42. Misunderstanding

4.7K 613 65
                                    

"Sampai kapan kau akan merahasiakan ini dari Seokjin, Namjoon?"

Namjoon seketika membuka matanya dan menatap lawan bicaranya. Lawan bicaranya itu menghela napas dan memutar bola matanya kemudian menyesap bir di tangannya.

"Sampai semuanya siap, Yoongi."

Lawan bicaranya, Yoongi, sontak melirik pada Namjoon. Ia meletakkan gelas birnya di meja dan melipat tangannya di dada. Ia menatap tajam pada Namjoon.

"Apa lagi yang belum siap? Cincin pertunangan sudah kau pesan dan kini sudah ada di tanganmu. Reservasi restoran pun sudah kau lakukan, bahkan kau menyewa satu restoran itu untuk satu malam penuh. Kau sudah membeli dua pasang tuksedo mahal langsung dari desainernya, ditambah dengan tuksedo untuk Soobin. Kini kau sedang bekerja keras untuk menyelesaikan segala pekerjaanmu di kantor agar kau bisa cuti bulan madu nanti. Kau kemarin baru saja membeli sebuah rumah megah untuk tempat tinggal keluarga kecilmu nanti. Dan kau berkata seolah-olah ada yang belum siap?"

Namjoon menghela napas dan mengusap wajahnya frustasi. Ia menenggak bir di gelasnya hingga habis.

"Hei, kendalikan dirimu. Jangan minum terlalu banyak seperti itu."

Yoongi mengambil botol bir mahal yang terletak di dekat Namjoon. Namjoon mengeluh ketika melihat Yoongi mengambil botol birnya.

"Entahlah, Yoongi. Aku merasa ada sesuatu yang belum siap."

"Jika kau merasa ada sesuatu yang belum siap, itu berarti kau sendiri lah yang belum siap."

Namjoon tersentak dengan pernyataan Yoongi. Yoongi tersenyum miring ketika pernyataannya tepat mengenai Namjoon. Ia menggoyangkan gelas birnya sebelum menyesapnya dan mendesah nikmat.

"Apa yang kau takutkan hingga kau merasa belum siap, hm?"

"Entahlah. Ini bukan tentang Seokjin, namun tentang diriku sendiri."

Yoongi menaikkan sebelah alisnya, minta penjelasan. Namjoon menghela napas sebelum ia mencurahkan hatinya.

"Aku takut jika aku akan menyakiti Seokjin dan Soobin lagi. Aku takut mereka akan tersakiti lagi olehku."

"Dasar bodoh. Jawaban dariku simpel saja. Jika kau takut kau akan menyakiti Seokjin dan Soobin lagi, maka dari itu jangan kau lakukan. Jangan kau sakiti mereka lagi."

Namjoon terdiam. Yoongi yang sudah jengah dengan Namjoon itu berdecak sebal.

"Ah, aku sudah melewatkan makan malam bersama omega manisku yang tengah mengandung dan anakku yang lucu hanya karena meladeni hatimu yang galau karena suatu hal yang bodoh. Kau harus membayar untuk ini, Namjoon. Jadikan aku best man di upacara pernikahanmu."

"Tentu, tentu saja. Sebelumnya juga aku berpikir bahwa aku akan menjadikanmu best man untukku."

Yoongi mengangguk puas. Ia menyambar ponsel dan kunci mobilnya.

"Kau tidak perlu takut. Kau mencintai Seokjin dan Soobin, bukan? Maka dari itu, tidak ada yang perlu ditakutkan. Berhenti meragukan dirimu sendiri dan percaya dirilah. Kau takkan menyakiti mereka lagi, Namjoon. Aku yakin itu. Sekarang, mintalah Seokjin untuk menjadi suamimu. Propose him."

-

Namjoon menopang dagunya dengan tangan kiri sambil memutar-mutar kotak cincinnya dengan tangan kanan. Ia menatap kotak cincin beludru berwarna merah itu dengan tatapan kosong. Kemudian ia menghela napas.

Namjoon memang sedang meragukan dirinya sendiri kini. Apakah ia adalah yang terbaik bagi Seokjin dan Soobin? Apakah ia bisa menjadi suami dan ayah yang baik bagi keluarga kecilnya? Bagaimana jika ia berbuat kesalahan hingga melukai Seokjin dan Soobin? Bagaimana jika ia tidak dapat membahagiakan Seokjin dan Soobin? Bagaimana jika ia malah mengecewakan Seokjin dan Soobin?

The BetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang