SP-6

3K 251 20
                                    

Kemeja milik pria Park itu kini sudah melekat ditubuh Kang Seulgi, mengingat baju Seulgi kini sudah tak berbentuk karena sebelumnya pria park itu merobeknya asal. Sedangkan ia sendiri kini hanya mengenakan jas hitam yang ia kancingkan tanpa kemeja atau pun kaos lagi didalamnya, sehingga dadanya yang bidang itu terlihat mengintip disana. Jika saja yang melihat adalah wanita lain mungkin mereka akan menjerit kagum, bahkan meminta untuk menyentuhnya.  Tapi bagi Seulgi, melihatnya saja membuatnya kesal setengah mati. Bagaimana pun tubuh yang Park Jimin miliki itu sudah memaksanya, sama saja dengan pemerkosaan walaupun pada akhirnya Seulgi harus menyerah karena terpaksa. Tak ada lagi yang bisa dia lakukan. 

"Biar kuantar. Kau keapartemen ku saja malam ini" Jimin yang tengah berdiri bersandar pada tembok dengan kedua tangan yang melipat didepan dada itu menatap Seulgi yang masih sibuk memungut bajunya yang sudah robek dilantai, juga memastikan kalau tak ada jejak lain yang tertinggal.

"Tidak usah. Aku masih punya waktu diasrama" Jawab Seulgi dengan dingin. Tanpa menoleh aedikitpun pada Jimin.

"Menolak lagi? Mau kubuat seperti tadi? Aku masih bisa lebih dari itu saat ini. Masih ingin menolak?"

"Jimin, aku tahu kau kau punya segalanya. Tapi bisakah kau lebih menghargaiku? Aku tahu aku mengiyakan tawaranmu lagi, tapi bisakah kau berhenti bersikap semena-mena seperti itu? "

Jimin berjalan perlahan menghampiri Seulgi, membuat Seulgi melangkah mundur. Seperti dejavu.
Seulgi memejamkan matanya rapat dan menunduk saat Jimin tepat dihadapannya. Prasangka buruk sudah tergambar jelas dibenak Seulgi, apalagi Jimin sebelumnya mengatakan ancaman seperti itu lagi.

Namun setelah beberapa saat justru Jimin memeluknya, tidak, bukan pelukan paksa seperti sebelumnya. Yang ini lembut, sungguh. Benar-benar lembut sampai Seulgi bisa memberanikan diri untuk kembali membuka matanya, memastikan.

"Maaf ya. Aku tidak bermaksud seperti itu " Jimin mengelus punggung Seulgi. Berbicara dengan lembut tepat ditelinga Seulgi. Membuat Seulgi berpikir apakah pria yang memeluknya ini benar-bemar sama dengan pria yang baru saja memperlakukan nya dengan kasar sampai rasa ngilu nya saja masih sangat terasa dibawah sana.

Seulgi terdiam, sebelum akhirnya hanya mengangguk pelan dalam pelukan jimin. Membuat Jimin memindahkan satu tangannya untuk mengelus rambut Seulgi.

"Makannya jangan menolak kalau kau tidak mau aku kasar. Sekarang ikut ya? Ke apartemen ku, tenang saja aku hanya akan mengantar. Lagipula apartemen nya sudah lama sekali tidak aku datangi. Dan juga, aku sudah sangat puas dengan yang tadi " Ucap Jimin diakhiri sebuah kecupan dikening Seulgi dan tersenyum.

Seulgi? Saat ini sudah seperti terkena sihir Jimin. Mangangguk begitu saja ditengah rasa kebingungannya akan sikap Jimin, kepribadian ganda mungkin yang bisa saja Jimin alami.
Seperti dua orang yang berbeda, tapi tetap saja saling terkait.

"Ayo. Mobilku diluar" Jimin menarik pergelangan tangan Seulgi dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanan nya sudah membuka kunci pintu ruangan yang menjadi saksi pergulatan mereka.

"Tunggu. Tapi bagaimana kalau ada yang melihat kita bersama? " Seulgi menghentikan langkahnya.

"Urusan gampang. Ayo, jangan beralasan lagi. Aku hanya ingin kau cepat istirahat ditempat nyaman. Kau juga pasti lelah kan? Aku berani taruhan, milkmu juga masih terasa sakit. Ah, mau kugendong saja? "

Seulgi menggeleng dengan cepat, menolak keras tawaran Jimin. "Tidak tidak, ayo keluar. Tapi tidak usah memegang pergelangan tanganku seperti ini. "

Jimin mengangguk dan melepaskan tangannya . "Baiklah." Pintu sudah terbuka membuat keduanya keluar dari sana, sebelum akhirnya Jimin menutupnya kembali. "Tidak memegang pergelangan tanganmu saja bukan. Kalau begini berarti boleh " Jimin merangkulkan tangannya pada pinggang Seulgi. Jelas seulgi melonjak kaget, segera menghindar namun dengan segera juga Jimin tahan.

SERENDIPITY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang