Very very Loooooooong long chap gays, sorry !
.
.
.
"Daegu?" Yoongi bersuara. Lalu Taehyung mengangguk dan mengatakan dimana daerahnya waktu ia tinggal dulu, dan Yoongi mengangguk paham. Ia bukan sekali dua kali datang ke Daegu jadi ia tahu dimana kiranya rumah Taehyung. "Cukup jauh dari kota." Yoongi menatap Seokjin yang juga menatapnya, air mata itu masih menetes, tangan kurusnya terangkat menghapus air mata itu "Akupun ingin membawanya ke tempat jauh, tapi siapa nantinya yang akan menjaga Seokjin disana?"
"Meninggalkan Seokjin sendirian di tempat asing untuknya, itu bukan ide bagus menurutku." Yoongi kembali menunduk, berpikir, apa yang harus ia lakukan untuk menyelamatkan sahabatnya. "Salah satu dari kita pun tidak ada yang bisa. Semuanya masih memiliki jadwal kuliah." Dirinya teringat akan Hoseok dan Namjoon yang pastinya juga tak akan bisa menjaga Seokjin jika Seokjin ke Daegu. "—apa kalian juga mahasiswa?"
Taehyung dan Jimin mengangguk. "Ya, kami mahasiswa, semester 5—"
"Adik tingkat kami kalau begitu." Ucap Yoongi, lalu Taehyung dan Jimin menjelaskan jurusan dan asal mereka. Seokjin bahkan sampai menoleh pada Jimin karena mengetahui bahwa Jimin adalah adik tingkat Namjoon. Rasanya ia ingin cepat-cepat pergi dari sini, ketakutan kembali melingkupi dirinya.
"Yoongi, ayo pergi dari sini." Bisiknya kembali menggenggam tangan Yoongi kuat. Bibirnya kembali bergetar bahkan tak berani memandang Jimin. "Yoongi."
"Pergi kemana Seokjin? Sudah malam? Tak mungkin pulang ke apartemen kan?" Seokjin menggeleng dengan kuat. "Apa Seokjin boleh menginap disini?" Seokjin segera menggeleng kuat memohon pada Yoongi lewat matanya yang ketakutan.
"Boleh." Jawab Taehyung dengan cepat. "Ada dua kamar. Seokjin-ssi bisa di kamarku dan aku tidur dengan Jimin."
"Yoongi—Yoongi kumohon, aku—takut Yoongi sungguh , pergi."
"Sudah malam Seokjin. Aku akan disini menemanimu, tapi aku akan mengambil pakaianmu malam ini, sebelum Ayahmu kembali datang. Bagaimana? Semua akan baik-baik saja disini. Aku tak yakin untuk menginap di luar sana. Untuk sekarang, percaya pada mereka ya?" genggaman pada tangan Yoongi melemah, Seokjin sudah tak dapat mendebat Yoongi. Ia membiarkan Yoongi mengelus pipinya lalu berdiri.
"Aku titip Seokjin sebentar. Aku akan mengambil beberapa pakaian untuk dia. Aku tak yakin Seokjin bisa pulang lagi. Apa kita sangat merepoti kalian?" Taehyung dan Jimin segera menggeleng dengan kuat. Dan Yoongi tersenyum, berbalik melangkah keluar dari flat Taehyung.
Dan detik ketika ia menutup pintu, Yoongi merosot dan menangis. Rasanya pertahannya runtuh ketika ia keluar dari ruangan itu. Ia menyembunyikan wajahnya pada kedua lututnya, bahunya bergetar dan isak tangisnya harus tertahan. Tangannya terkepal kuat hingga kukunya memutih, marah, takut dan cemas semua bercampur menjadi satu. Rasanya ia ingin segera bangun lalu membangunkan Seokjin dari semua mimpi buruk ini, bukankah dunia terlalu kejam pada sahabatnya?
"S-seokjin-ah, kau—tak pantas menderita seperti ini." Bibirnya bergetar bahkan beberapa kali ia harus memukul dadanya, membuang rasa nyeri yang menjalar hingga ke perutnya.
.
.
.
Yoongi sudah kembali, beruntung tidak ada siapapun di apartemen Seokjin. Sepertinya Ayahnya masih terguncang dan masih mencari seseorang untuk membawa Seokjin. Kini dirinya dan Seokjin sudah masuk ke dalam kamar Taehyung. Yoongi membelikan beberapa cemilan untuk Seokjin, sempat mengambil susu dan vitamin Seokjin, untungnya dia mengingat hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
He is Ours
FanfictionSiapa yang disalahkan? baik Seokjin maupun Namjoon keduanya bersalah. namun tak ada yang bisa mereka lakukan ketika mereka mendasari kata 'tak siap' dan dalam benak mereka, mereka membenci dunia, mungkinkah mereka akan bertahan hingga akhir? Namjin...