Last chap :) enjoyed it !
Sinar mentari pagi yang masuk lewat jendela kaca yang bergorden putih itu membuat Kim Seokjin menyipitkan mata. Namun ia justru tak membuka matanya, melainkan kembali menyamankan kepalanya di atas dada telanjang milik suaminya—Kim Namjoon. Ia tidak ingat jam berapa mereka tertidur, mungkin sesudah pukul 2? Atau 3?
Seokjin dapat merasakan hembusan nafas hangat Namjoon dan dengkuran lirih pria itu. Dengan mata masih terpejam, jemari Seokjin bermain didada kiri Namjoon. Mengetuk-ngetuk pelan jemari telunjuk dan tengahnya bergantian seolah tengah bermain dengan irama.
"Namjoon." panggil Seokjin dengan suara seraknya, jemarinya masih bermain bahkan matanya masih terpejam. "Namjoon bangun."
Pria yang dipanggil tak ingin repot-repot membuka mata, bergerak mengeratkan dekapannya pada Seokjin, tangannya yang berada dipunggung Seokjin mengelus punggung itu dengan lembut. "Namjoon bangun sudah pagi."
"Heum—" Namjoon hanya bergumam. "Kita tidur bahkan dipagi hari."
"Tapi Jungkook bagaimana?" Mendengar nama anak kesayangannya, mata Namjoon segera terbuka. Menguap dengan lebar lalu mengecup singkap pucuk kepala Seokjin. "Pagi Namjoonie." Seokjin sedikit mendongak, Namjoon segera mencium bibir Seokjin lalu kembali mendekapnya erat.
"Pagi sayang."
Seokjin terkekeh. Kulit mereka saling bergesakan pagi ini, Namjoon rasanya begitu hangat bahkan mengalahkan sinar mentari. "Bangun? Aku rindu Jungkookie."
"Mendengar namanya membuatku semakin rindu. Padahal hanya berpisah semalaman." Seokjin terkekeh mendengar Namjoon. Ia terduduk, selimut yang semula menutupi bagian tubuh atasnya melorot, menampakkan tubuh telanjangnya yang terbalut dengan beberapa ruam akibat bibir ganas Namjoon semalam.
Namjoon dengan diam menatap tubuh Seokjin. Menatap titik-titik yang ia ciptakan, mengingat bagaimana semalam ia kembali memiliki Seokjin seutuhnya, merasakan lembut dan menggairahkannya setiap inchi kulit Seokjin, mendengar desahan tertahan Seokjin yang sudah lama tak terdengar ditelinganya—dan melihat bagaimana pria itu lagi-lagi terbuai akan sentuhannya.
Namjoon sangat menikmatinya.
"Namjoon apa lihat-lihat?"
Namjoon tertawa, ikut terduduk dan mengusap tengkuknya. "Tak apa. Hanya mengagumi kekasih sehidup sematiku."
Seokjin hanya mendecih, tangannya bergerak memijit sebelah bahunya. "Tubuhku sangat-sangat pegal. Seharian berada di gereja dan aula. Lalu berkencan denganmu sampai malam. Bercinta sampai pagi. Namjoon, tubuhku sakit." Seokjin merengek diakhir kalimatnya.
Membuat Namjoon terkekeh. Nadanya terdengar amat lucu. Bahkan tidak seperti seseorang yang sudah memiliki seorang anak. Benar, Seokjin tetap masih muda.
Tangan Namjoon terangkat untuk mencubit lemah pipi Seokjin. "Yah, padahal aku ingin lagi sekarang." Seokjin mendelik lalu menepis tangan Namjoon.
"Jangan macam-macam !" Namjoon lagi-lagi terkekeh.
"Mandi? Lalu kita menjemput Jungkookie di hotel Ibu? Atau bercinta dulu baru mandi?"
"Namjoonnnn !" Namjoon tertawa puas setelah menggoda Seokjin.
"Baik-baik Kim Seokjin yang menggemaskan, ingin digendong?" Namjoon mendekatkan diri mengecup bahu Seokjin. "Ku gendong ke kamar mandi? Kita mandi?"
Suara berat Namjoon membuat Seokjin tersenyum lalu mengangguk. Mengecup singkat dahi Namjoon lalu berteriak saat pria itu menggendongnya bridal style. Tubuh mereka benar-benar telanjang. Bahkan Namjoon sempat memutarnya baru berlari kecil menuju kamar mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
He is Ours
FanfictionSiapa yang disalahkan? baik Seokjin maupun Namjoon keduanya bersalah. namun tak ada yang bisa mereka lakukan ketika mereka mendasari kata 'tak siap' dan dalam benak mereka, mereka membenci dunia, mungkinkah mereka akan bertahan hingga akhir? Namjin...