Vote and komennya jangan lupa ❤️
Happy reading...
Suasana di rumah Rava pagi ini sudah ramai di kunjungi oleh warga yang ingin ngelayat atau sekedar berbelasungkawa atas kepergian papa Rava.
Tasya dari semalam selalu menemani Rava di rumah sakit, gadis itu tahu bahwa Rava butuh seseorang untuk menguatkannya. Tasya sudah puluhan kali menelpon Luna namun hasilnya tetap saja nomor Luna tidak aktif.
"Gimana? Luna udah jawab pesan lo?" Tanya Rava.
Tasya menggeleng lemah, "Belum, sabar aja mungkin nanti siang dia ke sini."
Rava tak menjawab, cowok itu lalu masuk kedalam untuk menemui ayahnya yang sedang di tutupi kain putih dan di kelilingi beberapa tetangga yang sedang membacakan ayat suci Al-Quran, ia paham kenapa Luna menghindar seperti ini, semua juga salahnya, kalau saja dia tidak menyembunyikan ini mungkin saat ini Luna ada di sampingnya, menemani dan menenangkannya.
"Selamat jalan pa, maafin Rava belum bisa membahagiakan papa selama ini. Sesuai janji Rava semalam, secepatnya Rava akan menyelesaikan kesalahpahaman ini, maaf kalau Rava harus egois. Semoga tenang di kehidupan baru papa, pasti sekarang papa udah bisa ketemu mama kan? Semoga kalian bahagia di sana, tunggu Rava, suatu saat nanti pasti Rava akan nyusul untuk bertemu kalian." Ucap Rava lirih, sambil mencium kening papa nya lama, dan tak lama ia menutup kembali kain putih yang menutupi wajah sang papa.
Tasya yang melihat itu hanya tersenyum singkat, "Rav boleh gue buka kain putih nya? Untuk lihat papa lo?" Izin Tasya.
"Silahkan, gue ke kamar dulu." Pamit Rava lalu cowok itu bangkit dan pergi meninggalkan ruang tamu.
Setelah kepergian Rava, Tasya langsung membuka kembali kain putih itu. Tasya tersenyum, "Selamat jalan om, walaupun aku gak pernah mengenal om lama, tapi aku tahu om orang baik. Terimakasih karena semalam om sudah memberitahu aku tentang salahpaham yang Rava maksud, aku janji akan membantu Rava untuk menyelesaikan semuanya. Jadi om yang tenang di sana, karena secepatnya semua ini akan berakhir." Om benar Rava memang egois, aku akan berusaha membujuk Rava untuk mengakui semuanya, biar tidak ada yang tersakiti lagi. Lanjut Tasya dalam hati.
Hari semakin siang, setelah jenazah sang papa di sembahyang kan, kini papa nya akan di bawa ke tempat peristirahatan terakhir. Rava sudah mengikhlaskan kepergian sang papa, mungkin jalan terbaik dari Tuhan. Semua warga dan teman-temannya yang datang secara perwakilan dari sekolah mengucapkan berbelasungkawa, namun di dalamnya tidak ada Luna, kemana gadis itu? Apakah masih marah padanya? Padahal saat ini Rava sangat membutuhkan keberadaan Luna.
Semua tamu mulai pergi meninggalkan pemakaman, Rava masih setia duduk di samping makam sang papa, ia masih tidak menyangka papa nya akan pergi menyusul mama nya secepat ini, kini Rava hanya hidup sendirian. Menyakitkan memang. Mungkin ini semua teguran dari Tuhan karena ia telah jahat menutupi kebenaran yang seharusnya di ungkapkan.
"Sya?" Panggil nya pada Tasya yang masih setia berdiri di sampingnya.
"Iya, kenapa Rav?"
"Boleh gue minta tolong?"
"Apa?"
"Tolong tinggalin gue di sini sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
HURT [Sudah Terbit]
Teen Fiction[Beberapa part udah di hapus secara random] Menyedihkan. Menyakitkan. Mengecewakan. Kira-kira seperti itulah gambaran kehidupan yang aku alami. Kehidupan yang penuh dengan air mata, hanya karena satu kesalahpahaman. Copyright 2019 @caca Start : 2 Ok...