(10)

11.5K 1.3K 255
                                    

Kim Seokjin menggembungkan sebelah pipinya pagi ini. Ia melirik sebentar kearah Namjoon yang tengah mengusak rambut basah dengan handuk kecil. Ada segelas susu cokelat yang tengah ia pegang dan berdiri diatas paha kanannya. "Namjoon, kau serius?"

Namjoon menghentikan aktivitasnya lalu menatap Seokjin. "Apanya?"

"Jalan-jalannya?" Tanya Seokjin sedikit ragu.

"Iya jadi, sudah mandi kan?" Seokjin mengangguk. "Dihabiskan susunya, sebentar lagi aku siap kok."

Seokjin terdiam menimang. Jam menunjukkan pukul 7 pagi, ia tidak tahu kenapa Namjoon mengajaknya sepagi ini untuk pergi. Terlebih, berjalan-jalan? Berdua? Setelah apa yang Namjoon katakan waktu itu?

"Ya, aku ke kamar dulu." Setelah menenggak habis susunya, Seokjin beranjak menuju kamarnya, bersiap untuk mencari sweater tebalnya dan juga masker. Ia menggigit kecil bibir bawahnya, jujur, ia sedikit tak yakin untuk keluar dengan Namjoon. Ia merasa tak enak, dan takut akan berdampak sesuatu yang tidak baik untuk Namjoon.

Seokjin tak ingin menyulitkan Namjoon. Namun menolak rasanyapun tak enak. "Ayo aku siap."

Namjoon tersenyum, ia juga memakai pakaian sedikit tebal karena pagi ini memang terasa dingin. Tak lupa dengan topi hitam dan syal melilit dileherya. Seokjin terlihat begitu.. rapat. Tubuhnya tertutup, mendadak dadanya merasa sesak tak enak.

"Aku mengajak jalan pagi karena udara pagi baik untukmu. Masih terasa sangat segar. Dan kita bisa makan diluar sana." Seokjin mengangguk membiarkan Namjoon membuka pintu. "Ingin makan apa?"

"Apa saja." Jawab Seokjin singkat. Dirinya berjalan menunduk dan memberikan jarak antaranya dirinya dengan Namjoon. Namjoon juga ikut terdiam, saat mereka keluar dari gedung apartemenpun tak ada yang mengeluarkan suara.

Namjoon melirik pada Seokjin yang justru kini berjalan satu langkah di belakangnya. Dirinya melambatkan sedikit langkahnya, agar Seokjin kembali sejajar dengan dirinya. Namun ternyata Seokjin juga ikut memelankan langkah. Dan Namjoon kembali menormalkan langkah sembari menghela nafas.

Jujur, ia merasa sangat bersalah pada Seokjin.

"Seokjin kenapa di belakang?" Namjoon bertanya sembari terus berjalan. Kedua tangannya masuk ke dalam saku celananya, wajah bagian bawahnya tertutup dengan syal yang bertengger di leher. Ia terus berjalan menanti jawaban Seokjin.

Sebenarnya Seokjin enggan menjawab, sedari tadi ia terus berjalan menunduk, matanya hanya terfokus pada langkah kaki Namjoon. Ia tak bisa bohong, ia tak bisa menutupi perutnya lagi, dan ia tak mau memberikan masalah pada Namjoon. "Tidak apa, jalan saja Namjoon."

Tanpa diduga Namjoon justru menghentikan langkah lalu berbalik. "Seokjin?" Seokjin juga berhenti, mengangkat wajahnya agar menatap Namjoon. Yang dapat Namjoon lihat hanyalah mata Seokjin dengan wajah yang sedikit mendongak.

"Namjoon jangan dekat-dekat, nanti ada yang lihat."

Namjoon hanya diam.

"Namjoon? Ayo jalan?"

Helaan nafas bahkan terdengar oleh Seokjin. Wajah Namjoon berubah menjadi frustasi dan kini menunduk sembari melepas topi hitamnya, membuat Seokjin mengernyit bingung. "Namjoon kenapa?"

"Maaf."

"Huh?"

"Maaf Seokjin." Seokjin berkedip tak mengerti. Kali ini Namjoon mengangkat wajahnya mencoba tersenyum. "Jalan disampingku saja ya? Tidak akan ada yang lihat. Teman-teman pastinya pulang ke tempat asal mereka dan tidak ada mahasiswa tua seperti kita yang jalan-jalan sepagi ini dihari libur. Mending mereka tidur iyakan?"

He is OursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang