Suara Regina yang menanyakan di mana Rara ditemukan terdengar melengking. Napas wanita cantik itu terengah-engah. Di seberang saluran,Vita berusaha bicara sesingkat dan sejelas mungkin.
"Polisi tangkap Rara di terminal. Mereka menduga Rara akan pergi ke rumah saudaranya di Bandung karena Rara pernah mentransfer sejumlah uang ke sana. Mungkin komplotan atau entahlah. Makanya jalur terminal dan stasiun diamati."
Regina menggigit bibir bawahnya tak sabar. "Apa Renald ada di sana? Apa Rara membawanya?"
"Tidak ada."
"PASTI ADA!" Kali ini Regina menjerit. Satu tangan yang tak memegang gawai mengayun ke belakang dengan kencang.
"Dengar, ya, cewek cantik, aku turut berduka atas hilangnya anakmu. Namun, aku nggak bohong. Rara sendirian. Dia bahkan nggak membawa uang sepeser pun kecuali untuk bayar tiket bis ke Bandung. Handphone aja dibuang biar nggak dilacak. Kayaknya akan dijemput di sana sama saudaranya."
"BERARTI DI BANDUNG! CARI SAUDARANYA YANG DI BANDUUUNG!"
"REGINA!!!" Kali ini suara Vita terdengar membentak. Mengembalikan semua kesadaran Regina ke asalnya.
Selanjutnya hanya isak tangis yang mulai keluar tanpa bisa dicegah.
"Dengarkan aku." Vita kembali berbicara. "Waktunya nggak cocok. Anakmu diculik saat Rara membeli tiket di terminal. Ada bukti jamnya tercetak di tiket busnya."
"Tapi, Renald di manaaa?" Suara tangis Regina tak lagi berupa isakan. Dia bahkan tak memedulikan Vita mungkin akan menertawakan betapa histerisnya dia sekarang. Dia hanya ingin Renald pulang. Dia hanya ingin memeluk bocah berumur tiga tahun itu erat-erat dan berjanji tidak akan melepaskannya lagi meski sejenak.
Selanjutnya Regina tak begitu mendengar soal Vita yang mendoakan supaya Renald ditemukan. Bagi Regina, doa sebanyak apa pun tak akan membantunya. Padahal, sebenarnya doa tulus seorang teman akan mampu mengubah banyak hal.
"Ternyata Rara menginginkan popularitas agar mudah menipu banyak orang. Dia foya-foya membeli motor sport, ke salon mahal, bahkan mungkin skincare set dia lebih mahal dari punyamu. Bener-bener cowok metropolitan!"
Vita terus mengoceh tentang kehidupan Rara yang ternyata begitu boros dan penuh kepalsuan. Namun, Regina tak terlalu memperhatikan.
Ketika akhirnya tombol merah ditekan, Regina kembali merasakan sesak menghantam dadanya.
Jika Rara bukan pelakunya, lalu siapa?
Regina begitu menyesali semuanya. Mengapa dia begitu abai ketika Vita memeringatinya beberapa waktu lalu. Dirinya begitu besar kepala. Begitu angkuh. Merasa wajar jika seorang selebgram punya stalker.
Padahal tidak.
Siapa pun tidak berhak memiliki stalker. Penguntit hanya orang sakit yang berbahaya dan harus diwaspadai. Mereka bisa bertindak nekat dan melukai siapa pun.
Akan tetapi, seberapa berat pun Regina menyesal, semua tidak akan berubah. Ketenaran telah membutakannya. Telah menutup hati hingga Renald mungkin saja tidak akan bisa ditemukan selamanya.
Lebih buruk lagi, suaminya kini membencinya sepenuh jiwa. Tak ada lagi pemakluman. Tak ada lagi bisik lembut penuh kasih. Yang tersisa hanya luapan amarah yang terus menyambar-nyambar seperti badai petir yang entah kapan akan sirna.
Regina kini tergugu sendirian tanpa memiliki pegangan sedikit pun. Ia begitu rapuh. Bahkan tidak ada cahaya kehidupan di mata bulat besarnya.
Harapan terakhirnya melalui diketemukannya Rara ternyata berakhir sia-sia. Rara tidak ada sangkut-pautya meski dia juga seorang stalker dan penipu kelas kakap!
Wanita itu berteriak keras frustasi dibarengi nada dering masuk ke gawainya. Regina langsung mengangkat telepon dari nomor tak dikenal itu. Telepon dari siapa pun akan diangkatnya dengan harapan ada berita tentang Renald.
Kali ini, doa Regina terkabul. Polisi menghubunginya.
Renald telah ditemukan.
Apa karma buat Regina sudah selesai? Tunggu lanjutannya hari Minggu, ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Flirting My Boyfriend's Dad [END]
RomanceThis story is for 18+, you've been warned. Dosa ditanggung oleh yang seharusnya bertanggung jawab. Hannah adalah sosok yang sempurna. Cantik, populer, bahkan berpacaran dengan Aarron si bad boy seksi yang menjadi incaran semua perempuan. Aaron menci...