Fourteen

86.2K 3.7K 214
                                    

Vote and komennya jangan lupa ❤️

Happy reading...

"Luna.." panggil Deva, ya kini Deva dan Luna sedang berada di balkon kamar Luna.

"Iya Dev?"

"Kalau nanti ada yang bikin kamu nangis, kamu bilang ya sama aku."

Luna menyirit bingung, "Kenapa emang?"

Deva tersenyum penuh arti, lalu mengacak rambut Luna sayang. "Biar aku hajar orangnya, soalnya aku gak akan biarin siapapun bikin kamu nangis. Aku gak suka kamu keluarin air mata, kecuali air mata bahagia."

Luna tersenyum senang, perasaannya menghangat saat mendengar ucapan Deva.

"Tapi kalau suatu saat nanti kamu yang buat aku nangis gimana?" Goda Luna.

"Aku akan benci diriku sendiri, karena gak bisa buat pacar kesayanganku bahagia." Kata Deva sambil mengecup kening Luna.

Luna tak bisa menjawab ucapan Deva, lalu cewek itu memeluk tubuh Deva erat. Seolah mengartikan agar Deva selalu di sisinya, apapun yang terjadi nanti.

"Janji akan selalu bahagia?" Ujar Deva sambil menyodorkan jari kelingkingnya.

Luna tersenyum lalu menautkan jari kelingkingnya ke jari kelingking Deva. "Janji,"

Kini keduanya saling pandang, lalu melempar senyum tulus. Malam ini dunia serasa milik mereka berdua, beginilah bahagianya jika saling mencintai. Tidak ada yang tersakiti, sama-sama menjanjikan untuk saling bahagia, dan menjanjikan untuk selalu bersama-sama. Deva dengan cepat langsung memeluk Luna erat, keduanya sama-sama menikmati pelukan itu. Pelukan dengan penuh arti dan kasih sayang.

Deva terdiam, tiba-tiba saja kenangan manis bersama Luna berputar di otaknya. Janji itu, janji yang sering Deva ucapkan kepada Luna bahwa kalau Deva membuat Luna menangis Deva akan membenci dirinya sendiri, tapi sekarang? Alasan Luna menangis adalah dirinya. Ah tapi dendamnya kembali membentengi hati Deva. Laki-laki itu kini bingung dengan perasaannya sendiri.

Saat Deva masih diam di kamarnya, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu bisa Deva tebak pasti itu ibunya.

"Deva, boleh mama masuk?" Ucap Dian---mamah Deva.

"Iya ma masuk aja, gak aku kunci ko pintunya."

Pintu kamar terbuka sempurna menampilkan Dian tengah tersenyum kearah Deva sambil membawa nampan berisi makan malam.

"Mama ngapain repot-repot bawain itu? Aku bisa turun ke bawah buat makan." Ucap Deva seraya mengambil alih nampan di tangan ibunya.

"Gapapa, mama kangen kasih makan ke kamar kamu."

Deva terkekeh geli, dia jadi ingat masa kecilnya. Saat itu Deva sangat malas jika harus keluar kamar, karena di dalam kamar ada game yang sering Deva mainkan. Maka dari itu Deva tidak pernah keluar kamar, paling hanya sekolah jika sarapan atau makan malam pasti dengan rutin Dian yang membawakan makan untuk anak tunggalnya itu.

"Makan dulu, setelah makan ada yang mau mama bicarain sama kamu." Ucap Dian serius.

"Soal apa?"

HURT [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang