(26)

13.9K 1.4K 409
                                    

Setelah Seokjin dipindahkan ke ruangan inap dan seluruh teman-temannya berkumpul di dalam ruangan, Namjoon memilih menyendiri. Duduk sendirian di kursi taman rumah sakit dengan udara yang dingin. Tangannya menggenggam ponsel miliknya. Menatapnya lekat. Ada keraguan dalam diri Namjoon. Kepalanya menengadah, menatap gelapnya langit malam namun beberapa bintang nampak hadir di atas sana, menyambut kehadiran Jungkook, pikir Namjoon.

Dan kali ini keraguan itu sirna. Namjoon mendial nomor adik laki-lakinya.

"Hallo Hyung?"

Namjoon mencoba mengambil nafas lalu menetralkan detak jantungnya. "Hai, sedang apa?"

"Habis makan malam. Hyung.. tumben menelepon." Namjoon memainkan jemarinya, menatap jemarinya dengan tatapan kosong. "Hyung?"

"Ah ya, ada yang ingin kukatakan." Adiknya terdiam menunggu kelanjutan Namjoon. "...Kau dengan siapa saja saat ini?"

"Aku di kamar Hyung. Dengan poster Rossi kesayanganku." Namjoon mencoba tertawa. Punggungnya bersandar pada sandaran besi lalu kepalanya menengadah, ia mencoba menguatkan diri.

"A-aku.. seorang Ayah. Anakku sudah lahir. Aku ingin memberitahumu, juga Sarang.." dan Ayah Ibu, lanjutnya dalam hati. Lalu terdengar teriakan nyaring dari seberang teleponnya.

"AAAAAAA Hyungggg..... Tolong tarik aku ke Seoul saat ini jugaaaaa. Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa Hyung aku harus memberitahu Ibu Ayah."

"Tidak, tidak perlu.." Namjoon masih menatap bintang di atas sana. "Mereka juga tidak mengharapkan berita ini." Satu tetes air mata keluar dari sudut matanya. Jujur, ia begitu ingin merayakan kebahagiaan ini bersama keluarganya. Ia ingin mendengar ucapan selamat dari Ibunya dan pelukan hangat dari Ayahnya. Ia ingin seluruh keluarganya hadir dan mengucapkan selamat pada Seokjin dan menatap anak laki-lakinya, Jungkook, ia ingin mendengar Ibunya menyanjung Jungkook, ia ingin melihat Ayahnya berebut menggendong Jungkook.

Semua hanya ada dalam bayangan Namjoon.

Adiknya terdiam. "Aku sudah memberi nama, namanya Jungkook."

"Jungkook." Lirih Adiknya. Tanpa Namjoon tahu Adiknya menangis, ia menangis ketika Namjoon mengatakan tidak perlu. Rasanya ini begitu menyakitkan, keluarganya tidak seperti dulu. "H-hyung.."

"Ya?"

"Kirim foto anakmu." Adik laki-lakinya terduduk lemas menatap lantai. "Aku ingin melihat keponakanku."

"Tentu."

"Apa dia sangat tampan?"

"Sangat."

Mereka sama-sama menangis dalam diam.

".. Selamat Hyung." Namjoon memejamkan matanya, mengangguk tanpa sadar dengan air matanya yang terus mengalir. "Kau seorang Ayah saat ini." Namjoon kembali mengangguk. "Semua akan baik-baik saja Hyung." Namjoon mengangguk, dadanya terasa sesak karena ia harus menahan suaranya.

"Hyung,"

"H-hm." Suara isak tangisnya mulai keluar, namun Namjoon harus menahannya.

"Kau tetap Kakak kebanggaanku. Aku tetap menjadikanmu idolaku." Bahu Namjoon bergetar. Ia meletakkan ponselnya, menutup wajah dengan kedua tangannya. Menangis terisak, membiarkan beberapa orang menatapnya heran. Jika, jika saja, ia sangat ingin memeluk adiknya saat ini.

.

.

.

Ketika Seokjung menyadari Ibunya hanya berdiri dan menangis, dirinya segera mendekat, meletakkan kedua tangannya pada pundak Ibunya. "Ibu.." Ibu Seokjin terus menggeleng menunduk, menghapus air matanya.

He is OursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang