(2)

14.9K 1.3K 55
                                    

Seokjin terbangun di pagi hari dengan perut terasa terlilit dan ia memuntahkan isinya, padahal semenjak kemarin ia tak makan apapun selain minuman. Setelah selesai mengeluarkan isi perut, ia bersender pada dinding kamar mandi, paginya begitu lelah. Seokjin seperti kehabisan energi. Ia dengan sekuat tenaga berjalan keluar dan menatap jam dinding. Haruskah ia masuk hari ini? Jam berapa seharusnya ia pergi ke dokter? Ah benar, apakah Namjoon benar-benar akan menemaninya?

Memilih kembali menidurkan kembali tubuhnya, Seokjin menjatuhkan diri diatas ranjang, memeluk erat guling kesayangannya. Kepalanya pening, kembali mual tapi Seokjin rasanya begitu malas untuk bangkit.

Jika dipikir-pikir, belum lahir saja anak ini membuatnya menderita? Bagaimana nantinya?

Seokjin segera menggelengkan kepalanya dan berlari kembali menuju kamar mandi, memuntahkan air dari dalam perutnya.

Seokjin memutuskan untuk membolos hari ini, berjalan saja tidak sanggup apalagi ke kampus? Ia sudah berganti kaos, kaos sebelumnya sudah kotor. Kembali bergelung diatas selimut, ia tak tahu apa yang ia harus lakukan untuk mengatasi mual ini.

Seokjin menangis.

Membayangkan isteri Hyungnya yang begitu penuh perhatian saat hamil. Berbanding terbalik dengan dirinya. Ia akan melewati semua ini sendiria, setelah itu ia akan mendapat caci maki. Seokjin merasa seperti dirinya satu-satunya manusia yang mendapat masalah begitu berat di dunia ini.

Ini adalah ketiga kalinya ponselnya bordering, dengan lemah ia beranjak menuju meja untuk mengambil ponsel. Ternyata panggilan dari Namjoon. Dengan tangan lemas ia menggeser layar dan suara Namjoon mulai terdengar. "Hallo Seokjin?"

"Mm?" badannya lemas, mengeluarkan suara sama saja ia membuang tenaga besar.

"Kau.. kenapa?" Seokjin diam. Sungguh, ia sangat malas menjawab Namjoon. "Seokjin?"

"Aku lemas Namjoon. Telpon nanti saja." Lalu Seokjin menurunkan ponselnya, Namjoon masih mencoba memanggil Seokjin dari seberang sana. Seokjin bertambah meringkuk, perutnya terasa aneh lagi, ada sesuatu yang mendobrak di tenggorokannya, seolah tenaganya balik, Seokjin kembali berlari menuju toilet dan memuntahkan apa yang tadi memaksa keluar dari perutnya.

Namjoon mengernyitkan kening, Seokjin tak bersuara, justru ia mendengar suara dobrakan pintu. Apa sekiranya yang terjadi pada Seokjin? Namjoon melirik jam dipergelangan tangannya, niatnya menelpon Seokjin adalah untuk mengabari bahwa ia bisa menemani Seokjin ke dokter nanti siang setelah dua mata kuliahnya dan sebelum dirinya berangkat bekerja. Setelah mengedikkan bahu, Namjoon berjalan keluar dari kamarnya dan berjalan ke kampus dan berniat mengirim pesan kepada Seokjin.

"Sumpah, Prof Ahn kalau kasih tugas tidak tanggung-tanggung." Namjoon menoleh pada Hoseok yang berjalan disisinya. Mengangguk sembari terkekeh. "Coba semester ini aku tak pernah tidur siang! Tidak pernah tidur dibawah jam 10!"

"Sama Hoseok-ah. Sepertinya semua mahasiswa jurusan kita seperti itu."

"Bukannya kau kerja nanti agak sore, mau minum kopi dulu?" Hoseok merangkul pundak Namjoon, penat akan kuliah, tugas dan kegiatan lain semakin terasa. "Aku tak bisa, ada janji." Hoseok memincingkan mata, karena memang mereka termasuk teman dekat semenjak semester satu. "Siapa Joon hayoo?"

Namjoon melirik tapi terus berjalan. "Seokjin."

"Hoo, Seokjin, jadi sering bertemu ya?"

"Kenapa? Cemburu?" mendengar seperti itu Hoseok sontak menghentikan langkah menatap Namjoon dengan jijik. "Amit-amit." Namjoon terbahak ikut menghentikan langkah. Hoseok kembali merangkulnya dan melanjutkan langkah.

"Jimin ada kelas tidak ya? Mau ajak dia saja."

"Mana kutahu. Sudah aku duluan ya, nanti malam sehabis kerja kuhubungi untuk mengerjakan tugas Prof Ahn." Hoseok hanya mengangguk melambaikan tangan dan merogoh saku untuk mencari ponsel berniat menghubungi Jimin, otaknya terasa panas, ia butuh minuman dingin untuk setidaknya membuat ia rileks.

He is OursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang