31. Confession

5.5K 654 27
                                    

Namjoon membuka perlahan pintu di hadapannya. Ia menutup pintu itu kemudian berjalan menghampiri Seokjin yang masih tak bergerak di ranjangnya. Namjoon berdiri mematung di samping Seokjin, menatap nanar peralatan medis dan perban yang menempel pada tubuhnya. Bunyi peralatan medis memecah keheningan yang menyelimuti kamar itu.

Mata Namjoon kini beralih pada Seokjin yang masih menutup matanya. Seokjin begitu pucat. Matanya tertutup rapat, bibir tebal yang kini tampak begitu pucat pun mengatup rapat. Tak terasa air mata mulai membasahi pipi Namjoon. Perlahan Namjoon meraih tangan Seokjin dan meremasnya pelan, berharap dengan remasan tersebut energi yang ada dalam tubuh Namjoon bisa sampai pada Seokjin.

"Halo, sayang."

Namjoon mengecup pipi Seokjin dan bertahan sebentar di sana, mengalirkan kehangatan dari kecupan Namjoon untuk Seokjin. Ibu jari Namjoon mengusap pelan tangan Seokjin yang sedang digenggamnya. Perlahan Namjoon melepas kecupannya dan tersenyum lembut pada Seokjin yang masih tidak menunjukkan reaksi. Namjoon duduk di kursi dan kembali menatap Seokjin. Ia mengecup tangan Seokjin dan kembali mengusapnya dengan ibu jarinya.

"Apa kabarmu, hm? Masih betah dengan tidur panjangmu?"

Namjoon tersenyum dan menunduk sejenak. Ia mengambil napas panjang sebelum kembali berkata.

"Sudah satu minggu, Seokjin. Tidurmu lama sekali. Tak tahukah kau bahwa aku rindu?"

Namjoon kembali mengecup tangan Seokjin lembut. Ia bertahan di sana seraya kembali berkata.

"Aku rindu. Rindu sekali."

Namjoon menyandarkan kepalanya ke bantal Seokjin dan ia kembali berbicara, seolah-olah sedang mengobrol dengan Seokjin. Sesekali pun ia terkekeh dan tertawa.

"Waktu sedang memandikan Soobin, ia terus menyemprotiku dengan air. Tentu saja aku langsung basah kuyup, padahal aku masih memakai pakaian kantor. Soobin tertawa riang. Rasanya ia senang sekali melihatku basah kuyup. Aku pun hanya bisa tertawa. Ah, anak kita manis sekali, ya?"

"Ah, pernah suatu saat Soobin sulit sekali untuk tidur. Ia terus melompat-lompat di atas kasurnya dan menjerit-jerit riang. Aku kewalahan karenanya. Jadi, aku memutuskan untuk membuat sebuah kemah dari selimut dan tumpukan bantal. Wah, Soobin kegirangan sekali karenanya. Di dalam kemah tersebut aku membacakannya sebuah cerita. Ia menyimak ceritaku dengan begitu antusias. Tak lama kemudian, ia tertidur nyenyak dengan bibir yang sedikit terbuka. Lucu sekali. Aku mengambil beberapa foto dirinya kala itu, nanti aku tunjukkan padamu."

"Tempo hari ketika aku menjemput Soobin di taman kanak-kanak, beberapa ibu yang ada di taman kanak-kanak itu terus melihatku seraya berbisik-bisik dan tersenyum genit. Sepertinya mereka menyukaiku. Mereka tidak tahu saja bahwa aku sudah memiliki mate yang sangat manis, yaitu dirimu."

Namjoon terus saja berbagi ceritanya dengan Seokjin seperti itu. Meskipun ia tahu bahwa Seokjin tidak akan meresponnya, tapi ia terus melakukan itu. Hati Namjoon terasa hangat dan lega ketika ia berbicara dengan Seokjin seperti itu. Dalam sehari ia bisa menghabiskan waktu berjam-jam bersama Seokjin di kamarnya. Terkadang ia tertidur di samping Seokjin, dengan tangan yang saling bertautan.

Namjoon melirik arlojinya. Sudah pukul delapan malam. Ia harus cepat pulang. Ia tidak suka meninggalkan Soobin di rumahnya terlalu lama. Namjoon kembali menatap Seokjin dan ia tersenyum lembut padanya.

"Sudah pukul delapan malam. Aku tidak suka jika Soobin ditinggalkan di rumah terlalu lama. Maafkan aku, sayang."

Namjoon mendekatkan dirinya pada telinga Seokjin. Ia mengecup bahu Seokjin yang ada bekas gigitannya. Ia berbisik tepat di telinga Seokjin. Namjoon membisikkan kata cinta, mengungkapkan betapa ia mencintai Seokjin. Namjoon terus membisikkan kata cinta itu seraya mengusap rambut dan dahi Seokjin. Sesekali Namjoon mencium pipi Seokjin di tengah bisikan lembutnya itu.

The BetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang