Reyna berusaha memejamkan matanya, tetapi ia tak kunjung tertidur. Bagaimana bisa ia tertidur, jika banyak pikiran yang menghantui Reyna saat ini. Reyna hampir frustrasi karena terlalu memikirkan hal-hal yang tidak mungkin.
Bagaimana bisa mereka terus bergentayangan dibenak Reyna. Oh ayolah ini membuat Reyna pusing dan terlalu mendramatisir. "Ish, kenapa denganku?" Reyna bertanya kepada dirinya sendiri. Pun Reyna beranjak bangun dan membuka jendela melihat langit malam dan suasana kota.
"Sedang apa kalian? Aku minta maaf karena menolakmu Ji Min. Aku tidak ingin melukaimu meskipun nyatanya aku telah melukai hatimu. Dan Tae Hyung, aku harap saat bertemu lagi nanti, kau tidak dingin padaku," ucap Reyna. Setelahnya ia hanya bisa menangis.
Bukan karena mereka seorang artis hingga Reyna sulit untuk melupakan mereka. Reyna juga tidak tahu apa yang membuat dirinya terus memikirkan kedua sahabat itu dan merasa sakit menerima kenyataan pahit sebuah perpisahan.
"Terima kasih. Ji Min, Tae Hyung." Reyna tersenyum lembut sambil menatap langit malam. Andaikan mereka mendengar itu, dan merasakan apa yang Reyna rasakan saat ini. Reyna akan sangat bahagia. Namun, mengingat lagi itu adalah hal yang mustahil, dan sangat mustahil.
Tok Tok Tok
Ketukan di pintu membuat Reyna segera menyeka air matanya. Rey datang menghampiri dengan wajah ceria. Reyna tentu saja langsung waspada, tengah malam begini Rey datang dengan wajah ceria. Setan apa yang merasuki Rey. Reyna jadi merinding.
"Istigfar Rey, istigfar." Rey mendatarkan wajahnya mengetahui apa yang Reyna pikirkan. "Hehe, ada apa?" Rey menggeleng.
"Gak bisa tidur?" Kembali Rey menggelengkan kepalanya. "Galau? Tapi gak mungkin sih." Lagi lagi Rey menggeleng. "Terus ada apa?" Rey mengambil ponselnya di saku. Menunjukan pesan yang tertera di aplikasi pesan singkatnya.
"Seriusan?" Rey mengangguk dan berlalu meninggalkan Reyna yang tersenyum bahagia.
***
Mendengar kabar semalam, Reyna pagi ini sangat antusias untuk pergi ke tempat yang semalam Shi Young beritahu kepada Rey. Rey yang melihat tingkah kakaknya hanya menggeleng memaklumi.
Tidak berapa lama keduanya telah sampai. Reyna memandang gedung di depannya. Ada perasaan senang juga khawatir yang Reyna rasakan saat ini. "Mau masuk?"
"Kita perlu tiket untuk masuk, lagi pula pasti tiketnya sudah habis."
"Jadi cuma berdiri di sini berharap melihat mereka?" Reyna menatap adiknya, merasa bersalah karena mengajak adiknya itu untuk ikut dengannya.
"Kita tunggu di cafe itu saja, tidak mungkin 'kan kita berdiri di sini, Kak." Rey berjalan lebih dulu memasuki cafe. Reyna melihat gedung di depannya sekilas kemudian mengikuti Rey.
Aku harap bisa bertemu kalian, kalaupun tidak, melihat kalian pun sudah cukup.
Sudah hampir satu jam Reyna dan Rey berdiam di sana. Orang-orang di depan gedung semakin banyak dan hampir memenuhi halaman.
Cafe tempat Reyna menunggu terbilang sepi, hanya ada beberapa orang yang menikmati makanan dan minuman di sana. Padahal ini tempat ramai, tetapi kenapa sedikit orang yang mengunjungi tempat sebagus ini, pikir Reyna.
Seorang pelayan menutup pintu utama dan membalikkan tanda 'buka' menjadi 'tutup'. Itu artinya cafe ini tutup, tapi kenapa Reyna sebagai pelanggan tidak disuruh ke luar.
Dan seakan menjawab kebingungan Reyna, seorang pria paruh baya yang diyakini pemilik cafe tersebut berdiri diatas panggung. "Maaf mengganggu waktu kalian, ada pelanggan spesial yang akan datang. Silakan tetap menikmati hidangan kami dan tetap tenang tanpa ada keributan." Begitu yang pria itu jelaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Impossible ✓
Fanfiction[JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK] Reyna Yuki Nakamoto, gadis muslim asal Indonesia yang harus pergi ke Korea Selatan membantu bibinya. Reyna sendiri berdarah campuran antara Indonesia dengan Jepang, sehingga wajahnya ayu seperti orang Indonesia dengan...