Two

145K 6.1K 648
                                    

Happy reading....

Luna memasuki kelas dengan kepala tertunduk, dia tidak berani menatap orang di sekitarnya karena hampir semua dari mereka menatap Luna dengan tatapan penuh kebencian dan ketidaksukaan terhadap Luna.

Sesampainya di dalam kelas, hanya tersisa meja di paling depan, sudah bisa Luna duga pasti itu hanya untuk nya, dari pertama masuk SMA Luna memang selalu seperti ini duduk sendiri, tidak memiliki teman dan selalu di kucilkan oleh semua orang. Luna tidak pernah tahu apa alasan mereka membencinya, tapi ya sudahlah ini sudah biasa bagi Luna bagaimana pun dia harus tetap menjalani hidupnya.

Luna menghela nafas panjang saat sampai di mejanya, banyak sampah, air bekas pelan bahkan banyak coretan di mejanya. Dengan penuh sabar Luna memungut semua sampah itu dan membuangnya, setelahnya Luna mengambil kain pel untuk membereskan sisa air yang mungkin sengaja di buang di tempatnya.

Semua temannya yang ada di dalam kelas melihat bagaimana Luna membereskan sampah dan membersihkan air kotor itu, tapi satupun dari mereka sangat enggan menolongnya bahkan mereka membuang muka saat Luna tak sengaja menatap mereka. Sebenci itukah mereka kepada Luna?

Setelah mejanya bersih Luna langsung pergi meninggalkan kelas, saat ini hanya satu tempat tujuannya yaitu kamar mandi di sana lah Luna bisa menangis sejadi-jadinya tanpa ada yang harus tau. Karena Luna pergi ke kamar mandi yang jarang sekali murid datangi.

Luna tak mengeluarkan kalimat apapun saat ini dia hanya nangis sambil menatap dirinya dari kaca, kenapa hidupnya seperti ini?
Saat masih menangis tiba-tiba ada yang masuk kedalam kamar mandi itu saat itu juga Luna langsung berhenti menangis dan langsung membasuh mukanya dia tidak boleh terlihat lemah di hadapan orang.

"Bener kan dugaan gue pasti kak Luna lagi nangis di sini! Ka Deva berantem noh di lapangan!" Ucap adik kelasnya, setelah mengucapkan itu dia pergi meninggalkan Luna yang masih mencerna ucapan adik kelas tadi.

Luna langsung berlari kearah lapangan setelah mendengar ucapan adik kelasnya, tubuh mungilnya menerobos kerumunan orang yang sedang mengelilingi Deva yang tengah bertengkar.

"Misi, misi!" Ucap Luna sedikit keras.

Saat sudah berhasil menerobos Luna langsung berlari untuk memisahkan Deva dia tahu betul bagaimana jika Deva sudah emosi sampai lawannya pingsan pun Deva tak akan pernah berhenti mungkin dia akan berhenti jika lawannya sudah tidak bernyawa.

"Deva udah!"

Bugh.

Deva melotot kaget karena harusnya dia meninju wajah lawannya, tapi kini sasarannya salah Deva malah meninju wajah Luna, kekasihnya.

Luna langsung terhuyung ke belakang darah segar itu kembali mengalir di sudut bibirnya, tak terasa air mata lolos begitu saja. Semua yang menyaksikan itu meringis saat Deva malah menonjok wajah Luna, tapi tak ada satupun yang membantu gadis itu.

Deva masih diam di tempat nya, sampai pada akhirnya Deva menarik tangan Luna untuk berdiri dan mereka berdua pergi kearah UKS untuk mengobati luka Luna.

"Gak usah lebay! Salah lo sendiri ngapain ngalangin gue buat nonjok si Raka!" Ucap Deva.

"Aku sangat tau kamu Dev, aku gak mau kejadian satu tahun lalu terulang dimana saat itu kamu nonjok Zidan padahal kamu tahu kalo Zidan udah gak berdaya." Ucap Luna parau sambil menahan air matanya lagi.

HURT [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang