Vote and komennya jangan lupa ❤️
Happy reading...
Hari ini sangat melelahkan bagi Luna, setelah menjenguk sang mama, Rava dan Tasya mengajaknya untuk jalan-jalan. Tentunya Luna mau, sebagai pengisi hari liburnya. Karena besok ia harus kembali sekolah.
"Dari mana kamu?" Tanya Toni, menyambut kedatangan Luna.
"Jalan-jalan pa,"
"Jalan-jalan menemui si jalang, iya?!" Suara Toni mulai membentak.
Luna kaget dengan perkataan papanya, dari mana ia tahu?
"Pa-papa tau dari mana?" Tanya Luna terbata dan takut.
Toni menyeringai, lalu mendekati Luna. "Papa pernah bilang jangan pernah main-main sama papa." Toni menarik nafasnya dalam. "Beberapa hari belakangan ini papa sudah berusaha untuk menjadi papa yang baik buat kamu, karena kamu mulai mengikuti peraturan dan perkataan papa. Tapi sekarang, kamu berani membantah lagi, Luna?!"
Luna menunduk takut, air mata sudah membasahi pipinya. "Tapi pa hiks aku hanya kangen sama mama."
"Kamu kangen sama dia, sedangkan dia nggak! Jangankan kangen, ingat kamu anaknya aja nggak! Jangan bodoh Luna, orang itu tidak pantas kamu sebut mama!" Kini emosi Toni mulai meledak.
"Ta-tapi pa, mama gak inget aku karena separuh ingatannya hilang. Harusnya a-aku dan papa bisa mengerti," ucapnya lirih dan terbata.
Toni memandang Luna dengan emosi yang semakin meninggi, "Sangat tidak sudi papa mengerikan kondisi dia! Papa marah bukan hanya karena kamu menemui si jalang itu, tapi karena beberapa hari kemarin kamu jalan kan dengan Deva?! Kali ini sangat fatal Luna, dan papa akan memberikan kamu hukuman yang setimpal!"
Luna tak menjawab, memang yang di ucapkan papanya barusan benar, kemarin malam ia, Deva dan Melly habis jalan. Kenapa begitu menyakitkan? Menemui sang mama tidak boleh, jalan dengan pacar sendiri tidak boleh. Terlalu banyak peraturan dan hukuman yang Toni berikan.
"Ayo ikut papa!" Toni menarik tangan Luna kasar.
"Ke-kemana pa?"
Toni tak menjawab, dia membawa Luna keluar rumah, lalu di hempasnya tubuh Luna hingga membentur tiang dekat teras.
"Hukumannya, malam ini kamu tidur di luar!" Ucap Toni, sambil membalikkan badannya. Berniat meninggalkan Luna di luar.
Namun Luna mencegahnya dengan memeluk kaki sang papa dengan air mata yang terus membanjiri pipinya.
"Aku mohon pa, maafin aku. Jangan hukum aku tidur di luar, di sini dingin. Aku janji gak akan melanggar peraturan papa lagi, tapi aku mohon pa jangan hukum aku tidur di luar, aku takut pa." Ucap Luna.
Toni kembali menghempas tangan Luna yang memeluk kakinya. "Berapa kali kamu bilang janji sama papa Luna?! Dan akhirnya kamu tetap saja melanggar! Kali ini papa tidak peduli, itu sudah menjadi hukuman kamu!"
Setelahnya Toni kembali melangkah, dan menutup pintu rumahnya dengan kencang. Saat Luna berusaha membuka, tidak bisa papa nya sudah mengunci dari dalam.
Luna kembali menangis, sambil memeluk tubuhnya sendiri. Kenapa aku harus menerima hukuman ini lagi Tuhan? Tidak bisakah Engkau mengizinkan aku untuk bahagia lebih lama lagi?. Ucap Luna dalam hatinya, karena bibirnya sudah kelu untuk bicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
HURT [Sudah Terbit]
Teen Fiction[Beberapa part udah di hapus secara random] Menyedihkan. Menyakitkan. Mengecewakan. Kira-kira seperti itulah gambaran kehidupan yang aku alami. Kehidupan yang penuh dengan air mata, hanya karena satu kesalahpahaman. Copyright 2019 @caca Start : 2 Ok...