35

3.2K 153 4
                                    

         "TARAGA!!! TERESA!!!!"

Wina berteriak marah sambil tetap menatap layar ponselnya.

"Ada apa buk?" Mbok Sarti berlari kecil dari arah dapur sambil membawa lap tangan.

"Tere!! Tara!!!!"

Bukannya menjawab pertanyaan dari ART nya, wanita itu malah bergegas naik tangga.

"Tere!!"

"Iya bun, bentar." suara Tere terdengar makin jelas seusai disambut suara pintu tertutup.

"Kenap-"

"Tara mana?" -Wina

"Bun ... ada apa sih kok teriak-teriak?" Papa Abraham ikut beranjak ke lantai atas.

"Keterlaluan ya kalian berdua, Tara!! Taraga!"

Wina menggedor-gedor pintu kamar Tara yang nampaknya sang penghuni tengah tertidur.

"Bunda kenapa sih? Ini sudah malam bun, kalo tetangga dengar bisa dikira bertengkar." -Abraham.

"Tara!!" -Wina

"Bun!" -Abraham

"Tarina bukan ada di luar negeri, Pah! Tarina disandera sama musuhnya Taraga!! Taraga keluar!!!!"

Tere, Abraham dan Mbok Sarti terdiam seketika, terlebih Tere yang begitu terkejut bundanya mengetahui kebenarannya.

Cekkrek

"Kenapa sih bun teriak-teriak? Lagi tidur jug-"

Pintu kamar Tara terbuka dan disusul wajah tampan yang dihiasi lesu itu muncul di depan pintu.

Plakkk

"Tega kamu bohongin bunda, Tara!!! Tega kamu biarin Tari disiksa sama musuh kamu!"

Tara meneguk salivanya, kantuknya tiba-tiba hilang, bukan karena tamparan bundanya, tapi kenyataan bahwa bundanya sudah mengetahui keadaan Tari sekarang.

Ini bukan kabar baik baginya, sang Bunda akan berbuat diluar kendali siapapun, jika dibiarkan pula bisa saja yang dilakukannya juga membahayakan Tarina.

"Bun, biar Tere jelas-"

"Kamu juga Tere!!" Wina menunjuk Tere tepat di depan wajahnya.

"Kalian itu saudara kembar, kenapa sih kalian nggak bisa peduli sama saudara kalian!!"

Tere hendak angkat bicara, namun berkat de pawer op emak-emak yang bundanya miliki, berhasil membuat Tere tidak mampu bersuara.

"Dari papa mama kalian meninggal, kapan kalian pernah akur?! Kalo papa mama kalian masih hidup, mau sesedih apa mereka!! Kalian itu harapan terbesar mereka, sedangkan kalian gak bisa saling ngejaga-"

"Bunda!!!"

Setelah cukup menahan emosinya dengan mengepal tangannya sendiri hingga memutih, akhirnya Taraga melampiaskannya juga.

Dentuman pintu yang dipukulnya menggema di kosongnya malam itu.

***

      "Halo sayang, Tarina yakin baik-baik aja disana?" -Wina

"Bunda gak perlu khawatir, kan Tari udah bilang, ini kemauan Tari, bukan karena siapapun."

"Tap-"

"Bunda ... please kasih waktu buat Tari perbaiki semua yang Tari mulai, Tari pasti pulang secepatnya."

"Dan Tari mohon sama bunda, jangan salahin Tara sama Tere lagi, ini kemauan Tari, see you, Bun."

Tarina mengakhiri panggilan saat itu juga.

.
.
.
.
.
.
.

       "Bunda minta maaf ya sayang, sudah nuduh kalian berdua, harusnya bunda satu-satunya orang yang paling salah di sini."

"Bunda gak bisa jagain kalian seperti apa yang mendiang orang tua kalian titipkan."

Wina sedang duduk di bibir kasur Taraga bersama sang empunya kamar, bersama Abraham yang berdiri memeluk Teresa yang tengah menangis di meja belajar Tara.

"Aku cuma gak tau harus ngelakuin apa bun, aku bingung, satu sisi aku gak pengen Tari yang berkorban buat kekanak-kanakan ku, tapi Tarina juga yang mengorbankan diri." -Tara

"Aku pengen kasih tau bunda semuanya, tapi aku takut bunda bisa bertindak yang bakal bikin Gior malah nyakitin Tari-" Tara tertunduk dalam tanpa pernah menatap wajah bunda maupun papa Abraham.

"Bukan salah kamu, Tara, papa kira keputusan kamu ini yang terbaik, papa akan cari cara secepatnya untuk bawa Tarina pulang, dan sekaligus melangsungkan pertunangannya dengan Kenan." -Abraham


***

Engingengggg....
Yang rencannya gak mau abdet tapi auto nemu ide, jadilah short part ini.
Mon maap rada lama update nya ya para readers ku yang agung🤭
Stay support me, and Dengkiu buat suka sama ceritaku yang masih bener-bener pemula ini😍🙆‍♀🙆‍♀

Chuuuu~😘

My Twins ~ 3T [COMPLETE] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang