Siang hari setelah Seokjung makan siang di kantin kantor bersama managernya, dirinya kembali menuju ruangannya. Dan betapa terkejutnya ketika ia masuk, Ayahnya sudah duduk di sofa ruang kerja miliknya. Tidak ada senyum, tidak ada sapaan, tidak ada tatapan yang biasa dilayangkan Ayahnya. Seokjung mengerti. Jadi ia berjalan pelan dan duduk tepat di depan Ayahnya yang terus menatapnya.
"Kau mengerti kan kenapa aku kesini?"
Seokjung menampakkan wajah polosnya. Berharap apa yang ia pikirkan ternyata salah."Kenapa Ayah?"
"Kau sudah tahu kenapa tanya?" Senyum yang semula terpajang lebar diwajahnya mendadak beringsut menghilang. "Apa yang kau lakukan Seokjung?"
Seokjung diam.
"Aku sudah meringkus tiga orang mata-matamu Seokjung." Ayahnya membuang sekali nafas dengan kasar. "Dan kau juga yang memberikan Namjoon akses untuk masuk."
Seokjung tetap diam.
"Jadi selama ini kau juga bermain dibelakangku. Menikamku dari dalam selimut. Tentu kau yang memberitahu Namjoon tentang Direktur Lee. Mana mungkin anak sepertinya tahu." Ayahnya terkekeh dingin. "Kau mencoba melawanku?"
Kali ini Seokjung menggeleng. "Aku hanya mencoba melindungi adikku."
"Cih, melindungi?" Ayahnya mendecih tak suka. "Kau bahkan tak bisa melindungi diri sendiri Seokjung." Kaki Ayahnya yang semula saling bertindih kini turun sejajar. "Jangan bermain-main dengan Ayah Seokjung."
"Kau bahkan menyerah saat melarikan diri dulu. Jadi jangan coba-coba melawanku lagi."
Seokjung dengan diam menggertakkan giginya. "Jika Ayah tidak berbuat sesuatu pada Dambi, aku tak akan menyerah saat itu."
"Nah.." kini Ayahnya bangkit merapikan pakaiannya. "Jika aku berbuat sesuatu pada Namjoon, apa Seokjin akan menyerah?" Tangan Seokjung mengepal, ia ikut berdiri dan menatap Ayahnya sengit. Di depannya, benarkah Ayah? Benar, inilah Ayahnya.
"Jangan sakiti mereka. Memang apa yang mereka lakukan hingga kau sebegitu bencinya ses—"
"Aku selalu benci pada anak yang menentangku. Kau tahu itu Seokjung-ah." Ayahnya mulai berjalan melewati Seokjung. "Dan lagi, jangan ikut campur lagi. itu bukan porsimu Seokjung." Seokjung memperhatikan Ayahnya yang terus berjalan.
"Kau sebut dirimu seorang Ayah?" teriaknya menghentikan kaki pria bermarga Kim itu. "Kau sudah pernah menyiksaku dan kekasihku, sekarang kau menyiksa anak bungsumu dan kekasihnys. Apa kau tidak lelah?" Ayahnya masih diam berdiri membelakanginya.
"Kalau begitu aku bukan Seokjung yang dulu. Aku punya porsi yang besar Ayah. Dan aku tidak takut apapun lagi—kau berani mengusik Namjoon? Berarti Ayah berurusan denganku. Aku sudah tak bergantung pada Ayah. Ayah Ahreum memberikan posisi yang bagus padaku diperusahaan ini, atas kemauan Ayah kan jika aku menikahi Ahreum? Terima kasih Ayah, berkat itu, aku memiliki kekuatan. Aku bisa melindungi Seokjin dan Namjoon."
Butuh beberapa detik hingga Ayahnya melepas kepalan tangannya dan membuka mata lalu kembali berjalan meninggalkan anak sulungnya. Setelah Ayahnya keluar dari ruangannya, dirinya menjatuhkan diri di sofa dan menjambak frustasi rambutnya.
.
.
.
Saeron masih setia menatap Namjoon. Pria itu hanya diam saja tanpa mengatakan apapun. Ia tahu, Namjoon terlihat begitu tegang. "Apa yang dia maksud itu Kim Seokjin temanmu? Memang kalian kekasih?"
Ken mengerutkan kening menatap wanita di sampingnya. "Yeah, Seokjin meninggalkanku untuk lelaki seperti ini—"
Saeron segera menatap terkejut Ken. "Sejak kapan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
He is Ours
FanfictionSiapa yang disalahkan? baik Seokjin maupun Namjoon keduanya bersalah. namun tak ada yang bisa mereka lakukan ketika mereka mendasari kata 'tak siap' dan dalam benak mereka, mereka membenci dunia, mungkinkah mereka akan bertahan hingga akhir? Namjin...