Hidup Vita kembali terasa damai setelah ia menutup akun Wattpad-nya. Tidak ada lagi denting notifikasi yang ramai di setiap saat. Tidak ada lagi caci maki yang membuat kepalanya berdenyut nyeri atau pun drama yang membuat jempolnya kram. Ia pun tak lagi harus tidur larut malam demi membalas komentar pedas fans buta para ratu. Satu pemicu yang membuat fokusnya selalu terbelah sudah hilang.Hari-harinya di kantor semakin kondusif seiring dengan pekerjaan yang mulai stabil kembali. Bahkan tadi saat Vita menyerahkan tumpukan invoice untuk ditandatangan, manajernya tersenyum dan memuji performa kerjanya yang membaik.
Tentu saja hidup tak mungkin semulus jalan tol. Meskipun semua tampak baik-baik saja, ada sesuatu yang membuat Vita gundah gulana. Sesuatu yang hilang, menyisakan lubang kosong menganga di hatinya. Bagaimana pun menulis adalah passion baginya.
Awal Vita belajar menulis fiksi dari komunitas menulis di Facebook. Sebelumnya ia hanya penikmat novel-novel Harlequin, fiksi romansa yang ringan dan manis. Meski tahu dalam novel tersebut kisah cintanya selalu berakhir sempurna untuk ada di dunia nyata, tapi, itulah yang ia butuhkan. Sebuah pelarian untuk menjaga pikirannya tetap waras ketika kenyataan pahit perceraian menamparnya keras-keras.
Vita menatap layar gawainya dengan gamang, lalu membuka aplikasi WhatsApp. Sepi, tidak banyak pesan masuk yang belum ia baca. Hanya sebuah pengumuman dari grup walimurid sekolah anaknya. Matanya beralih ke grup chat Queen Wannabe.
Ia membuka grup chat berisi empat orang yang terobsesi dengan kepopuleran di Wattpad. Tidak ada chat terbaru. Tidak ada chat yang menanyakan kabarnya. Tidak ada keributan yang menyemangatinya. Tidak ada yang mengonfirmasi hilangnya akun La Vie Luna dari dunia oranye. Mungkin mereka sudah tidak ada lagi yang peduli padanya. TIDAK ADA.
Percuma saja ia mengikuti sebuah grup yang anggotanya sama sekali tak saling peduli. Tentu saja Vita tak mau berkoar-koar di sana tentang keputusannya menghapus akun Wattpad, gengsi bila ia memulai perbincangan. Lagi pula bisa jadi di antara mereka justru senang karena saingannya berkurang.
Regina hanya bisa pamer, membuat Vita iri. Esta tak jauh beda, ia sama sekali tidak punya empati. Anak SMA itu selalu memikirkan kepentingannya sendiri saja. Rara yang semula Vita pikir peduli padanya, justru menghilang tanpa kabar.
Vita menimbang langkahnya sekali lagi. Akhirnya ibu satu anak itu menyentuh tanda exit group. Lantas memblokir nomor telepon ketiga rekan segrupnya. Cukup sudah, ia tak mau berurusan lagi dengan mereka yang hanya menganggapnya teman di saat butuh.
Vita tersenyum simpul sebelum tidur, sebuah ide sederhana terlintas di benaknya.
"Aku akan mulai menulis lagi di Facebook," gumamnya sembari meletakkan ponsel di atas nakas.
Rara menghela napas. Akhirnya masalah dengan salah satu pacar virtualnya selesai juga. Susah memang jika berurusan dengan orang posesif.
Dia kembali mengaktifkan nomor ponsel yang digunakan untuk menghubungi para penulis wattpad yang sedang dipolesnya menjadi penulis tenar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flirting My Boyfriend's Dad [END]
RomanceThis story is for 18+, you've been warned. Dosa ditanggung oleh yang seharusnya bertanggung jawab. Hannah adalah sosok yang sempurna. Cantik, populer, bahkan berpacaran dengan Aarron si bad boy seksi yang menjadi incaran semua perempuan. Aaron menci...