Vote dulu woi. Ga menyediakan free lunch 😌
* * *
“Ahhhh, Egaaa... stop...”
Persetan dengan protes Nina. Gue mau ciumi dia sampai puas.
“Ahhhh... Egaaa, udah. Gue ga tahan. Nghhh...”
Nina menjawab gigitan kecil gue dengan lenguhan panjang.
“Stop? Oke.”
Meski enggan, gue pura-pura beranjak dari Nina. Tawa gue lolos saat Nina cemberut dan menarik kepala gue ke payudaranya yang satu lagi, minta dikulum seperti sisi satunya.
Gue dengan senang hati mengabulkan permintaan Nina. Alih-alih bermain kasar, gue menggelitik puting Nina dengan ujung lidah, membuat gadis itu menjambak rambut gue dan meremasnya kasar. Gue tau Nina sangat tersiksa sekarang.
“Suka?”
Nina nggak menjawab, cuma membusungkan dadanya yang gue sambut dengan kuluman rakus. Satu tangan gue meremas kencang payudara yang bebas, sementara satu tangan gue yang lain menyentuh bagian bawah Nina yang meski masih tertutupi, tapi gue bisa merasakan semuanya.
“Lo basah banget, Nin.”
Nina nggak merespon gue. Dia cuma menoleh ke kanan dan kiri mengimbangi kenikmatan yang gue berikan di bagian bawahnya. Matanya udah merem melek merasakan bagaimana jemari gue yang menelusup ke dalam celana dan bermain disana.
“Ngghhh...”
Nina menggertakkan gigi saat gue mengelus klirotisnya, memberinya sensasi yang nggak pernah gue rasain tapi gue tau itu bisa bikin cewek teriak kelojotan. Nina pun sama, dia hampir teriak kencang kalo nggak buru-buru gue cium dan gue lumat bibirnya.
“Ssst, lo mau anak-anak kemari, hmm?”
Gue tertawa kecil waktu melepas ciuman Nina dan melihat wajah gadis itu memerah malu.
Iseng, gue menambah satu jari lagi dan membuat Nina mendesis kecil.
“Ega, mau pipis.”
Tangan gue yang masih keluar masuk milik Nina semakin menjadi. Ekspresi gadis itu, caranya terengah, juga tatapan sayunya, membuat gue bener-bener terangsang. Dengan cepat, gue lepas semua sisa pakaian dalam Nina dan gue ambil senjata andalan dari dalam tas. Nggak ada beberapa detik, gue tarik kaki Nina untuk membuka dan gue posisikan diri di tengah inti gadis itu.
Gue tau harusnya gue pelan-pelan, nggak main beringas kayak gini, tapi gue sendiri bukan Santa. Gue nggak tahan. Nina meneguk ludah gugup melihat bagian gue yang udah siap banget buat menyatu.
"Yakin itu... Mmm, itu..." Tanya Nina malu-malu.
"Muat, maksudnya?"
"Harus ya ngomong sejelas itu?"
Gue tersenyum tipis melihat wajah merah Nina. Gue kecup pelan bibirnya dan bilang, "lo bakal takjub dengan betapa hebat tubuh lo bisa nampung gue seluruhnya."
Nina mengangguk dan meneguk ludah sewaktu gue mulai semuanyaa. “Ega, awww, sakitttt...”
“Ahhh, ini karena, mmmhhh, lo masih sempit, shit!”
Gue memekik kecil waktu gue udah hampir gila berusaha nahan diri. Gue tahu Nina butuh membiasakan diri, tapi di sisi lain, bagian bawah gue rasanya udah diurut di dalam sana. Hampir beberapa menit gue diam, nunggu Nina merasa lebih baik, dan tiap detiknya gue tersiksa.
“Ega, udah gini aja ya?” tanya Nina dengan polosnya.
Mau nggak mau, di tengah siksaan neraka itu, gue tertawa. Gue cium leher dia gemas dan berkata, "ini masih belum apa-apa."
Nina memekik saat gue mulai bedgerak. Dia bahkan menutup mulutnya dengan tangan. Gue tau gerakan Nina itu untuk mencegah teriakannya keluar, tapi entah kenapa setiap gerakan gadis itu membuat gue seolah hilang akal. Nina benar-benar bertingkah seperti Persephone saat Hades menyentuhnya pertama kali.
Gue langsung hantam Nina dengan kuat. Gue maju dan mundur, berusaha mencapai ritme yang disepakati tubuh kami berdua. Nina nggak protes dengan sikap terburu-buru gue, dia malah melingkarkan kakinya di pinggang gue, meminta gue lebih kuat lagi menghajarnya. Bunyi benturan tubuh kami terdengar cukup jelas, juga deru nafas Nina yang tubuhnya berayun naik turun di bawah sana.
“Nggghh, Ega, gue nggak kuat.”
Nina udah mulai cemas. Dia mencengkeram lengan gue, panik berusaha meraih sesuatu yang dia mungkin belum tau itu apa.
“Tahan, sebentar lagi sayang. Tahan...”
Nina menurut. Dia menjambak rambut gue saat berusaha mencapai klimaks sama-sama. Gue menggeram keras dan Nina meluruh di bawah gue dengan seksinya.
Gue langsung menjatuhkan diri di atas Nina. Anak itu tersenyum kecil ke gue dan gue bales dengan seringai lebar.
“Mimpi indah, Nina,” ucap gue sembari mengusap rambutnya lembut dan mencium pipinya pelan.
Nina yang sedari tadi sudah memejamkan mata melenguh kecil, bergumam tidak jelas yang meski begitu membuat gue nggak bisa berhenti untuk tersenyum menyesal.
Kini terbukti... Gue emang seperti kata orang.
Bajingan.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
HELLO, FRIEND
RomantizmAda yang bilang jika sahabatan antara cowok dan cewek itu mustahil. Gue sih nggak setuju. Bagi gue yang punya sahabat cewek secantik Nina, nggak ada tuh perasaan-perasaan aneh selama hampir jalan 4 tahun kita sahabatan. Tapi gue rasa gue akan bisa k...