"Bu?" tanya Luna melihat wajah ibunya yang masih terpekur melihat ponsel. "Kenapa, Bu?"
Vita mengalihkan pandangannya dari ponsel tersebut. Dia melihat anak semata wayangnya yang kembali padanya. Mereka sedang duduk bersebelahan di sofa ruang tamu dengan buku pelajaran berserakan. Melihat gadis itu, perasaan berat Vita sedikit terangkat.
"Nggak ada apa-apa, Nak. Ibu senang kamu mau ngobrol lagi sama Ibu." Vita mengelus kepala Luna dengan sayang.
Luna menyunggingkan senyum, membuat Vita kembali mantap. Keputusannya untuk menutup Wattpad sudah benar. Kini dia bisa fokus mencurahkan perhatiannya pada sang anak, bukan mendulang popularitas dengan cara-cara yang salah. Untuk biaya sekolah Luna, Vita sudah berencana untuk menjadi reseller pakaian dari teman lamanya. Lumayan buat menambah penghasilan.
"Eh Luna, bukannya sebentar lagi kamu ada Study Tour ya?"
Luna mengangguk, membuat Vita panik. "Sudah waktunya bayar belum?"
"Lusa, Bu, batas pembayarannya." Luna agak gelisah karena sungkan meminta ibunya hingga terlambat membayar.
"Oke, besok Ibu ambil uang ya," balas Vita tetap terlihat tenang walau dalam hatinya dia panik karena uang di tabungannya menipis. Gajian masih seminggu lagi.
Sementara Luna melanjutkan mengerjakan pekerjaan rumahnya, Vita memutar otak mencari cara untuk mendapatkan uang. Benar juga, Rara ada meminjam uangnya untuk proses pra produksi buku. Berhubung dia sudah membatalkan rencananya untuk menerbitkan buku, harusnya masih bisa dikembalikan. Toh belum sampai seminggu sejak mereka terakhir kali sepakat, Vita yakin Rara belum memulai proses apa pun.
Wanita bertubuh tambun itu pun mengambil ponsel dan mengirim pesan WA ke Rara.
"Aku mau minta balik uang dua juta yang kamu pinjam buat proses pra produksi."
Dengan cepat tanda centang satu berubah menjadi centang dua lalu biru. Vita menunggu was-was Rara membalas. Namun hingga lima menit berlalu, tidak ada pesan yang masuk. Vita memutuskan untuk mengirim pesan lagi.
"Ra? Bisa balikin? Aku butuh buat bayar study tour-nya Luna."
Centang dua tapi tidak ada centang biru. Alis Vita berkerut.
"Ra?"
Vita kembali mengirim pesan untuk membuktikan. Centang dua tanpa pernah dibaca. Dia beberapa kali mengirim pesan yang sama. Tidak ada perubahan. Vita mulai panik. Dia mencoba menelpon Rara via WA tapi juga tidak diangkat. Tidak menyerah, Vita mencoba menelpon memakai pulsa. Terdengar beberapa kali nada sambung lalu dialihkan.
"Apaan sih?!" umpat Vita.
"Bu?" tanya Luna teralihkan konsentrasinya melihat ibunya kesal.
Vita berusaha tersenyum. "Gapapa, ini kayanya WA Ibu error. Coba Ibu ke luar dulu cari sinyal."
Luna mengangguk lalu kembali mengerjakan PR-nya sementara Vita berjalan keluar. Dia menelpon Rara sekali lagi tapi kali ini dia langsung dialihkan. Seperti itu terus walau Vita sudah mengulang hampir sepuluh kali. Vita meradang. Rara benar-benar tidak mau menerima teleponnya. Pesan WA pun masih centang dua tanpa ada tanda-tanda terbaca. Entah kenapa firasat Vita buruk. Padahal biasanya dia sabar kalau ada yang belum membaca pesannya. Orang pasti punya kesibukan.
Karena masih belum bisa mengenyahkan pikiran buruk, Vita mencari jalan lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flirting My Boyfriend's Dad [END]
RomanceThis story is for 18+, you've been warned. Dosa ditanggung oleh yang seharusnya bertanggung jawab. Hannah adalah sosok yang sempurna. Cantik, populer, bahkan berpacaran dengan Aarron si bad boy seksi yang menjadi incaran semua perempuan. Aaron menci...