A/n : cerita ini gak gue ubah ko alur nya, cuma gue revisi typo atau ada pengulangan kata wkwk. Yang masih mau baca monggo biar seru gitu kek ada nunggu-nunggu nya wkwk, yang nggak juga gapapa') buat yang baru baca, yuu anggap aja cerita ini baru gue bikin yaaa😘
Happy reading....
"Dasar anak gak tau di untung! Papa sudah banting tulang mencari uang untuk kebutuhan kamu! sekarang kamu malah minta uang sama papa untuk membiayai kebutuhan si jalang itu hah?!" Nafas lelaki itu memburu.
Lelaki itu mendekati gadis di depannya, gadis yang sudah tertunduk takut sambil mengeluarkan air matanya.
Plak.
Satu tamparan berhasil membuat ujung bibir gadis itu berdarah, tetapi dia tak berani melawan, ini sudah biasa dia dapatkan dari pria di depannya. Dengan cepat gadis itu menyeka darah segar yang keluar dari sudut bibirnya.
Lelaki itu mengatur nafasnya, "Apa alasan kamu ingin memberi dia uang?" Nada lelaki itu mulai mereda tapi tetap terdengar tajam.
Gadis itu mengumpulkan semua keberaniannya untuk menatap lelaki di depannya ini.
"Ma-ma sa-kit pa, uang ku gak cukup-" ucapan Luna terhenti tak kala papa nya memotong dengan cepat.
"Lalu apa urusannya sama kita?!" Nada bicara lelaki itu mulai meninggi lagi.
Nyali Luna menciut seketika, namun semua itu bilang begitu saja saat ia mengingat gimana kondisi sang mama. "Mama butuh uang pa untuk beli obat!"
"Tidak usah memperdulikan si jalang itu Luna!"
Sudah cukup Luna mendengar mamanya di sebut jalang, "Mama bukan jalang pa! Mama butuh aku, Mama butuh papa dan Mama butuh uang untuk biaya nya di rumah sakit! Kondisi mama lagi drop pa!" Tanpa sadar air matanya kembali jatuh Luna sendiri tidak tahu kenapa dia bisa bicara seperti itu dan dengan nada suara yang membentak.
Plak. Kini giliran pipi kirinya yang terkena tamparan keras Toni---papanya. Darah segar mengalir kembali, perih sangat terasa sekarang di setiap sudut bibirnya.
"Berani kamu bentak papa Luna?! Anak kurang ajar!" Toni melepas sabuk di celananya dan memukul Luna dengan sabuk itu.
"Arghh sakit pa,"
"Anak gak tau di untung!" Toni kembali mendaratkan sabuknya ke pinggang kanan Luna.
"Pa sakit," ucap Luna bergetar hebat semua badannya terasa sakit dan lemas.
"Anak gak tau diri kamu Luna!" Pukulan terakhir mendarat tepat di paha mulus Luna. "Ikuti peraturan dan perkataan papa Luna! Kalau sampai papa tahu kamu memberikan sepeser uang kamu sama si jalang itu, papa akan melakukan lebih dari ini!" Setelah mengucapkan itu Toni meninggalkan Luna yang sudah jatuh di lantai ruang tamu.
Perih, sakit, kecewa, dan marah yang kini Luna rasakan. Kenapa papa sekejam ini kepadanya? Padahal Luna hanya meminta sepeser uang untuk membantu sang mama yang sedang sakit. Apa salah Luna sampai papa tega memukulnya dengan kepala gesper yang lumayan keras.
Luna menangis sesegukan lalu memeluk tubuhnya sendiri, badannya seketika lemas tak berdaya. Sang papa sudah pergi setelah memukulnya tadi. Beginilah kehidupan Luna di rumah, bagi orang lain rumah adalah tempat untuk pulang, tempat ternyaman untuk beristirahat. Namun semua itu tidak berlaku untuk Luna, bagi Luna rumah adalah neraka, dan bagi Luna rumah juga tempat rasa sakit itu ada, rasa sakit yang selalu menyiksanya.
"Papa Luna kangen papa yang sayang sama Luna, bukan papa yang selalu nyakitin Luna." Ucapnya parau.
