Permen gulali di dunia nyata ternyata tidak semanis di Dunia Jingga.
Anggapan itu baru saja diyakini Luna setelah ada sepasang tangan maskulin nyaris merenggut mahkotanya.
Di depan bola mata Luna, terpampang jelas, pria necis beraroma musk itu menjadi kasar dan agresif.
Bagi seorang Luna yang jarang bersosialisasi dengan laki-laki, posisi tubuh tegap yang mengurung dirinya dengan tatapan seperti singa kelaparan sangat menakutkan.
Seperti ada yang salah. Ditambah ia tiba-tiba terngiang akan cerita Ibunya tentang betapa buruknya makhluk berjenis kelamin laki-laki.
Ibu! Ibuuuuu, tolong Luna! Mulutnya membeku, tetapi batinnya meraung-raung.
Kalau saja ia menuruti apa kata Ibunya. Karena Ibu yang sudah makan asam garam banyak pasti tahu segala konsekuensi perbuatan di dunia ini ketimbang dirinya yang masih hijau.
Namun, apakah salah ia menuntut perhatian di kala semenjak Ibunya lebih asyik bersama kawan virtual, sehingga dirinya menjadi tersisih?
Bermula dari kencan candlelight dinner, ia diajak pergi ke sebuah persinggahan rooftop bintang lima. Pria itu menjanjikan keindahan malam romantis di sebuah hotel kawasan perumahan senator negara. Kerlap-kerlip dan bangunan berlantai belasan yang menjulang ke atas mempertontonkan bahwa tempat itu berkelas.Tentu saja merupakan hal langka bagi Luna. Bagai imaji yang kembali menyetel adegan romantis dalam cerita age gap yang menyita atensinya berminggu-minggu belakangan ini. Sampai rela bergadang melupakan tugas-tugas sekolah. Termasuk selalu menghindari pekerjaan rumah karena lebih memilih pergi untuk mendapatkan afeksi di luar yang lebih menjanjikan.
Apalagi bagi Luna yang secara alam bawah sadar sangat merindukan figur Ayah, lelaki di sampingnya kini berhasil menyusup ke relung hatinya yang kesepian.
“Bagaimana, Luna? Kamu suka?”
Si gadis bersemu merah, bisa-bisanya pria itu selalu mampu merangkai kata-kata menyejukkan hati. Berbeda dari semua dongeng buruk Ibunya tentang laki-laki. Keyakinan Luna pun goyah. Apakah Ibunya selama ini melebih-lebihkan? Apakah sesungguhnya Ayah bukanlah yang bersalah, melainkan Ibunya? Toh selama ini ia merasa tidak pernah dirugikan oleh seorang laki-laki. Tidak pernah dicelakai oleh laki-laki. Tidak pernah dikhianati oleh laki-laki.
Cahaya temaram lampu jalanan membuat paras pria paruh baya itu makin karismatik, alih-alih seperti bapak-bapak ketinggalan zaman. Sungguh masih tidak dipercaya ada lelaki setampan dan semenakjubkan di dunia nyata ini, yang berdiri begitu dekat dengannya. Luna yakin teman-teman akan iri memandangnya.
Si teman kencan mulai menautkan jemari ke sela-sela jari kecilnya. Ada getaran yang membuncah di hati Luna ketika pria itu mendekatkan dirinya. Ia dapat merasakan embusan napas semerbak cologne menerpa wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flirting My Boyfriend's Dad [END]
RomansThis story is for 18+, you've been warned. Dosa ditanggung oleh yang seharusnya bertanggung jawab. Hannah adalah sosok yang sempurna. Cantik, populer, bahkan berpacaran dengan Aarron si bad boy seksi yang menjadi incaran semua perempuan. Aaron menci...