.
Dan itu tepat tiga baris di bawah gue. Fck!
"Kan Ega disini, tolol. Nina pasti lebih milih duduk sama Ega lah."
"Mereka mau pacaran. Dimana-mana jelas pilih pacar. Lo kalo goblok jangan setengah-setengah makanya."
"Lo berdua bisa NGGAK NGEBACOT?"
Gue nggak sadar, kalau Nina dan Bayu bisa ngerusak mood gue sampai tingkat dimana Dion sama Gana pun nggak berani ngomong lagi.
Emang ya, kalau jodoh nggak kemana. Sama-sama perusak mood mereka berdua.
Nina sekarang udah berhasil nemuin dimana Bayu duduk. Sayangnya, tempat duduk Bayu lumayan di tengah, dan itu berarti dia perlu ngelewatin sekitar 10 pasang kaki yang bahkan sama sekali nggak repot buat ngangkat kaki mereka dari tengah jalan.
Gue tengah mempertimbangkan untuk ngelempar pulpen di tangan gue ini ke kepala Bayu, yang cuma duduk santai padahal ceweknya lagi berusaha jalan ke tempat dia, atau ke kumpulan cowok yang mau gue hafalin satu persatu wajahnya itu, ketika Nina tanpa sengaja menatap terkejut ke arah gue, dan... tersandung.
Tubuh gue refleks berdiri, sementara Nina... Satu tangannya tengah berpegangan, dan satu tangannya yang lain tengah memegang perutnya dengan protektif. Sebuah kesadaran menghantam gue. Nina mungkin aja akan terantuk ke depan, membuatnya jatuh tanpa terbebas dari benturan, paling tidak di dada dan perut, kalau aja dia nggak berpegangan ke pundak cowok di depannya. Dan gue tau Nina juga berpikir hal yang sama karena kalau tidak, nggak mungkin dia sekarang membeku menatap gue dengan kecemasan di matanya.
"Aduh, mbak!"
Nina buru-buru melepas tangan dari perutnya dan bersikap seolah nggak terjadi apa-apa. "Eh, iya mas, maaf ya nggak sengaja."
Bayu menyambut Nina dengan wajah sok khawatir dan elusan mesra di kedua bahunya. Memang hanya beberapa detik. Mungkin juga bahkan Nina sendiri nggak sadar apa yang Bayu lakukan, tapi gue liat.
GUE LIAT.
Bayu sama sekali nggak bergeming ketika Nina hendak jatuh. Dia baru berdiri ketika Nina sudah hampir mencapai tempatnya. Mempertimbangkan untuk baku hantam, gue memilih untuk mengangkat tangan dan membuat Bu Angie bersedekap ke arah gue.
"Iya, Ega? Ada yang bisa saya bantu lagi?"
Gue berjalan keluar ruangan tanpa sedikit pun menatap Nina atau Bayu. "Mau nyusul Alden, Bu. Izin ke toilet."
Seisi aula tertawa lagi, mungkin tidak termasuk Bayu, tapi sudah pasti termasuk 10 orang cowok yang kakinya tidak terangkat untuk jalan lewat Nina. Dan gue tiba-tiba merasa simpati ke mereka. Mereka ketawa, tanpa tau apa yang setelah ini menghampiri mereka.
Gue : Markas. Sekarang.
*****
Mon maap baru apdet. Tugas numpuk. Anak smt akhir pasti paham 😁
KAMU SEDANG MEMBACA
HELLO, FRIEND
RomanceAda yang bilang jika sahabatan antara cowok dan cewek itu mustahil. Gue sih nggak setuju. Bagi gue yang punya sahabat cewek secantik Nina, nggak ada tuh perasaan-perasaan aneh selama hampir jalan 4 tahun kita sahabatan. Tapi gue rasa gue akan bisa k...