Vote and komennya jangan lupa ❤️
Happy reading....
Bel pulang berbunyi nyaring, bergegas Luna membereskan semua bukunya lalu jalan keluar kelas saat sampai depan pintu Luna di kaget kan dengan kehadiran Rava pikirnya mungkin Rava sudah menunggunya.
"Lo nungguin gue Rav?" Tanya Luna sambil membuka sedikit maskernya agar suaranya jelas di dengar oleh Rava.
Rava yang sedang main ponsel pun mendongak, "Iya, soalnya tadi kelas gue gak ada guru jadi gue langsung ke sini aja. Yaudah yuk!"
Luna memandang punggung tegap Rava, memang setahun belakangan ini Rava lah yang menemaninya kemanapun Luna akan pergi jelas itu perintah dari Deva lelaki itu selalu menyuruh Rava menemani Luna, padahal Luna tau Deva mempunyai banyak waktu tapi saat Luna mengajak Deva pasti lelaki itu selalu tidak bisa dengan alasan sibuk.
"Luna lo ngapain bengong? Ayo!" Rava menarik tangan Luna.
Mereka berdua jalan beriringan menuju parkiran, banyak pasang mata yang menatap dengan berbagai ciri khas ada yang menatap tidak suka dan ada yang menatap penuh puja, tentunya tatapan ke-2 jatuh untuk Rava karena lelaki itu juga termasuk cowok yang banyak di idamkan di sekolah. Banyak bisikan yang bisa Luna dengar mungkin mereka sengaja mengeraskan suaranya agar Luna bisa mendengar.
"Muka pas-pasan aja belaga jalan sama Rava!"
"Deva gak cukup apa buat dia? Sekarang temennya juga mau di pepet, murahan banget!"
"Pacarannya sama Deva tapi kalo jalan sama Rava mulu, cocok banget kalo di sebut cabe!"
Dan banyak lagi makian yang mereka lontarkan untuk Luna tapi gadis itu berusaha menulikan pendengarannya karena jika Luna memasukkan omongan mereka ke hatinya sama saja Luna semakin menyakiti dirinya, cukup rumah dan Deva lah yang seperti itu.
Luna masuk kedalam mobil Rava, saat mobil Rava melewati gerbang sekolah di sanalah Luna melihat Melly dengan Deva yang memboncengnya di motor lelaki itu, Luna melihat kalau Melly memeluk erat pinggang lelaki itu penuh posesif seolah memberi tahu jika Deva miliknya, Deva sama sekali tak protes malah lelaki itu sesekali memegang tangan Melly yang ada di pinggangnya. Sakit sekali Luna melihat itu matanya sudah membendung air mata yang siap turun jika Luna mengedipkan nya, namun Luna berusaha agar tidak menangis di depan Rava cowok itu tidak boleh melihat titik lemah Luna.
Rava meminggirkan mobilnya dan itu membuat Luna bingung.
"Kok berhenti Rav?" Tanya Luna.
Rava menatap Luna lekat, "Kalo mau nangis, nangis aja Lun jangan so tegar di depan gue." Ucapan Rava membuat Luna diam.
"Nggak kok, gue udah biasa liat Deva gitu. Jadi gue gapapa." Jawab Luna bohong.
"Setahun gue sering anterin lo kemana-mana Lun, apa waktu setahun kurang buat gue kenal lo lebih jauh? Gue tau saat ini lo terluka, nangis aja gapapa lo boleh so tegar di depan semua orang tapi kalo di depan gue jangan Lun gue udah anggap lo sahabat jadi lo bisa nangis sepuas lo dan cerita sama gue." Ucapan Rava barusan membuat Luna tak bisa menahan air matanya.
Baru pertama kali di masa SMA nya Luna mendengar seseorang menganggapnya sebagai sahabat, selama ia masuk SMA tidak ada satupun orang yang mau berteman dengannya semua orang hanya menganggap Luna sebagai sampah tak berguna, Luna ada di sekitar mereka tapi mereka tak pernah menganggap jika Luna itu ada, mereka hanya mengaggap Luna bayangan atau mungkin mereka menganggap jika Luna itu memang tidak ada di dunia. Miris sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
HURT [Sudah Terbit]
Подростковая литература[Beberapa part udah di hapus secara random] Menyedihkan. Menyakitkan. Mengecewakan. Kira-kira seperti itulah gambaran kehidupan yang aku alami. Kehidupan yang penuh dengan air mata, hanya karena satu kesalahpahaman. Copyright 2019 @caca Start : 2 Ok...