Vote and komennya jangan lupa ❤️
Happy reading...
Hati Deva meringis nyeri saat melihat kondisi Luna saat ini, di sekujur tubuh cewek itu banyak sekali luka lebam bahkan di mukanya pun ada. Deva tidak tahu menahu soal itu, pikirnya Luna selalu memakai Hoodie dan masker ke sekolah karena cewek itu hanya kurang enak badan. Mungkin salah satu penyebab lebam di sudut bibir itu karena ulahnya.
"Ma-" mulut Deva sangat sulit hanya ingin mengungkapkan kata maaf pada gadis di depannya ini. Saat ini dua perasaan sekaligus yang sedang Deva rasakan perasaan benci dan kasian.
Rava masuk lalu duduk di sofa yang tersedia di dekat jendela kamar Luna, Rava sengaja memasuki Luna ke ruangan VVIP karena agar Luna mendapat perawatan khusus itu juga sebagian besar perintah dari Deva dan papa Luna.
"Oh iya Dev nanti jam makan siang om Toni mau kesini, saran gue siang nanti lo jangan ada di sini dulu karena pasti bakal mengundang keributan." Ucap Rava lalu cowok itu mendekati Deva yang sedang duduk di samping brangkar Luna dengan tatapan kosong.
Deva tersadar dari lamunannya.
"Iya gue tau. Makasih Rav udah bawa Luna ke rumah sakit." Ucap Deva Tantunya Deva mengucapkan itu dengan tidak sadar.Rava mengulas senyum tipis lalu cowok itu mengangguk sambil memegang bahu Deva.
"Gue tau Dev lo masih peduli, karena rasa cinta lo sama Luna jauh lebih besar di banding rasa benci lo. Gue si berharap lo berhenti bersikap kasar sama dia, dia tertekan Dev-"
Deva menatap Rava sinis. "Tau apa lo tentang perasaan gue? Gue udah gak peduli ya sama dia! Gue bertahan cuma mau bales dendam aja, dan bales dendamnya harus sebanding dengan sakit yang gue rasain satu tahun lalu." Potong Deva cepat.
Rava menghembuskan nafasnya, sesulit itukah Deva mengakui bahwa dirinya masih mencintai Luna? Bukannya so tau atau gimana tapi Rava sudah kenal dengan Deva sejak lama dan bisa Rava lihat cara Deva memandang Luna juga berbeda, lelaki itu memandang dengan rasa khawatir yang luar biasa namun ego masih menyelimutinya.
"Gue gak mau lo menyesal di kemudian hari Dev. Toh kejadian tahun lalu bukan salah Luna, menurut gue Luna juga gak tahu tentang masalah itu." Ucap Rava yang hanya di abaikan oleh Deva.
Deva dan Rava tak saling bercakap karena Luna sudah membuka matanya. Gadis itu mengeluh pusing dan badan yang menggigil.
"Deva? Rava? Kalian gak sekolah? Kenapa gue ada di sini?" Tanya Luna banyak yang membuat Deva memutar bola matanya jengah.
"Tadi pagi pas gue jemput lo, singkat cerita aja gue nemuin lo pingsan di kamar mandi dengan air yang mengguyur lo dan pas gue pegang suhu badan lo dingin, jadi gue langsung bawa ke sini." Jelas Rava.
Ingatannya tentang kejadian semalam terputar lagi di dalam otaknya, di mana saat itu Toni menjambak, mendorong, menampar dan mengguyur Luna dengan air shower. Tiba-tiba hatinya sakit mengingat bagaimana ancaman Toni semalam, ancaman tentang mamanya, Luna yang di larang keras untuk menemuinya bahkan dilarang membantu pengobatan mamanya. Kini tatapan Luna beralih pada Deva yang masih diam di sampingnya dengan tatapan tajam lelaki itu.
"Dev kamu kenapa ada di sini? Gak sekolah?" Tanya Luna. Dia berharap jawaban Deva bisa membuat hatinya senang.
"Ck, gak usah banyak tanya! Mending lo istirahat, mesih untung gue mau temenin lo!" Ucapn Deva sedikit membuat Luna senang tak apa walau kasar yang penting untuk saat ini Deva masih mau menemaninya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HURT [Sudah Terbit]
Novela Juvenil[Beberapa part udah di hapus secara random] Menyedihkan. Menyakitkan. Mengecewakan. Kira-kira seperti itulah gambaran kehidupan yang aku alami. Kehidupan yang penuh dengan air mata, hanya karena satu kesalahpahaman. Copyright 2019 @caca Start : 2 Ok...