Masalah tiada akhir, Seulgi meralat tentang ucapannya itu. Iya , tak jadi beranggapan seperti itu. Ingat tentang satu satunya keberuntungan yang ia miliki ? Park Jimin. Park Jimin yang awalnya ia anggap masalah terbesar , lalu berganti menjadi keberuntungan kecil yang membesar, sampai akhirnya Seulgi pikir Park Jimin ini sudah menjadi hadiah terbesar dari Tuhan. Lebih dari apapun , sudah satu paket . Komplit. masalahnya , pelindungnya , sampai kebahagiannya. Semuanya ada dalam diri Park Jimin.
Baiklah Seulgi sepertinya juga harus mencabut kata katanya untuk Tuhan , saat mengatakan semua hal buruk pada-nya . Walaupun semua masalahnya belum selesai dengan baik saat ini tapi Seulgi jadi yakin bahwa yang dikatakan selama ini benar. Akan ada kebahagiaan yang menunggu setelah setiap cobaan yang diterima. Kebahagiaan yang didapat akan sebanding dengan masalah yang sudah terjadi . Hanya perlu yakin , tak boleh menyerah seperti Seulgi waktu itu.
Benar , Tuhan menyelamatkan nyawa Seulgi bukan karena tak menerimanya. Hanya saja mungkin Tuhan ingin menunjukan pada Seulgi , jika ada kebahagiaan yang menunggu. Ya walaupun pasti setelahnya tetap akan ada masalah.
Tak ada hidup yang berjalan mulus tanpa masalah. Tapi selalu ada Tuhan yang membantu. Hanya perlu yakin pada diri sendiri . Dan yakin jika Tuhan itu ada.
"Katakan. Apa maksudmu tadi hm?" Jimin yang menyamping memeluk Seulgi dari belakang itu terus menerus bertanya hal yang sama pada Seulgi sejak acara 'mandi bersama' mereka. Tak menyerah sebelum Seulgi menjawab pertanyaannya.
Bukannya menjawab, yang ditanya malah tertawa. "Tidak mau menjawab."
Tawa Seulgi semakin kencang , saat Jimin menggelitik pinggangnnya . Tubuhnya bahkan menggeliat tak karuan. "Jim.min.hentikan." Ucap Seulgi susah payah diantara kegeliannya.
Jimin berhenti , kemudian membenarkan selimut yang sempat tersingkap. Masalahnya tubuh mereka berdua kedinginan walaupun sudah memakai baju tidur panjang dan juga penghangat ruangan. Terlalu banyak menghabiskan banyak waktu didalam air tadi.
"Jawab , atau mau ku kelitiki lagi hah ?"
Seulgi berbalik menghadap Jimin kemudian menangkup kedua pipi Jimin , menekannya hingga bibir Jimin menjadi sedikit maju. "Kemarin mengatakan ingin menikah denganku. Kalau menikah artinya apa?" Tanya Seulgi yang kemudian melepaskan tangannya dari pipi Jimin.
"Menikah artinya hidup bersama"
"Lalu?"
"Apa ?"
"Ya lalu apa ?"
"Apanya ?"
Seulgi kesal sendiri. "Bodoh." ucapnya sembari mendengus kesal. Lupa sekali jika Jimin itu selain mengesalkan , juga bodoh.
"Apa lagi ? Menikah , hidup bersama. Makan bersama, pergi bersama , kemana mana bersama , tidur bersama." Jimin menghentikan ucapannya , berpikir. "Tunggu , tidur bersama ? Kalau sedang ingin melakukannya. Lalu keluar bersama. Kau hamil , dan ... wah. Kau hamil ? " Jimin membuka mulutnya tak percaya dengan pemikirannya , takjub.
Sedangkan Seulgi semakin kesal , yang benar saja, sudah berpikir lambat , mengatakannya dengan frontal , dan sekarang sok takjub dengan diri sendiri. Gila memang.
"Aku mengerti sekarang , astaga aku tidak terpikirkan sebelumnya. Kalau itu ya aku juga sama , kalau aku punya anak perempuan dia juga jadi wanitaku , tidak jadi kau yang terakhir."
Seulgi diam tak menjawab . Tidak tahu lah , sudah malas membahasnya. Terlanjur kesal.
Jimin menarik Seulgi kedalam pelukannya. "Ah gemas sekali. Jangan marah baby. Astaga bayi besarku marah. " Ucap Jimin sembari memeluk Seulgi dengan bergerak gerak , gemas. "Aku akan jadi ayah ya ? Ah senang sekali."

KAMU SEDANG MEMBACA
SERENDIPITY [END]
FanficHanya ada dua kemungkinan di dunia ini tentang kata 'Kebetulan'. Satu, kemungkinan jika Kebetulan itu sendiri tidak ada di dunia ini. Dan dua, kemungkinan jika Kebetulan itu memang ada. Seperti saat Seulgi datang ke dunia Jimin, entah kebetulan ata...