(9)

10.1K 1.2K 114
                                    

"I-ibu ?"

"Seokjin-ah sayang apa kabar?"

Seokjin memelintir ujung kaosnya, mendadak menjadi gugup dan rasanya ia ingin baterai ponselnya mati agar telepon Ibunya terputus. "Baik Ibu. Ibu bagaimana?"

"Sangat baik. Kau kapan pulang? Biar Ibu masakkan. Dan biar Ibu bisa memberitahu Hyungmu untuk pulang juga."

Seokjin menutup matanya, air matanya mengalir. Tangannya terasa panas, bibirnya bergetar dan ia ingin berteriak kencang saat ini. "A-aku tak pulang." Lirihnya.

Ibunya sempat terdiam bingung. "Kenapa sayang?"

"Maaf Ibu. Aku harus magang." Seokjin menggigit kecil bibirnya lalu menghapus air matanya. "Aku diajak Yoongi untuk magang ditempatnya di Daegu dan yeah, aku akan kesana."

"Kau?? Tidak sempat pulang dulu?" Seokjin tak menjawab. "Tidak rindu Ibu?" Air matanya bertambah deras. "Atau Ibu kesana saja sebelum kau magang?" Seokjin menggeleng dengan kuat.

Tiba-tiba ada tangan yang menggenggam tangannya yang kosong. Yoongi duduk dengan diam disebelahnya. "T-tidak Ibu. A-aku besok p-"

"Nak? Kau baik-baik saja?"

Seokjin mengangguk kuat lalu menggeleng, Ibunya tak melihat namun rasanya ia ingin Ibunya tahu, Seokjin tak baik-baik saja. "Aku baik. Hanya rindu Ibu dan Ayah."

"Oh sayang, kami sangat merindukanmu. Aera pasti juga merindukanmu. Kau tahu dia sangat menggemaskan sekali mirip Hyungmu. Saat ku perlihatkan fotomu dan Ayahnya, ia mengira dirimu adalah Seokjung. Ah Ahreum juga menanyakanmu beberapa kali. Aera sudah mulai berhitung kau pasti akan gemas.. " Ibunya terkekeh lalu terdiam.. "Ibu ingin kau pulang Nak."

Seokjin menggigit bibirnya hingga berdarah sementara Yoongi berusaha untuk menguatkan Seokjin dan merebut ponsel Seokjin. "Kim Omoni, ini Yoongi."

"Oh Yoongi? Ada apa nak? Kemana Seokjin?"

"D-dia tiba-tiba mual jadi ponselnya diberikan padaku." Yoongi mencoba mengelus punggung Seokjin dan menghapus darah dibibir sahabatnya.

"Kenapa? Anakku sakit?" Yoongi dapat dengan jelas mendengar nada khawatir Ibu Seokjin. Dan sungguh, ia tak tega melihat situasi ini.

"Tidak Omonim, sepertinya kami baru saja memakan masakan mentah. Aku saja baru memuntahkannya tadi."

"Astaga kalian makan apa si? Buatkan jahe hangat untuk kalian berdua dan katakan pada Seokjin untuk berhati-hati memilih makan. Kalian kenapa si astaga membuat kami khawatir."

"Maaf Omonim."

Terdengar helaan nafas. "Baiklah kalian urus kalian, sampaikan pada Seokjin untuk lebih berhati-hati. Dan.. katakan, kami menyayanginya."

Setelah menutup ponsel Yoongi menarik Seokjin ke dalam pelukan dan mengelus punggung sahabatnya yang bergetar hebat. "Bernafas, Seokjin. Bernafas. Tarik nafas." Ia masih mendengar nafas tersenggal Seokjin. "Semua akan baik-baik saja. Aku disini."

.

.

.

Namjoon menyandarkan kepala pada jendela kaca kereta yang tengah ia naiki. Ia nyaris saja terlambat siang ini, kepalanya terisi penuh akan ketakutan untuk pulang. Kim Namjoon takut pulang, takut bertemu kedua orang tuanya, takut bertemu adik-adiknya. Ia malu, takut dan merasa gagal menjadi seorang anak, layakkah Namjoon untuk pulang ? itulah pertanyaan yang terus terlintas, namun akalnya memaksa untuk pulang.

He is OursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang