Berkali-kali Luna menatap jam dinding.
Duh, udah jam enam lewat lagi, ck! batinnya.
Kunyahan demi kunyahan terasa berat ketika ditelan. Matahari pun kian meredup di peraduan. Dirinya tampak tidak jenak makan malam berdua saja dengan Vita. Padahal jika tidak ada masalah yang tengah berkecamuk, ini adalah momentum yang ditunggu-tunggu bagi anak gadis itu. Ditambah sejak pulang tadi sore, Vita tidak menyentuh ponselnya selama bersama Luna. Kemajuan yang bagus, bukan?
"Nak, kenapa makanmu kok dikit? Mama udah masakin banyak loh buat kamu. Mumpung ini weekend kita bisa habiskan waktu seharian sampai minggu besok, kan?" Wanita orang tua tunggal itu hendak menyendok hidangan laut berkuah asam manis ke piring Luna, tetapi gadis itu menghalanginya. "Kenapa? Ga suka? Ga enak ya Mama coba masakin kamu seafood?"
Ada gurat kekecewaan dari Vita melihat Luna tidak begitu antusias dalam menyambut hidangannya yang tak murah itu. Padahal ia sudah rela mengambil tabungan lain untuk membeli bahan mentah seafood. Momen yang telah dipersiapkan demi merekatkan lagi hubungan Ibu dan anak. Sebelum benar-benar runyam.
Atensi Luna bercabang. Diam-diam ia melirik layar ponsel yang tersembunyi di antara kedua pahanya.
"Luna? Mama lagi ngomong kok dicuekin?"
"I-Iya?" Luna tersentak.
Vita memicingkan matanya. "Apa yang kamu lihat di bawah situ?"
"Enggak kok, maksud Luna kerang buatan Ibu enak kok. Cuma ini … apa enggak berlebihan Ibu masak segini banyak? Nanti kalau enggak habis kebuang sayang, kan?" kilah gadis itu mengalihkan topik.
Vita mencium sesuatu yang aneh dari gelagat anaknya. Lebih-lebih respons yang tidak biasa Vita peroleh menimbulkan kecurigaan lagi. Namun, ia harus berdiplomasi dengan tenang. Tidak lagi menekan Luna. Apalagi dengan topik si teman misterius anaknya. Ya, Vita meyakini ada seseorang yang telah mengubah Luna-nya. Ah, untuk kali ini saja ia tidak ingin memikirkan jauh lebih buruk lagi.
"Ah, masa sih? Luna kan doyan makan. Hitung-hitung dari dulu Mama itu pengin banget masakin kamu makanan mewah ala restoran. Jadi, jangan malu dong kalau Luna mau habisin semua ini loh ya. Pokoknya ini spesial buat Luna," ucapnya mencoba tidak menyudutkan Luna.
"Makasih, Bu." Luna tersenyum simpul. Begitu Ibunya tampak relaks, ia pun mengajukan permintaan. "Bu, Luna minta izin main ke rumah temen boleh enggak?"
"Temenmu siapa? Dalam rangka?"
Luna menghindari kontak mata langsung dengan Vita. Ia pun memilih langsung beranjak mengambil alih piring kotor untuk dibawa ke bak cuci piring. Selain memikirkan nama temannya yang akan ia jadikan tameng.
"Itu, Bu ... Hani sama Siska. Aku mau diajarin mereka cara mainin piano organ buat kerja kelompok mapel Seni Musik."
"Kerkom kok tiap Sabtu?" Dahi wanita paruh baya itu mengernyit. Bagaimana ia merasa tidak aneh, Luna akhir-akhir ini kerap izin kerkom sampai malam.
Oke, sekali dua kali Vita tidak terlalu memikirkan. Oke, ia sedikit menyesal karena akhir-akhir ini atensinya juga tersita dengan aktivitas jejaring sosialnya di Wattpad dan grup online tiga rekan seperjuangan QUEEN WANNABE-nya. Sampai-sampai Luna selalu enggan untuk diantar kerkom ke rumah temannya. Luna seolah tidak pernah absen keluar rumah di akhir pekan dengan alasan kerkom. Jangan-jangan …. Astaga, pikiran Vita kembali meliar, tebersit membayangkan hal yang tidak-tidak.
"Jadwal hari H pentasnya emang mepet, Bu. Kalau enggak latihan rutin nanti gimana pas pentas di kelas? Ini pun ambil yang paling senggang ya Sabtu itu bisa barengan," timpal Luna berusaha meyakinkan Ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flirting My Boyfriend's Dad [END]
RomanceThis story is for 18+, you've been warned. Dosa ditanggung oleh yang seharusnya bertanggung jawab. Hannah adalah sosok yang sempurna. Cantik, populer, bahkan berpacaran dengan Aarron si bad boy seksi yang menjadi incaran semua perempuan. Aaron menci...