Dua Puluh Tujuh

680 60 2
                                    

"Masuk."

Dengan satu tarikan nafas gue pun mendorong pintu dan masuk ke dalam ruangan yang sudah empat hari lamanya tidak gue masuki, tak lupa gue menutup pintu.

Gue duduk di sofa dengan wajah nunduk, kedua tangan gue memainkan ujung rok yang gue pakai.

"Hana?"

Gue mendongak, dengan ragu gue menjawab "Iya Pak."

"Saya ada meeting sampe jam dua siang, kamu jangan pulang dulu ya." Gue hanya mengangguk.

"Kalau mau apa-apa kamu jangan lupa kasih pesan sama saya." Gue mengangguk lagi.

Pak Hanbin berdiri dari kursi kebesarannya, memakai jas hitam yang ia gantungkan di belakang kursi.

"Ah Iyah." Dia berjalan ke arah gue.

"Saya menemukan ini di kamar mandi."

Dengan ragu gue mengangkat wajah gue dan menatap satu pack tissue kotor yang diperlihatkan oleh Pak Hanbin.

Gue kaget, itu kan tissue yang waktu itu gue buang di kamar mandi. Tepat setelah gue beres menonton video konferensi pers itu.

"I-ini.." gue langsung menatap wajah Pak Hanbin, meminta penjelasan.

"Saya nemu ini di kamar mandi, di hari pertama kamu gak masuk kerja. Saya kira kamu sempat masuk kerja tapi pulang lagi."

Gue hanya diam. Kembali menunduk dan hanya menatap flatshoes yang gue pakai. Gue belum siap untuk menatap atau menjelaskan apapun pada Pak Hanbin.

"Ehem. Kamu baik-baik ya." Gue hanya nunduk.

"Hana?"

Dengan ragu gue kembali mengangkat wajah gue "Ini kenapa?"

Pak Hanbin menempelkan tissue di bawah mata gue. Gue kaget, walaupun dia hanya menempelkannya beberapa detik.

"Kamu kenapa?" Dia kembali bertanya.

"Saya gak papa Pak." Gue kembali nunduk.

Dengan gemetar gue liat kedua tangan Pak Hanbin yang mengepal dan di punggung tangan kirinya terdapat luka. Gue terkejut sekaligus khawatir. Apa yang terjadi sama dia?

"Mohon maaf Pak Hanbin, Perusahaan Choi telah menunggu."

Pintu terbuka dan mbak Amel tersenyum.

Pak Hanbin sempat melirik ke arah gue dan langsung pergi tanpa mengucapkan sepatah apapun.

"Hey, semangat." Mbak Amel tersenyum dan mengepalkan tangannya ke udara memberikan semangat dan gue pun ikut tersenyum.

Mereka berdua pergi.

Meninggalkan gue seorang diri di ruangan besar yang sepi.
















Gue memutuskan untuk menunggu di kantin, di temani oleh satu Aqua botol dan beberapa Snack.

"Hai Hana, boleh gabung?"

Gue yang lagi melamun langsung salah tingkah melihat kehadiran Pak Donghyuk.

"Silahkan." Dia pun duduk di hadapan gue.

"Udah lama gak ketemu kita ehe."

Gue menanggapi nya dengan cengiran.

"Kantor gak ada kamu kacau tau Han." Tanpa ba-bi-bu Pak Donghyuk memulai pembicaraan, gue langsung diam dan memperhatikan dia yang sedang memakan roti.

"Maksud bapak?"

"Eh, kamu belum tau? Aku kira Amel udah cerita." Dia tersenyum hingga terlihat lah lesung pipi yang membuatnya semakin manis di pandang.

Pak HanbinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang