Dua Puluh Delapan

660 64 0
                                    

"Pagi Pak." Gue memperlihatkan wajah tanpa dosa gue dan tak lupa memperlihatkan senyuman gue yah yang bisa dibilang sedikit dipaksakan.

Dia memperhatikan penampilan gue dari atas sampai bawah, sebenarnya gue risih sih ditatap kaya gini sama orang, apalagi sama cowok.

"Kamu udah delapan bulan kerja disini, dan kamu masih gak tau peraturan apa aja yang harus kamu patuhi?" Pak Hanbin keliatannya marah banget tapi dia masih bisa mengontrol nada bicaranya.

"Halo Amel, cepat keruangan saya sekarang." Pak Hanbin kembali memasukan telfonnya kedalam saku jas, padahal mah dari ruangannya ke ruangan mbak Amel cuman tujuh langkah doang, dasar tukang pulsa:"

"Pagi Pak, bapak memanggil saya?"

"Ah Iyah Amel, sini kamu." Mbak Amel pun datang dan menemui gue juga Pak Hanbin.

"Kamu bawa anak ini keluar, saya gak mau liat dia disini dengan pakaian seperti itu."

Mbak Amel dengan ragu melirik ke arah gue, dan balasan gue cuman cengengesan.

"Tapi pak.."  Mbak Amel kembali melirik ke arah Pak Hanbin, seolah meminta pertimbangan dengan apa yang di ucapkan nya barusan.

"Saya tidak mau mengulang dua kali." Mbak Amel mengangguk dan membawa gue untuk keluar dari ruangan Pak Hanbin.













Satu jam lamanya gue mengobrol dengan Mbak Amel, dan selama itu juga Pak Hanbin sibuk dengan pekerjaan nya.

"Hana, ikut dengan saya." Gue yang lagi memperlihatkan MV bias terbaru langsung melirik ke arah Pak Hanbin, mbak Amel yang sedang bucin pun berubah menjadi kalem di hadapan sang bos.

"Hana?" Pak Hanbin menatap gue dengan tatapan itu lagi. Tatapan yang tak mau di bantah.

"Kemana sih Pak?" Tanya gue kesel.

"Kamu kira pantas asisten saya berpenampilan seperti itu?"

Hey, apa yang salah dengan penampilan gue ini? Apakah dia pernah trauma oleh wanita berbibir merah dengan rambut yang sengaja di gerai?

"Mohon maaf Pak, bukankah satu jam lagi kita akan mengadakan rapat di perusahaan Park?" Tanya mbak Amel dengan sedikit ragu, takut jika ucapannya malah menyinggung disaat mode Pak Hanbin sedang jelek seperti ini.

"Batalkan. Hari ini saya tidak mau ada jadwal apapun." Setelah mengatakan itu, dia langsung menarik tangan gue untuk pergi.

Kami memasuki lift yang didalamnya terdapat beberapa karyawan, sumpah gue gugup banget. Pak Hanbin dengan santainya hanya membenarkan keadaan jasnya.

Beberapa karyawan berdehem membuat gue tiba-tiba kesel. Gak tau kenapa bisa kesel.

"Kamu, ngapain kamu ngeliatin Hana kaya gitu?" Disaat lagi ngelamun, gue dikagetkan oleh suara bernada marah yang keluar dari Pak Hanbin.

Dia sedang memarahi karyawan nya yang kepergok lagi merhatiin gue. Dua orang, yang satu cewek dan yang satu cowok.

Gue merasakan hawa panas di dalam lift ini.

"Saya minta maaf Pak." Ujar yang cowok.

"Siapapun yang berani menatap Hana seperti itu, saya pecat kalian."

Oh yaampun, jangan-jangan nih bapak-bapak ganteng lagi pms kali ya? Eh kan cowok gak bisa pms:"

"Udah ih bapak, jangan malu-maluin." Gue menarik lengan jas yang dipakai Pak Hanbin, dengan dia seperti itu bukan membuatnya lebih di hargai tapi malah membuat dia diam-diam di bicarakan oleh karyawan nya yang lain dan yang parahnya lagi, gue akan kebawa-bawa dalam masalah ini:)

Pak HanbinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang