(24)

12K 1.2K 227
                                    

Seokjin tak mengerti kenapa ketika Namjoon datang, pria itu langsung datang memeluknya erat tanpa mengucapkan sepatah kata apapun. Seokjin hanya mengerjapkan mata beberapa kali namun tangannya menepuk-nepuk punggung Namjoon tanpa sadar. Seolah mengatakan 'semua baik-baik saja', itu yang Namjoon tangkap.

"Namjoon?"

"Hm?" Namjoon masih memeluknya, justru semakin erat.

"Ada apa?"

Namjoon hanya menggeleng dengan bibir terkatup. Seokjin begitu hangat, sangat. Dari dulu Seokjin selalu hangat. Seokjinlah tempat dirinya melepas lelah, membuang kantuk, mencari tawa, pria itu selalu ada untuknya hingga saat ini.

"Namjoon, ayo katakan sesuatu."

Namjoon melepas pelukannya, hanya tersenyum, mengecup hidung Seokjin singkat. Untuk sesaat ia menatap wajah Seokjin, Seokjin mewarisi mata dan hidung Ayahnya, saat melihat Seokjung ia tak terlalu menyadari kemiripan mereka berdua. Tapi saat ini, setelah dirinya bertemu Ayah Seokjin, kekasihnya ini begitu mirip Ayahnya.

"Kita harus mengecek kandunganmu Seokjin, bukankah dokter Han mengatakan untuk lebih sering mengecek ketika usia kandungan memasuki bulan kelahiran?—"

Wajah Seokjin meredup lalu menunduk. "Aku takut Ayah akan menemukanku dan temanmu melihatku Namjoon."

Namjoon sedikit membungkuk, mengangkat dagu Seokjin dengan tangan kanannya, senyuman masih tersungging diwajahnya. "Seperti biasa, kita pandai menyamar dan bersembunyi bukan?"

"Kau yakin?"

"Aku sangat yakin. Bukankah kau rindu babynya? Tidak ingin lihat dia dimonitor?"

"Rindu Namjoon ! Sangat rindu ! Sungguh? Kapan kita akan ke sana?" Namjoon tersenyum, selamanya, ia ingin melihat Seokjin tersenyum seperti ini. Cukup rasa pedih yang Seokjin rasakan, jangan ada lagi. Senyum itu terlalu berharga untuk dilenyapkan.

"Aku akan menanyakan Dokter Han untuk jadwalnya. Hari ini apa yang kau lakukan?" Namjoon melirik seisi ruangan. "Dimana yang lain?"

"Aku sendirian hehe." Seokjin menarik Namjoon untuk duduk. "Taehyung tengah membeli sesuatu dan Jimin ada kelas. Yoongi Hoseok belum kemari."

"Seharusnya kau tidak sendirian seperti ini—pergi kemana Taehyung?"

Jemari Seokjin memainkan jari kelingking Namjoon, senyumnya perlahan meluntur. Bahunya merosot lesu. "Bukankah aku sangat merepotkan? Seolah kalian harus meninggalkan kesibukan kalian hanya untuk menemaniku. Rasanya aku begitu kesulitan melihat kalian, aku bahkan tidak tahu cara membalas semua kebaikan kalian."

Namjoon tak langsung menjawab, karena dirinya pulalah yang mengharapkan semua orang memasang mata untuk Seokjin, mengharapkan semua orang meluangkan waktu untuk Seokjin, "Kita balas kebaikan mereka bersama-sama. Seharusnya memang aku yang bertanggung jawab sepenuhnya pada dirimu, tapi aku bahkan tidak bisa membagi waktuku dengan baik."

"Aku ingin cepat-cepat lepas dari ketakutan ini Namjoon. Aku ingin hidup bahagia, bersamamu juga anak kita. Aku tidak mau membebani orang lain lagi." Seokjin menunduk mengelus perutnya. "Taehyung sangat baik padaku. Dia seperti adikku. Jimin juga. Padalah aku belum melakukan apapun untuk mereka. Namjoon-ah, memang aku siapa hingga pantas mendapat kebaikan mereka?"

Namjoon menggeleng, tangannya terangkat mengelus pelipis Seokjin. "Anggap saja Tuhan tengah mengirim malaikat lewat Taehyung dan Jimin. Tuhan ingin membalas semua penderitaanmu, membuatmu terlindungi lewat Jimin dan Taehyung. Jika kita dapat berdiri dengan kaki sendiri nantinya, kita akan membalas mereka. Dan Seokjin-ah, mereka memang adik kita."

Kala itu Taehyung sudah hendak masuk, ia sudah membuka sedikit pintu flatnya, namun dari intipan kecil ia tengah melihat Namjoon memeluk Seokjin. Ia tak ingin menganggu mereka, namun ia juga tak ingin pergi. Maka ia hanya berdiri diambang pintu. Saat Seokjin dan Namjoon duduk, ia berniat masuk, namun mengurungkan diri.

He is OursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang