Seulgi mengepalkan tangannya kuat , matanya memerah dan sedikit berkaca-kaca . Tak habis pikir dengan Jimin . Seharusnya ia sudah sadar sejak awal jika pria yang membuat perjanjian dengannya itu memang tak waras sejak awal , tak akan pernah benar jika berurusan dengannya. Bodoh sekali Seulgi bisa terjatuh pada Park Jimin , mempercayai dengan begitu saja hingga sampai saat ini ia hampir saja percaya jika pria yang kini dihadapannya bersungguh-sungguh dengan ungkapan perasaannya .
"Dan kau memberikannya pada teman-temanmu ? "
Jimin mengangguk perlahan , mengiyakan .
"Untuk apa ?"
Jimin terdiam , tak menjawab pertanyaan Seulgi . Membuat Seulgi semakin kesal , andai saja dia sejak awal memang membunuh Park Jimin mungkin ini tak akan terjadi . Persetan dengan hidupnya dipenjara nanti , setidaknya lebih baik daripada terjebak permainan Jimin .
"Jawab aku ! Untuk apa hah ? " Satu kepalan tangan Seulgi mendarat didada Jimin , Cukup kuat untuk mencurahkan kemarahan Seulgi pada jimin .
"Aku ditantang mereka " Jawab Jimin .
"Lalu kenapa melibatkanku ? Apa aku semurah itu dimatamu ? apa aku segampang itu hah ? Kau memang brengsek Park . Bodoh sekali aku sudah mempercayaimu .Sebuah kata brengsek saja tak cukup untukmu " Seulgi sedikit berteriak disana , namun matanya tak kunjung meneteskan air . Ia menahan nya , menahan dengan sekuat hatinya karna tak ingin lagi dianggap lemah oleh pria brengsek dihadapannya .
"Mereka menantangku , itu saja . Lagipula hanya kuberikan pada mereka . Mereka takkan menyebarkannya , percaya saja padakku . Jangan membesarkan masalah seperti ini. pertama ayo kembali dulu kehotel . " Jimin menarik lengan Seulgi , namun segera ditepis oleh Seulgi dengan kasar .
"Berikan dompetmu "
"Untuk apa ? "
"Berikan saja dompetmu sekarang ! "
Kali ini Jimin menurut karena Seulgi kembali berteriak , mengambil dompet yang berada disakunya dan menyerahkannya pada Seulgi .
Seulgi membukanya , mengambil beberapa lembar uang yang ada disana . Setidaknya menurutnya cukup untuk perjalanan nya dari sini hingga kembali ke seoul . Dan juga kunci kamar untuk hotelnya yang sebelumnya ia tempati .
"Jangan ikuti aku. Aku akan kembali kehotel dan mencari tiket untuk kembali ke seoul hari ini juga . "
"Seul, baiklah tenangkan dirimu . Kita pulang bersama, oke ?"
Seulgi kembali menyerahkan dompet Jimin dengan kasar setelah mengambil apa yang ia butuhkan . "Jangan pernah mengikutiku , atau aku lebih memilih mati saat ini juga . Kau tahu apa yang kupikirkan saat ini ? Mati ! Lebih baik aku mengakhiri nyawaku sendiri daripada bersamamu . " Seulgi menghela nafasnya kasar , tangannya masih mengepal dengan beberapa lembar uang yang sebelumnya ia ambil dari dompet Jimin . "Lupakan soal debutku , Lupakan soal perjanjian kita . Terserah dengan apapun yang kau lakukan dengan perbuatan yang sudah kau lakukan . Aku . membencimu . "
_____
Seulgi benar-benar tak menangis sepanjang perjalanan hingga Seoul , tapi hatinya begitu hancur , hancur bersamaan dengan hidupnya yang memang sudah hancur sejak awal . Mengapa juga ia harus bertahan saat orangtuanya pergi terlebih dulu , seharus nya ia ikut saja dengan mereka . Mungkin dia tak akan bertahan dan berjuang hingga akhirnya tetap seperti ini . Apa tuhan sangat membencinya hingga ia tak kunjung memanggilnya untuk kembali kesisi Tuhan ? Apa sebegitu bencinya tuhan pada dirinya hingga lebih memilih untuk terus memberikan penderitaan ?
Jika sebelumnya Seulgi masih bisa bersyukur atas hidupnya , hari ini berbeda . Rasanya hari ini dia sudah muak dengan hidupnya , Lelah dan hancur secara bersamaan . Dia juga ingin kembali pada Tuhan , menyusul ibu dan ayahnya . Tapi yang ia takuti adalah Tuhan tak akan menerimanya , Tuhan bahkan membencinya bukan ? Apalagi yang sudah ia lakukan dengan Jimin sudah pasti mengantarkannya pada Neraka , bukan Tuhan .
KAMU SEDANG MEMBACA
SERENDIPITY [END]
FanfictionHanya ada dua kemungkinan di dunia ini tentang kata 'Kebetulan'. Satu, kemungkinan jika Kebetulan itu sendiri tidak ada di dunia ini. Dan dua, kemungkinan jika Kebetulan itu memang ada. Seperti saat Seulgi datang ke dunia Jimin, entah kebetulan ata...