(17)

12.8K 1.3K 676
                                    

Long chapter, sorry !

🍃🍃🍃🍃

Seokjin menyenderkan kepala pada sofa sementara tangannya sibuk membuka majalah makanan yang Yoongi bawakan. Bosan, benar-benar bosan. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain duduk sendirian di dalam apartemen. Tidak ada hiburan. Tidak ada teman mengobrol, tidak ada apapun.

Dulu ketika ia masih kuliah, rasanya ia ingin sekali memiliki hari tanpa memikirkan apapun, berdiam diri di rumah, hanya tidur dan makan. Nyatanya? Hal itu sangat membosankan. Hoseok sudah berangkat kuliah semenjak tadi pagi, dan Yoongi berkata akan mampir di sore hari. Namjoon? Tidak ada kabar hari ini.

"Hei?"

Seokjin menoleh dan oh—"Namjoon? Hai?"

Namjoon tersenyum, meletakkan keresek berisi makanan di meja lalu duduk di belakang Seokjin. "Sedang apa?"

"Baca majalah. Bosan."

"Tubuhmu baik-baik saja kan? Aku punya hotteok kesukaanmu."

"Baik, em tidak si, agak pegal. Perutku besar sekali, susah bawanya. Kadang perutnya kencang, sakit." Namjoon tertawa, sekalipun ia hanya bisa melihat punggung Seokjin, tapi ia bisa mendengar nada menggemaskan Seokjin.

"Sini, biar tidak cape." Seokjin mengerutkan kening saat Namjoon tiba-tiba menariknya dan membuat punggungnya bersandar pada dada Namjoon. Oh? Dengan posisi kini Seokjin berada di antara kaki Namjoon, punggung bersandar pada dada Namjoon, dan tangan Namjoon yang berada di perutnya. Mengelus. "Hey baby, jangan nakal-nakal, kasian Seokjin." Seokjin mendongak dan Namjoon tersenyum padanya.

"Tidak nakal tau baby nya." Seokjin menyamankan diri, bahkan kepalanya juga ikut bersandar di bahu Namjoon. "Namjoon, bosan."

Elusan pada perut Seokjin terhenti dan Namjoon berinisiatif menggenggam tangan Seokjin, "Mau jalan keluar?"

"Memang tidak kuliah Namjoon?"

"Hanya nanti sore."

"Tidak ah, nanti banyak yang lihat." Namjoon terdiam. Menatap tangan halus Seokjin yang berada ditangannya. Ia bisa merasakan bagaimana kesepiannya Seokjin. Bagaimana rasanya seolah terkurung sendiri di dalam rumah.

"Ya sudah kutemani di sini?" Seokjin mengangguk dan kembali membuka lembar majalahnya. "Semalam Hoseok bagaimana? Menemani disini kan?"

"Eum! Hoseok menemaniku tidur."

"TIDUR BERSAMA?!!" Suara Namjoon meninggi.

"Tidak ih Namjoon kencang sekali tanyanya." Seokjin sedikit mendongak. "Hoseok cuma menemani sampai aku tertidur. Dia membacakan dongeng loh. Tapi dongeng isinya kancil vs komodo. Aku tidak tahu ada cerita seperti itu?"

Namjoon meringis malu lalu dalam hati berjanji tak akan membiarkan Hoseok mendongeng untuk anaknya kelak. "Namjoon?"

"Hm?"

"Kok aku takut ya?" Namjoon hanya bergumam kenapa tanpa melepas genggamannya pada tangan Seokjin. "Takut melahirkan hehe. Tidak tahu rasanya takut saja. Akan ada seseorang yang akan kulindungi kelak. Akan ada bayi yang keluar dari perutku. Dan akan ada bayi yang harus kupekernalkan pada orang tuaku. Takut Namjoon, sungguh."

Namjoon tak menjawab, melainkan menggigit bibir bawahnya. Begitu banyak pikiran dalam otaknya. "Namjoon, apa kau akan memperkenalkan anak ini pada orang tuamu?" kelu, lidah Namjoon kelu. Rasanya bibirnya mati rasa. Ia bahkan tak berani memandang Seokjin sekalipun elusan pada tangan Seokjin tak berhenti.

"Hehe tidak apa kok Namjoon. Aku cuma bertanya."

Namjoon total bungkam. Dadanya berdenyut nyeri. Ia bahkan tak tahu bagaimana caranya membuka mulut. "Namjoon jangan marah? Aku cuma tanya kok." Seokjin mendongak dan hendak menegapkan badan untuk menatap wajah Namjoon namun Namjoon menahannya dan mengisyaratkan agar Seokjin kembali bersandar. Dan sukses membuat Seokjin merasa bingung.

He is OursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang