Pensi malam ini benar-benar berjalan dengan sempurna dan gue nggak bisa berhenti memuji mereka semua yang hadir disini. Seperti yang pernah gue bilang, musik hanya cara gue melepas stres, tapi bukan berarti gue nggak terkesan ketika nama gue dielu-elukan dan penampilan gue diapresiasi dengan luar biasa.
Alden dan Vira memberi dukungan penuh ke gue di bawah sana. Gana, Dion, bahkan Vanes dan Kat juga. Sayangnya, gue liat Nina sama sekali nggak menikmati euforia ini. Ia lebih pilih memusatkan seluruh perhatiannya pada pacar brengseknya itu.
"Weitssss... Nih dia nih bintangnya malam ini. Bangga gue jadi temen lo."
"Baru sekarang? Dulu-dulu kemana aja?"
Vira meluk gue dan nepuk bahu gue pelan. "Fans lo makin rame ya, ha ha ha."
"Iya dong. Kak Ega... Masa nggak keren?" sahut Vanes ikut meluk gue.
Kat nggak mau ketinggalan. "Kakak mainnya keren. Kalo mau main, kabari lagi ya."
"Main apaan? Kok lo ambigu sih, Kat?" goda Gana cengengesan.
Kat tertawa malu. "Ambigu apa coba? Pikiran kakak aja ngeres."
Gue abaikan mereka. Bayu, yang baru aja mengecup pelan pelipis Nina, mengulurkan sekaleng bir ke gue.
"Sukses Bro."
"Thanks."
"Lo nggak ada niat rekaman? Om gue punya label dan kalo lo mau, gue bisa kenalin."
"Sounds good," jawab gue datar.
Tapi arah pandang gue bukan ke Bayu, melainkan ke Nina yang saat ini berusaha mati-matian nggak melihat ke gue.
"Menurut lo gimana Nin?"
Nina berdeham dan akhirnya dengan setengah hati menatap bertanya ke gue.
"A-apa, Ega?"
"Pacar lo nawarin gue rekaman. Menurut lo gue harus gimana?"
"Bagus."
Dan cuma satu kata itu aja.
Bagus.
Bukan jawaban panjang disertai dukungan atau larangan, tapi cuma jawaban standar, seolah gue adalah anak kecil yang perlu ditenangkan dan dia jawab itu biar gue diam.
Obrolan demi obrolan mengalir diantara kita semua dan yang gue bisa dibilang irit bicara malam itu. Gue tau Nina nggak nyaman berada di bawah pelototan tajam dari gue, tapi gue nggak bisa berhenti. Gue pengen cewek itu paham kalo gue marah. Gue mungkin nggak bisa larang dia pacaran dengan Bayu, tapi dia harus tau di Fakultas Teknik ini, diantara gue dan Bayu, siapa yang paling berkuasa.
"Gue permisi sebentar ya," ucap Nina akhirnya.
"Mau kemana?" tanya Bayu lembut.
"Toilet," jawab Nina nggak kalah lembutnya.
"Berani sendiri?"
"Beranilah."
Gue langsung ketawa lirih denger Nina ngomong itu.
Dion nyenggol gue. "Kesambet lo?"
"Kok gue? Nina dong. Awas lo Nin, lo tau kan setan kamar mandi deket sini katanya serem-serem."
Alden cuma geleng-geleng kepala melihat kelakuan gue. Mengingat sifat penakut Nina, gue nggak akan heran kalo dia akhirnya merengek ke Bayu minta diantar. Sama halnya yang dia lakuin ke gue dulu, minta diantar ke toilet serame apapun tempatnya.
"Mau diantar, yang?"
"Nggak. Aku berani."
Really? Gue naikin sebelah alis. Nina nahan Bayu?
"Tapi..."
"Rame gini. Tenang aja."
Dan Nina pamitan sambil cium pipi Bayu. Gue nggak tau Alden yang ada di sebelah gue ikut melihat ekspresi tidak suka gue atau nggak, tapi dia saat ini tengah menatap gue dengan pandangan bertanya.
"Apa?" balas gue tajam.
"Chills, man," balasnya nyengir.
Gue ikuti arah kepergian Nina dan dia udah nggak terlihat lagi. Entah setan apa, gue tiba-tiba berdiri.
"Eh, lo mau kemana?"
"Backstage."
Gue dengan santainya manggil Zian yang baru lewat, junior di kelas Metalurgi yang juga bassis gue malam ini. Kita ngobrol sambil jalan, cukup untuk membuat gerombolan gue nggak memperhatikan lagi. Begitu sampai di backstage, gue langsung cabut.
Nyusul Nina.
* * * * *
Halo. Gue balik lagi guys. Komen dan vote buat yang mau lanjut.
KAMU SEDANG MEMBACA
HELLO, FRIEND
RomanceAda yang bilang jika sahabatan antara cowok dan cewek itu mustahil. Gue sih nggak setuju. Bagi gue yang punya sahabat cewek secantik Nina, nggak ada tuh perasaan-perasaan aneh selama hampir jalan 4 tahun kita sahabatan. Tapi gue rasa gue akan bisa k...