Vote and komennya jangan lupa ❤️
Happy reading...
"Dev, lusa kamu udah boleh pulang ya?" Tanya Luna.
"Hmm,"
Luna tak menanggapi ia hanya tersenyum saja, lalu tak lama pintu terbuka menampilkan suster sambil membawa nampan yang berisi makan malam Deva, dan beberapa pil obat yang harus Deva minum.
"Selamat malam, kak, ini obat dan makan malam nya." Ucap suster itu ramah.
"Iya makasih sus," ucap Luna menanggapi, lalu mengambil alih nampan itu.
Suster itu mengangguk lalu langsung pergi meninggalkan Luna dan Deva kembali berdua. Luna mendekatkan kursinya ke brangkar Deva, lalu menarik meja yang di khususkan untuk pasien makan.
"Ini Dev makan malam nya, mau aku suapin atau makan sendiri?" Tawar Luna.
Deva berdecih, "Kedua tangan gue masih berguna, jadi gue masih bisa makan sendiri." Ucapnya ketus.
Luna hanya mengangguk lalu membiarkan Deva makan sendiri. Setelah selesai, Luna langsung menyiapkan obat yang akan di minum oleh Deva.
"Ini Dev," ucap Luna memberikan empat butir obat itu pada Deva.
Deva menerimanya tanpa berkata apapun, "Lo gak pulang?"
Luna tersenyum karena sedari tadi siang baru saat ini Deva bertanya lebih dulu padanya. "Nanti nunggu Tante Dian datang."
"Lo pulang aja deh, gue bisa sendiri di sini." Ketus Deva.
"Nggak Dev, gapapa aku tungguin kamu sampai Tante Dian datang."
"Terserah."
Luna diam, ia membereskan bekas Deva makan. Lalu menyimpannya di nakas. Luna melihat Deva hendak turun dari brangkar, sontak ia langsung mendekat.
"Mau kemana Dev?" Tanya Luna berusaha membantu.
Dengan kasar Deva menghempas tangan Luna. "Gue gak lumpuh, jadi lepas!"
"Tapi kamu-"
"Banyak omong!" Deva kembali menghempas tangan Luna, lalu ia jalan begitu saja menuju kamar mandi.
Luna menghembuskan nafasnya berat, keadaan sakit pun Deva masih saja kasar padanya. Apakah salah jika Luna ingin membantu? Tiba-tiba terlintas dalam pikirannya untuk membuat inspirasi baru di kamar Deva. Dengan cepat Luna mengeluarkan beberapa kertas origami yang tadi ia bawa saat tadi di sekolah. Ya memang Luna sedari pulang sekolah belum pulang ke rumahnya. Luna membentuk love pada kertas origami itu lalu di tata membentuk love kembali di kasur Deva, setelah selesai ia merapikan bekasnya. Dan tak lama Deva keluar dari kamar mandi.
"Dev kenapa?" Tanya Luna panik saat Deva keluar sambil meringis dan memegang perutnya.
Deva tak menjawab, dan ia membiarkan saja Luna membantunya sampai bangkar. Saat sudah di samping bangkar, Deva terkejut melihat kasurnya yang di penuhi oleh kertas origami yang berbentuk love.
"Ini apaan sih?! Awasin gue mau istirahat!" Bentak Deva tak suka.
Dengan cepat Luna membereskan kertas origami yang ia tata tadi dan membuangnya ke tong sampah di dekat pintu kamar mandi. Lalu ia membantu Deva untuk berbaring. Sakit? Jelas Luna rasakan itu, ia sudah berusaha membuat Deva sedikit senang namun hasilnya tetap saja sia-sia. Sampai kapanpun apa yang Luna lakukan memang selalu salah di mata Deva. Iya itu faktanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HURT [Sudah Terbit]
Novela Juvenil[Beberapa part udah di hapus secara random] Menyedihkan. Menyakitkan. Mengecewakan. Kira-kira seperti itulah gambaran kehidupan yang aku alami. Kehidupan yang penuh dengan air mata, hanya karena satu kesalahpahaman. Copyright 2019 @caca Start : 2 Ok...