34

5.8K 812 25
                                    

Alpa itu mencoba untuk memfokuskan dirinya dengan dokumen dokumen penting yang di berikan Lia padanya, entah kenapa ada perasaan tak enak yang menghinggap hatinya hampir sepanjang hari.

Dia duduk gelisah di kursinya, membolak balikan lembaran demi lembaran dengan tatapan kosong. Pikirannya entah kenapa bercabang cabang, yang anehnya ada yang berujung ke Beta manis kesayangannya itu.

Dan, benar saja, instingnya tak pernah salah.

Ponsel yang tergeletak di sebelahnya tiba tiba aktif dan bergetar menandakan ada panggilan yang masuk. Nama Tupai tertera di sana. Mendadak banyak pertanyaan yang langsung timbul dan memenuhi kepala Minho. Ada apa ? Ini bukan tentang hal buruk kan ?

Pria itu segera mengangkat tanpa membiarkan dering kedua berbunyi.

Baru saja mengatakan hallo. Rasanya jantung merosot dan jatuh dari tempat ketika indra pendengarannya menangkap apa yang di beritahu pihak rumah sakit bahwa kondisi pasangannya, Han Jisung dalam kondisi kritis dan benar benar sekarat.

Beta itu kehilangan banyak darah.

Rasanya jantung Minho berhenti bekerja, berdetak saat itu juga. Nafasnya memburu, aura tak enak mengalir sekitarnya mengesek udara dalam ruangan itu. Tentu saja Lia dapat merasakan hawa tak mengenakan itu.

"Lia, aku serahkan semua ini padamu. Jika ada apa apa tolong beritahu Changbin, aku membutuhkannya." Pesannya segera bangkit dan meraih kunci mobilnya.

Lia mengangguk. Ia tak bertanya lebih lanjut apa yang sedang terjadi. Minho yang sedang panik bukanlah saat yang tepat untuk bertanya.
_

Minho mengerang kesal karena jam padat dan berakhir terjebak di antara lautan kendaraan kendaraan yang padat.

Alpa itu mengeram, dan berakhir memukul stirnya kesal yang menghasilkan suara klakson yang panjang. Nafasnya tak beraturan, keringat menuruni dahinya melewati cela cela poni yang lepek (tampaknya ac mobil tidak memberi pengaruh apapun), hidungnya kembang kempis mencoba meraup oksigen sebanyak banyaknya ke dalam paru paru, dan gigi gigi beradu. Dia tidak tahan lagi. Jisungnya sekarat. Jisungnya sedang berjuang di sana. Jisungnya-

"Sial!" Umpat kesal. Memukul stirnya lagi.
_

Felix tersenyum puas dengan hasil kerja kerasnya sendiri yang telah berhasil menidurkan anaknya tanpa bantuan Changbin dan pengasuh sang bayi. Setidaknya ini adalah kemajuan pertama sejak ia sembuh dan pulang dari rumah Jisung.

Senyum lebar menghiasi wajahnya, ia segera meraih ponselnya dan membuka aplikasi kamera. Membidik wajah anaknya yang tengah tidur lelap beberapa kali. Ia hampir menjerit ketika melihat hasilnya, anak benar benar mengemaskan. Rasa bersalah merasuki relung hatinya tanpa ia inginkan.

Kenapa ia bisa menerima penyakit itu ? Kenapa ia kejam meninggalkan buah hatinya bersama sang ayah padahal jelas jelas anaknya membutuhkannya. Membutuhkan kehadiran seorang Ibu.

Diam diam Felix bersyukur, Changbin tidak begitu cepat menyerah padanya. Tidak meninggalkan mereka berdua ketika Felix sakit. Padahal kalau Changbin mau, ia bisa meninggalkan mereka berdua. Tanpa perlu repot repot bertanggung jawab.

Setelah berhasil mengusir rasa bersalah yang terus mengusik hatinya, Felix segera mengirim beberapa foto anaknya ke Changbin dan juga Jisung.

Mata Felix membulat kaget ketika status bar Changbin yang awalnya offline langsung berubah menjadi tulisan online, dan kedua centang itu telah berwarna biru.

Entah mengapa ada perasan bahagia ketika Changbin langsung membalas chatnya. Tak lama balon balasan chat terpampang.

Pipi yang di hiasi bintik bintik cantik itu langsung merona. Entah kenapa sekelilingnya terasa menghangat. Ia segera keluar dari chatroom Changbin dan beralih ke Jisung. Dahi Felix berkerut sedikit melihat pemberitahuan Jisung terakhir online.

Gladiol -MinSung- [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang