Vote and komennya jangan lupa ❤️
Happy reading...
"Kata dokter mama mengalami depresi berat pa, dan Mama sering mericau menyebut nama papa. Dokter nyaranin buat papa nemuin mama karena itu bisa jadi pengaruh besar terhadap kesembuhan mama." Ucap Luna sedikit takut.
Toni menutup laptopnya, dan langsung berdiri mendekati Luna.
"Tadi kamu bilang apa? Dokter? Kamu berani Luna menemui si jalang itu?! Sudah berapa kali papa ingatkan sama kamu tapi kamu selalu membantah perkataan papa!" Ucap Toni sambil menghempas tangan Luna yang memegang tangannya.
"Pa hanya itu satu-satunya cara supaya mama cepat sembuh. Luna janji gak minta uang sama papa untuk pengobatan mama yang penting papa mau nemuin mama," ucap Luna memohon.
"Peduli setan papa dengan si jalang itu! Tadi kamu bilang apa temui dia? Jangankan menemuinya menginjakkan kaki papa di rumah sakit pun sangat tidak sudi! Kamu sudah kelewatan menentang papa Luna kamu harus tau akibatnya!"
"Apa? Papa mau tampar Luna silahkan pa. Papa mau tendang, mau maki Luna? Silahkan kalo perlu papa bunuh aja Luna!" Luna menjeda ucapannya. "Silahkan lakukan pa kalo itu bisa membuat papa nemuin mama." Suara Luna mulai memelan karena air mata kembali jatuh di pipinya. Mungkin semua orang menganggap Luna sangat lemah karena setiap hari sering sekali menangis tapi hanya ini yang bisa Luna lakukan.
Toni mencengkeram erat tangan Luna lalu lelaki itu menyeret Luna ke kamar mandi belakang. Di tendangnya pintu kamar mandi dan saat itu juga tubuh Luna di hempas sampai membentur kloset duduk yang ada di dalamnya. Kemudian Toni menyalakan shower agar bisa mengguyur tubuh Luna. Ada perasaan tidak tega melihat putrinya seperti ini tapi emosinya lebih mendominasi di banding dengan rasa kasihan nya.
Luna menangis di sela-sela air yang mengguyur nya, luka yang di buat papanya kemarin saja belum sembuh di tambah sekarang luka baru? Mau sampai berapa luka yang ingin Toni berikan untuk Luna. Toni mendekat dan itu membuat tubuh Luna bergetar hebat. Tangan Toni menarik rambut Luna kencang.
"Agh sakit pa," rintihnya.
"Ini belum seberapa papa hukum kamu Luna! Kalau papa masih mendengar kamu temui si gila itu papa akan lebih menyiksa kamu! Ancaman papa tidak pernah main-main!" Kata Toni sambil terus menjenggut rambut Luna.
Shit! Hati Luna semakin sakit saat Toni menyebut mamanya dengan sebutan gila. Kemarin jalang, sekarang gila, besok apa? Sampah. Sudah cukup sakit hati Luna saat ibunya, orang yang melahirkan nya di caci maki dengan sebutan yang tidak pantas seperti itu. Namun Luna tak berani melawan saat ini seluruh badannya lemas.
"Sakit pa hiks,"
"Turuti perintah papa Luna kalau kamu mau si jalang itu baik-baik saja!"
Luna melotot kaget dengan pernyataan papanya, "Ma-k-sud papa?"
"Kalau kamu mau si jalang itu baik-baik saja hidupnya dan papa tidak buat dia tersiksa. Cukup dua syaratnya, pertama kamu jangan pernah menemui dia lagi dan yang kedua jangan memberikan apapun sama dia! Paham kamu Luna?!" Tanya Toni sambil melepaskan jenggutannya.
Tentu Luna tak mau persyaratan seperti itu sama saja Luna membiarkan ibunya kesusahan. "Pa-"
"Terserah kamu! Tapi kalo kamu gak mengikuti persyaratan papa, kemungkinan si jalang itu tidak hanya menderita papa akan membuat dia lebih gila dari sekarang!" Setelah mengucapkan itu Toni menutup pintu kamar mandi dan menguncinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HURT [Sudah Terbit]
Teen Fiction[Beberapa part udah di hapus secara random] Menyedihkan. Menyakitkan. Mengecewakan. Kira-kira seperti itulah gambaran kehidupan yang aku alami. Kehidupan yang penuh dengan air mata, hanya karena satu kesalahpahaman. Copyright 2019 @caca Start : 2 Ok...