21. Bastard (21++)

924 70 0
                                    

Mengandung kata-kata kasar dan tidak senonoh. Mohon kebijaksanaannya untuk melewati part ini jika anda masih dibawah umur. Thanks

×××××××××

Aku terbangun ketika menyadari cahaya sinar matahari yang terasa terik dari luar jendela.
Padahal musim semi telah lewat dan kuakui waktu yang sempurna untuk menikmati eropa tanpa sinar matahari ya saat-saat seperti ini.

Mungkin hari ini adalah hari terakhir matahari bersinar terik sebelum musim gugur menerpa hingga salju turun.

Setelah mandi dan sedikit berdandan, aku mengecek ponsel dimana aku dan Mike sudah berjanji akan bertemu dan pergi ke taman bermain di pusat kota.

Kupakai sneakers putihku dan mengambil tas kecil yang akan kusampirkan di sisi tubuh sebelah kananku.

Aku membuka knop pintu kamarku dan berjalan menuju pintu keluar namun suara bass Axelle menghentikan langkahku.

"Kau akan pergi?"

Aku menoleh dan tersenyum. Senyum yang biasa untuk membuat kesan sopan. Bagaimana pun, pria itu tetap berstatus sebagai suamiku. Dan, dia tidak pernah mengusikku semenjak pertemuan terakhir dengan Mike waktu itu. Ya, kira-kira 1 minggu yang lalu.

"Kau mau ikut? Matahari sedang cerah-cerahnya." Ledekku bersemangat.

Axelle tersenyum miring. "Baiklah. Nikmati saja matahari terakhir tahun ini. Kita tidak tahu apa yang terjadi esok."

Ucapannya sanggup membuat senyumku menghilang sesaat. Namun, aku hanya mengedikkan bahu.

"Okay. Aku juga suka musim dingin meski tidak terlalu menyukainya. Setidaknya, mulai besok aku sudah bisa kembali ke Canada bukan?"

"Kita pulang bersama."

"Kenapa begitu? Urusanmu masih lama, dan aku harus mengunjungi ayahku sebelum Canada membeku."

"Itu bisa dilakukan nanti."
Ucapnya santai membuat darah emosiku naik.

Axelle terkesan tidak peduli sekaligus meremehkan kegiatanku. Aku tidak menyukai itu. Jika dia tidak mempedulikanku, aku masih bisa terima. Namun, jika dia seakan tidak menghargai hidupku, aku sangat membencinya.

"Kau pikir aku makhluk beku seperti kalian yang akan tahan cuaca dingin?" Tanyaku sambil maju berjalan kearahnya yang duduk santai di sofa menatapku sambil bersidekap.

"Kau bisa mengunjunginya saat musim dingin selesai."

Aku berdecih. "Disana pasti banyak dedaunan gugur dan sebelum salju menutupinya, aku harus membersihkannya. "

"Aku akan meminta penjaga makam disana melakukannya."

"Semudah itu?"

"Kau mau apalagi?"

Aku melipat kedua tanganku didepan dada dengan wajah tidak percaya.
"Apa kau pernah merasakan kehilangan?"

Wajahnya berubah dingin secara drastis. Namun, aku tidak takut.
"Kau membahas ini lagi." Gertaknya.

"Ini berbeda dengan kehilangan seorang kekasih."

"Tak ada yang beda. Mereka sama-sama orang yang paling disayang."
Ucapnya dingin.

"Ya, begitulah. Harusnya kau memahamiku."

Dia diam menatapku tajam membuatku sedikit salah tingkah.
Lebih baik dia menjawab segala omonganku daripada diam seperti ini.
Aura nya sangat menusuk.

"Be-berhenti menatapku seperti itu." Ucapku canggung.
Apalagi, ketika ia bangkit berdiri dan berjalan mendekat kearahku.

Aku menahan napasku ketika wajahnya mendekat kearah wajahku.

FATED (Finish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang