"Namjoon... Namjoon." Tengah malam Seokjin terus menggoyangkan tubuh Namjoon yang sudah tertidur. Panggilan ketiga barulah Namjoon merespon dan dengan perlahan membuka mata.
"Ada apa Jin?" Tanyanya dengan suara serak, masih enggan membuka mata.
"Namjoon bangun, aku mimpi buruk." Dengan mata mengantuk Namjoon mencoba mendudukan diri dan mengusap wajahnya.
Seokjin terus memperhatikan Namjoon dan kini mendudukan diri disisi Namjoon. "Mimpi apa?" Tanya Namjoon sambil menguap karena jujur ia masih sangat mengantuk terlebih matanya begitu bengkak dan berat.
"Menyeramkan pokoknya." Seokjin memainkan jarinya. "Kau jangan tidur dulu."
"Sekarang jam berapa?" Tanya Namjoon sembari mencari ponsel dan menyalakan layar sekedar mengecek jam. Matanya menyipit kala sinar ponselnya yang terasa begitu terang menyilaukan mata mengantuknya. "Jin masih jam 2, tidur lagi."
"Tidak mau, takut mimpi lagi."
"Memang mimpi apa?" Kini Namjoon perlahan mencapai kesadaran dan menarik selimutnya, ia menatap Seokjin yang melekungkan bibir.
"Ada kalkun raksasa, pokoknya menyeramkan."
"Hanya mimpi."
"Aku takut sesuatu yang buruk akan terjadi Namjoon. Pikiranku ruwet, rasanya mimpiku membuat dadaku berdebar karena terasa begitu nyata. Aku.. hanya takut akan ada hal buruk menimpaku dan.." Seokjin menunduk menatap perut besarnya.
"Tidak akan ada hal buruk. Tidur ya? Kau perlu istirahat." Seokjin menggeleng. "Katanya mau jalan pagi-pagi." Seokjin tetap diam. "Kuantar ke kamar?" Seokjin tetap bungkam.
"Lapar. Ingin ramyeon dengan telur, tapi malas masak." Cicit Seokjin dengan kepela menyender lemah pada sandaran sofa. Ruangannya lumayan gelap, rasanya ia hanya melihat hitam dan hitam meski wajah Namjoon tetap terlihat.
"Aku masakkan oke? Aku bisa memasak ramyeon, kau tunggu disini saja sambil menonton tv." Seokjin sontak tersenyum lalu mengangguk. "Pakai selimut ini, udara sedikit dingin." Namjoon menyelimuti tubuh Seokjin lalu menyalakan lampu dan mulai mencari keberadaan remot dan menyerahkannya pada Seokjin.
Setelah membasuh wajah dan total terbangun, Namjoon segera membuka lemari untuk mencari ramyeon dan telur. Namjoon tak menyalahkan Seokjin yang lapar dijam seperti ini, ini bukan pertama kali Seokjin lapar diwaktu begitu pagi.
Meskipun serial tv tengah menanyakan acara hewan buas dan terkesan begitu alam, pikiran Seokjin masih tertuju pada mimpinya. Rasanya menakutkan dan entah kenapa membuatnya berpikiran akan ada sesuatu buruk yang datang pada dirinya. Atau dirinya terlalu sensitive? Setidaknya ada Namjoon di rumahnya dan ia tak sendirian, mungkin jika ia sendirian Seokjin sudah menangis dengan pikiran negatifnya.
"Mau makan disini?"
Namjoon datang mengejutkan Seokjin yang sedari tadi matanya menatap tv namun pikirannya melanglang buana entah kemana. "Sepertinya sulit makan disini, ayo ke ruang makan." Namjoon memberikan bantuan agar Seokjin berdiri.
"Hanya semangkuk, untukmu tidak Namjoon?" Seokjin mendudukan diri, bau ramyeon tercium begitu kuat dihidungnya dan terasa menggiurkan terlebih dengan telur pada ramyeon. Sempurna.
Namjoon mendudukan diri disamping Seokjin lalu menggeleng. Ia tak terlalu suka makan dijam seperti ini. Jadi ia hanya duduk menemani Seokjin dan menonton Seokjin makan dengan lahap. "Setelah beberapa hari berolahraga dengan Hoseok badanku lumayan bugar." Ujar Seokjin dengan mulut yang penuh.
"Baguslah. Wajahmu sudah tidak pucat lagi. Nanti pagi kita jalan-jalan bersama. Hoseok berkata hari ini tidak bisa datang karena ada pemotretan." Seokjin mengangguk lalu tiba-tiba ingatannya kembali kesaat pertama kali ia jogging sore bersama Hoseok dan bertemu seorang nenek.
KAMU SEDANG MEMBACA
He is Ours
FanfictionSiapa yang disalahkan? baik Seokjin maupun Namjoon keduanya bersalah. namun tak ada yang bisa mereka lakukan ketika mereka mendasari kata 'tak siap' dan dalam benak mereka, mereka membenci dunia, mungkinkah mereka akan bertahan hingga akhir? Namjin...