∆∆∆∆
Luna berjalan memasuki sekolah dengan masker yang menutupi setengah wajahnya, karena bekas kemarin terkena tamparan papanya menyebabkan lebam yang lumayan terlihat. Luna juga menggunakan Hoodie dan rok yang lumayan panjang untuk menutupi lukanya. Walaupun Luna tahu bahwa tidak akan ada yang peduli dengannya tapi Luna akan selalu berusaha terlihat baik-baik saja di depan semua orang.
Luna sudah menyiapkan mental dan hatinya untuk menghadapi sekolah. Hari ini adalah hari pertama Luna memasuki sekolah setelah libur kenaikan kelas kemarin dan sekarang Luna sudah menginjakkan kelas XII.
Baru kakinya menginjak lantai koridor tapi tiba-tiba seseorang menarik tangannya kasar. Bisa Luna tebak orangnya siapa, orang itu menariknya kearah taman belakang langkahnya sangat cepat sehingga Luna sangat kesusahan untuk menyeimbangi nya.
"Aduh sakit Dev," rintih Luna saat lelaki itu sudah melepaskan cekalannya.
"Gak peduli! Gimana formulir daftar ulang gue lo bawa kan?!" Lelaki itu membentak Luna keras.
Luna mengangguk lalu membuka tasnya, "Nih,"
Deva Radhian----kekasih Luna. Deva mengambil formulir yang diberikan Luna dengan kasar.
"Udah lo isi kan?!"
"Udah Dev," jawab Luna pelan sambil menundukkan kepalanya.
Deva menarik dagu Luna kasar, agar cewek itu bisa menatapnya.
"Perlu berapa kali sih gue bilang?! Kalo ngomong sama gue itu jangan nunduk! Apa sih yang lo liat di bawah?!" Luna menahan air matanya yang hendak menetes, jangan sampai air matanya jatuh di depan Deva pasti cowok itu akan semakin kasar kepadanya.
"Maaf Dev,"
"Maaf terus tapi selalu di ulang! Gue ke kelas duluan! Jangan pernah mancing kemarahan gue selama di sekolah!" Setelah mengucapkan itu Deva pergi meninggalkan Luna di taman sendirian.
Seiring kepergian Deva air mata Luna selalu menetes, seperti beriringan dengan langkah kaki Deva.
Deva memang kekasihnya, tapi Deva berbeda dengan kebanyakan lelaki di luaran sana. Biasanya kekasih itu tidak membentak, pengertian, penyayang, dan selalu bersikap lemah lembut. Tapi berbeda jauh dengan Deva, Deva kasar, sering membentak, tidak bisa mengerti Luna, dan sifat penyayang tidak pernah Deva berikan untuk Luna. Luna sendiri tidak tahu kenapa Deva seperti ini, karena dulu Deva sama seperti pacar biasanya penyayang, pengertian, dan lemah lembut.
Baik Luna maupun Deva sama-sama tidak bisa melepaskan, karena jika Luna meminta mengakhiri hubungan nya dengan Deva laki-laki itu akan sangat marah, Deva? Sekasar dan semarah apapun lelaki itu tidak pernah sekalipun Deva mengucapkan kata putus kepada Luna. Dulu Luna pernah minta putus kepada Deva, kalian mau tau apa yang terjadi? Deva hampir menampar pipi Luna dan dari kejadian itu Luna tidak pernah meminta putus lagi kepada Deva.
Oke Luna, hapus air mata lo tetap terlihat baik-baik aja di depan banyak orang walaupun lo gak pernah di peduli-in. Fake smile Luna seperti yang sering lo lakuin. - batin Luna menguatkan.
Cewek itu menghapus sisa air mata di pipinya, dan menghela nafasnya panjang sambil tersenyum untuk menutupi lukanya. Lalu perlahan Luna berjalan keluar taman, Luna dengan langkah lebar agar cepat sampai di kelasnya.
TBC.
Vote and komennya jangan lupa ❤️
Gimana perasaan kalian tentang Luna?
Jangan lupa follow akun rp nya yaa:*
Ig : syrfhslsbl.2
KAMU SEDANG MEMBACA
HURT [Sudah Terbit]
Teen Fiction[Beberapa part udah di hapus secara random] Menyedihkan. Menyakitkan. Mengecewakan. Kira-kira seperti itulah gambaran kehidupan yang aku alami. Kehidupan yang penuh dengan air mata, hanya karena satu kesalahpahaman. Copyright 2019 @caca Start : 2 Ok...