SP - 18

1.1K 191 56
                                    

Seulgi mengepalkan tangannya kuat , matanya memerah dan sedikit berkaca-kaca . Tak habis pikir dengan Jimin . Seharusnya ia sudah sadar sejak awal jika pria yang membuat perjanjian dengannya itu memang tak waras sejak awal , tak akan pernah benar jika berurusan dengannya. Bodoh sekali Seulgi bisa terjatuh pada Park Jimin , mempercayai dengan begitu saja hingga sampai saat ini ia hampir saja percaya jika pria yang kini dihadapannya bersungguh-sungguh dengan ungkapan perasaannya .

"Dan kau memberikannya pada teman-temanmu ? "

Jimin mengangguk perlahan , mengiyakan .

"Untuk apa ?"

Jimin terdiam , tak menjawab pertanyaan Seulgi . Membuat Seulgi semakin kesal , andai saja dia sejak awal memang membunuh Park Jimin mungkin ini tak akan terjadi . Persetan dengan hidupnya dipenjara nanti , setidaknya lebih baik daripada terjebak permainan Jimin .

"Jawab aku ! Untuk apa hah ? " Satu kepalan tangan Seulgi mendarat didada Jimin , Cukup kuat untuk mencurahkan kemarahan Seulgi pada jimin .

"Aku ditantang mereka " Jawab Jimin .

"Lalu kenapa melibatkanku ? Apa aku semurah itu dimatamu ? apa aku segampang itu hah ? Kau memang brengsek Park . Bodoh sekali aku sudah mempercayaimu .Sebuah kata brengsek saja tak cukup untukmu " Seulgi sedikit berteriak disana , namun matanya tak kunjung meneteskan air . Ia menahan nya , menahan dengan sekuat hatinya karna tak ingin lagi dianggap lemah oleh pria brengsek dihadapannya .

"Mereka menantangku , itu saja . Lagipula hanya kuberikan pada mereka . Mereka takkan menyebarkannya , percaya saja padakku . Jangan membesarkan masalah seperti ini. pertama ayo kembali dulu kehotel . " Jimin menarik lengan Seulgi , namun segera ditepis oleh Seulgi dengan kasar .

"Berikan dompetmu "

"Untuk apa ? "

"Berikan saja dompetmu sekarang ! "

Kali ini Jimin menurut karena Seulgi kembali berteriak , mengambil dompet yang berada disakunya dan menyerahkannya pada Seulgi .

Seulgi membukanya , mengambil beberapa lembar uang yang ada disana . Setidaknya menurutnya cukup untuk perjalanan nya dari sini hingga kembali ke seoul . Dan juga kunci kamar untuk hotelnya yang sebelumnya ia tempati .

"Jangan ikuti aku. Aku akan kembali kehotel dan mencari tiket untuk kembali ke seoul hari ini juga . "

"Seul, baiklah tenangkan dirimu . Kita pulang bersama, oke ?"

Seulgi kembali menyerahkan dompet Jimin dengan kasar setelah mengambil apa yang ia butuhkan . "Jangan pernah mengikutiku , atau aku lebih memilih mati saat ini juga . Kau tahu apa yang kupikirkan saat ini ? Mati ! Lebih baik aku mengakhiri nyawaku sendiri daripada bersamamu . " Seulgi menghela nafasnya kasar , tangannya masih mengepal dengan beberapa lembar uang yang sebelumnya ia ambil dari dompet Jimin . "Lupakan soal debutku , Lupakan soal perjanjian kita . Terserah dengan apapun yang kau lakukan dengan perbuatan yang sudah kau lakukan . Aku . membencimu . "

_____

Seulgi benar-benar tak menangis sepanjang perjalanan hingga Seoul , tapi hatinya begitu hancur , hancur bersamaan dengan hidupnya yang memang sudah hancur sejak awal . Mengapa juga ia harus bertahan saat orangtuanya pergi terlebih dulu , seharus nya ia ikut saja dengan mereka . Mungkin dia tak akan bertahan dan berjuang hingga akhirnya tetap seperti ini . Apa tuhan sangat membencinya hingga ia tak kunjung memanggilnya untuk kembali kesisi Tuhan ? Apa sebegitu bencinya tuhan pada dirinya hingga lebih memilih untuk terus memberikan penderitaan ?

Jika sebelumnya Seulgi masih bisa bersyukur atas hidupnya , hari ini berbeda . Rasanya hari ini dia sudah muak dengan hidupnya , Lelah dan hancur secara bersamaan . Dia juga ingin kembali pada Tuhan , menyusul ibu dan ayahnya . Tapi yang ia takuti adalah Tuhan tak akan menerimanya , Tuhan bahkan membencinya bukan ? Apalagi yang sudah ia lakukan dengan Jimin sudah pasti mengantarkannya pada Neraka , bukan Tuhan .

SERENDIPITY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang