Thirty Two

84.5K 3.2K 289
                                    

Vote and komennya jangan lupa ❤️

Vote and komennya jangan lupa ❤️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•Deva Radhian•

Para heters nya Deva, tuh gue kasih bahan hujatan wkwk. Sok silahkan yang mau hujat, tapi jangan berlebihan ya kasihan')

Happy reading...

Sepulang sekolah Luna memutuskan untuk langsung pulang ke rumah, ya gadis itu tidak ingin pergi ke rumah Deva. Dia tidak mau masalah selalu datang padanya, ia harus bisa melupakan Deva, tidak ada salahnya untuk mencoba bukan? Sakit? Jelas, manusia mana yang tidak sakit hati kalau harus mengikhlaskan seseorang yang sangat di sayangi nya bersama orang lain, pasti hampir semua jawabannya sama, yaitu sakit yang mendalam. Ingin memaksa agar terus bersama, namun semuanya tidak bisa di atur sesuai kehendak Luna, ya, ini semua sudah rencana Tuhan.

"Assalamualaikum," ucap Luna saat memasuki rumah.

"Waalaikumsalam,"

"Loh papa mau kemana?" Tanya Luna saat melihat Toni keluar dari kamar sambil membawa satu koper ukuran sedang.

Toni tersenyum lalu menghampiri Luna yang sedang duduk di sofa, "Papa ada kerjaan di malang, jadi selama satu minggu papa di sana. Jaga diri kamu dan jangan capek-capek di rumah," pesan Toni seraya mengelus rambut Luna.

"Harus satu minggu pa? Luna boleh ikut?"

"Papa di sana kerja sayang, lagian kamu sudah kelas 12 gak bagus kalau kamu banyak izin."

Entah kenapa hati Luna menghangat saat mendengar Toni memanggilnya 'sayang' ya Tuhan rasanya sangat menyenangkan.

"Yaudah hati-hati pa,"

"Pasti. Kamu juga hati-hati di rumah, bi Surti sudah papa ingatkan supaya temani kamu selama papa di malang."

"Nggak usah-"

"Jangan membantah. Papa berangkat, assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," ucap Luna lalu mengantarkan Toni sampai ke depan.

Setelah mobil Toni pergi, Luna tersenyum sesaat lalu menghembuskan nafasnya berat, kepalanya mulai terasa pusing dan badannya pun sudah lemas, mungkin karena hari ini ia terlalu capek. Dengan sisa tenaganya Luna berjalan sempoyongan ke dalam. Belum sempat sampai di depan pintu tiba-tiba badannya ambruk dan nafasnya mulai kembali sesak.

Gue harus bisa sampai kamar, ya, jangan lemah Luna. Ucapnya memberi semangat kepada diri sendiri.

Luna berusaha bangkit, mencari pegangan untuk membantu dirinya. Namun lagi-lagi gagal karena kepalanya semakin pusing dan nafasnya pun sudah tidak bisa di atur.

HURT [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang