11

4K 223 0
                                    

          "Ya gak bisa gitu pa, kalo ujungnya kaya gini Tara ngapain belajar susah-susah buat jadi juara umum?" -Tara

"Papa harus adil, sportive dong pa sama kesepakatan awal kita." -Tara

"Gapapa Re, kita liburan bareng di sini aja, lagian kan papa sama mama ke LA gak untuk liburan." -Tari merangkul Tere sambil mengusap lembut pundak kembarannya.

"Tarina benar, jadi selama seminggu kedepan, kalian gak boleh nakal ya, kalian pegang ini sebagai hadiah dari mama sama papa."

Nicola menyerahkan 2 keping persegi panjang kecil pada kedua putrinya.

"AMEX?!!" Tari membulatkan kedua matanya.

"Apa tidak terlalu berlebihan untuk ukuran siswi SMP pa?" -Tari

Tere sudah mengambil kartu itu, tapi Tari masih enggan.

"I have one." -Tara mengangkat sebuah kartu kredit yang biasa di sebut The Black Card itu.

"Gak papa sayang, papa sama mama tau seberapa bertanggung jawabnya kalian, papa sama mama bekerja memang untuk kalian, jadi kami harap kalian bisa menjaga dan menggunakannya dengan baik sampai kami bahkan tiada nanti." -Dinata

Mamanya kini merangkul juga Tari, menuntun putrinya itu untuk meraih kartu hitam itu.

"Tari gak bisa ma, tolong simpankan untuk Tari ya?" anak perempuan itu menatap penuh mohon pada mamanya.

"Kalian sudah 13 tahun, dan itu bukan anak kecil lagi, kalian penerus mama sama papa, Tarina jaga ini baik-baik, begitu juga Taraga dan Teresa."

Nicola menyimpan kartu kredit American Express itu di tangan kanan Tari.

"Kami bangga pada kalian." Nicola memeluk ketiga remaja itu beserta istrinya.

"Kapan kita akan berangkat?" -Tara melepas rangkulan teletubis itu.

"Iya sayang." mamanya mengusap rambut legam putranya.

"Kalian berdua baik-baik ya, papa sayang sama kalian, belajar yang baik dan selalu jadi diri kalian, nanti om Abam akan jagain kalian."

Nicola menciumi wajah kedua putrinya dengan air mata haru nya.

"Makasih banyak ya pa, Tarina janji akan gunakan ini dengan baik." ucap Tari memeluk papanya.

"Mama papa pergi sebentar, nanti kita liburan lebih fun berlima ya sayang." giliran mamanya yang memeluk kedua putrinya.

Setelah acara berpamitan usai, ketiganya segera masuk ke mobil keluarga yang sudah siap di depan manor.

***

          Penerbangan sudah berlalu beberapa jam, karena persiapan dari pagi, Tara dengan cepatnya terlelap.

Dengan sisa kantuknya, Tara terbangun karena mendengar suara riuh.

Hanya dalam hitungan detik, kesadaran Tara kembali hilang, hingga ia tersadar sudah berbaring di sebuah ruangan berwarna putih.

"Hikss ... Tara bangun hiks."

Tara menggerakkan tangannya yang ditusuk jarum infus untuk menyentuh pelipisnya karena pening tiba menyambutnya.

"Tara ... bunda! Om Abam! Tara sudah sadar, bunda ...."

Tari berteriak histeris dan masih tidak melepas tatapannya pada kembarannya itu.

"Dokter!!!" berkali-kali Tari menekan tombol untuk memanggil dokter sambil meneriakinya.

Hingga datanglah seorang pria berjas putih terbirit-birit memasuki ruangan, disusul seorang perawat dan sepasang suami istri.

"Bunda ... Tara sudah sadar ... Hisksss hiks." Tari sudah berada di dekapan bundanya dan masih memperhatikan pemeriksaan Tara.

"Mama mana?" tanya Tara membuat ruangan sunyi hanya terdengar suara monitor jantung.

"Taraga, I'm so sorry, bunda tau ini seperti mimpi buat kamu, tapi pesawat yang kalian naiki mengalami kecelakaan, dan mama papa kamu ditemukan meninggal."

Wanita yang memeluk Tari tadi segera mengelus rambut legam remaja laki-laki itu.

"That's not fun, bunda Wina gak berbakat ngelucu." -Tara

Ya, Winata Viola adalah kakak kembar mama si-kembar.

Suaminya, Abraham Wisesa adalah sahabat papa si kembar sekaligus orang kepercayaannya.

Sejak kembar tiga kecil, pasangan suami istri yang tidak memiliki anak ini selalu membantu Dinata-Nicola mengurus mereka.

"Kamu berhasil selamat karena terlindungi kursi penumpang, sepertinya mama kamu yang sempat menyelamatkan kamu." -Wina

"Karena jenazahnya ditemukan di sebelah kamu." -Wina

[Flash Back End]

.
.
.
.
.
.
.

          Tari sudah bersimpuh lemas di tanah, jika saja pelukan Tara tidak kuat, bisa jadi Tari sudah terkulai sekarang.

Keduanya tidak melakukan percakapan, hanya terdengar suara tangis Tari sejak hampir setengah jam lalu.

Dan air mata Tara yang sesekali luruh mengingat kejadian 5 tahun silam.

"Gue tau lo kangen sama mama papa, tapi kayanya bentar lagi hujan, kita balik dulu, besok atau lusa kita kesini lagi." -Tara

Tara akhirnya mengambil inisiatif membujuk Tari untuk bergegas pergi, karena gerimis mulai menghujam ke tanah.

Dengan kepala tertunduk, Tari mengekor Tara menuju bengkel tadi.

***

Yaahh, ito deaa plesbekannya, yang bingung kenapa di part sebelumnya aku nyinggung 'Mama' padahal dari awal ditulisnya 'Bunda', jadi ini alesannya. Hope u'll like that.
Dengkiu💕.

Chuu~😘

My Twins ~ 3T [COMPLETE] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang