Hari semakin larut, ini adalah saatnya untuk pulang. Besok aku harus pergi ke sekolah. Sekarang sudah pukul 23.09 WIB. Awalnya ibu melarangku untuk bekerja menjadi penyiar radio, karena tidak tahu akan ditempatkan shift apa, karena di sini penyiarnya diacak setiap minggu.
Apakah ayah tidak berpikir bahwa aku belum pulang? Kutelepon tidak diangkat, di-chat tidak dilihat ataupun dibalas.
Kunyalakan flash light bagian depan dan mulai menjadi alay, "Halo! Kalian bisa lihat, aku lagi di mana dan ngapain?" Aku mengantuk sehingga terlihat sedikit kemerahan saat di kamera.
Di kamera terlihat ada tangan bergerak ke arahku. Aku ragu untuk menoleh, dan akhirnya ... tangan itu menepukku. "Ran, ngopi yuk!"
"Astaghfirullah, kaget. Mbak Galuh." Ternyata bukan hantu. Kulanjutkan, "Bukan hantu, Guys, ini Mbak Galuh."
"Ya kali aku hantu, Ran. Cantik gini." Dia tertawa dengan ucapannya sendiri. Kumatikan kameraku. Menemani Mbak Galuh yang sedang menikmati kopinya di sampingku.
Di atas pukul 23.00 radio harus off air, karena sudah saatnya orang tidur, terutama kaum laki-laki. Mereka tidak akan tidur hingga radio benar-bebar off air. Nanti akan on air lagi saat sudah pukul dua pagi. Biasanya acara dangdut koplo hingga pukul lima.
"Ayahmu mana? Kok belum jemput?" tanya Mbak Galuh.
"Gak tahu, Mbak. Ini aku mau nyari ojek di pangkalan. Ojek online pun pasti gak ada di jam segini." Aku berdiri mengambil tasku. "Aku pamit, Mbak."
"Ati-ati loh, Ran!"
"Iya, Mbak."
Aku berjalan dengan pandangan kosong. Tentu saja hari ini lelah. Ditambah aku harus pulang sendiri. Entah ke mana mereka yang kusayangi? Tidakkah mereka mengkhawatirkanku?
Tik!
Sesuatu jatuh di atas kepalaku. Di atas ada pohon mangga. Kuusap kepalaku yang kejatuhan tadi. Terkejut ketika mendapatinya. Cacing! Hiiih, mana ada cacing di atas pohon? Naik dari mana hewan itu. Aku merasa ada sesuatu di atas yang lebih menjijikkan dari cacing ini."Hiyaaahh, lariii ...!" Aku berlari meninggalkan halaman studio yang menyeramkan itu hingga sampai di dekat SMK 10 November. Di sana ada pangkalan ojek. Tempatnya memang sepi, tidak seramai di daerah sekolahku yang jalannya merupakan jalan provinsi yang besar.
"Pak, Pak!" Aku menepuk tukang ojek yang tidur di pangkalan.
Dia terbentur. "Eh, eh, iya, Mbak?"
"A-anterin saya pulang, Pak. Cepet."
Buru-buru dia mengambil kunci kontak dan helmnya. "Iya, iya, Mbak. Ayo!"
Aku merasa lega akhirnya bisa keluar dari suasana horor seperti tadi. Namun, di sisi lain aku kembali menghadapi jalanan sepi nan horor lagi. Aku menyuruh tukang ojek tersebut agar mengebut sedikit.
***
Akhirnya aku sampai di rumah dengan selamat. Kuketuk pintu. Naas, sudah tiga kali kulakukan tetap tidak ada respon. Akhirnya aku memutuskan berteriak, "IBUUU!! AKUUU PUUULAAANG! ASSALAMU'ALAIKUM!"
Tak lama kemudian, ibu datang membuka pintu. "Heh, kamu itu. Ayah tadi ke sana loh."
Waduh. "Tadi aku tungguin gak ada. Jadi aku ngojek."
"Ya udah, kirim pesan ke ayah sana," perintahnya.
"Iya."
___
Sebenernya merinding juga nulis ginian. But, it's ok. This is my hobby.

KAMU SEDANG MEMBACA
Horror Vlogger (Completed)
TerrorHanya kisah seorang Horror Vlogger. Antara hidup dan mati seseorang, tiada yang tahu.