35

5.9K 810 69
                                    

Kalau saja Minho bisa memberikan kemampuan regenerasi Alpanya ke Jisung. Jisung tak akan tidur begitu lelap di sana. Tapi, seburuk apapun kejadian menimpa sang terkasih. Minho masih bisa sedikit lega dan bersyukur atas Jisung terlahir sebagai Beta, dimana sistem kerja tubuh, regenerasi, dan metabolisme tubuh Jisung tidak selemah Omega.
_

"...Jika itu aku sendiri yang berada di posisi Jisung mungkin aku tak akan pernah memaafkan diriku sendiri dan berbalik membenci," Tutup Minho, Alpa itu menceritakan betapa bajingan dia dulu. Bagaimana ia mencaci maki Jisung. Ketika menceritakan cerita itu kembali, tangannya bergemetaran. Ia menggenggam tangan Jisung yang lemah. Seolah itu adalah sumber kekuatan.

Alpa itu tak pernah sekalipun mengalihkan pandangan kemanapun selain ke arah wajah Jisung yang tampak tenang dan lelap. Tangannya menjulur mengelus rambut bagian depan Jisung yang telah panjang dan lebat. Harus di rapikan nanti jika Jisung telah sadar.

Sudah 4 hari sejak Jisung tertidur lelap. Sepertinya Beta itu asyik sekali tidur sampai terlupa untuk bangun dan Minho di sini.

Sekarang Nayeon mengerti semuanya, ia sedikit kebanyakan termakan omongan yang kadang belum tentu benar. Kenapa putera sulung begitu bebal dan keras kepala untuk mempertahankan Beta di depannya. Bukan karena Beta itu ahli melayani Minho di atas ranjang seperti apa kata Yuqi atau menggunakan pelet atau semacamnya seperti kata berita miring yang selama ini Nayeon dengar.

Ponsel Minho kembali bergetar setelah 3 kali Minho tolak panggilan itu. Alpa itu berdecak kesal.

Dengan kesal ia menggeser layar ponselnya yang otomatis langsung menerima panggilan, dan menempelkan ponselnya ke telinga.

"Hallo ?"

Minho segera bangkit hendak berjalan  sedikit menjauh dari tempat Jisung dan Eommanya. Tak ingin Eommanya dapat mendengar apa yang di sampaikan oleh sang penelpon, bisa bisa Minho di usir dari sini dan di suruh pergi ke kantor.

"Aku sudah bilang Changbin-" Mata Eomma Minho menatap Minho sekarang. Minho tertahan. Dengan segera menurunkan volume suaranya. "-aku tak akan datang ke pertemuan itu. Aku tak bisa meninggalkan Jisung." Bisiknya. Sedikit mendumel karena Changbin tak henti hentinya menyuruhnya untuk datang.

"Minho."

Bahu Minho menegang, tidak mungkin Eommanya mendengar kan ? Ia segera berbalik badan dengan gerakan lambat, dan menurunkan ponselnya yang masih terhubung dengan Changbin.

"Eomma bisa menjaga Jisung, kau tidak perlu khawatir. Jika itu tidak bisa di skip, pergi saja."

"Ta-tapi...,"

"Lee Minho."

Minho tidak bisa menolak dan mencari alasan untuk tinggal lagi jika Eommanya sudah mengucapkan nama panjangnya.

Setelah mengusir Alpa keras kepala itu untuk segera pergi bekerja, Omega itu kembali duduk dan melanjutkan rajutannya.

Ia kembali tenggelam dengan apa yang ia kerjakan sedari tadi.

Udara kota Seoul akhir akhir ini semakin dingin dan bisa memijak suhu terendah bila malam tiba. Maka dari itu Omega itu berinisiatif sendiri untuk membuatkan syal musim dingin untuk menantu manisnya yang tengah berjuang.

Ia tak mau udara jahat itu membuat Beta menggemaskan yang tengah terlelap tidur itu tambah sakit. Omega senior tak akan membiarkan itu terjadi.

"Jisung-ah...maafkan Tante ya. Aku telah berpikir dan berasumsi buruk terhadapmu, tante bahkan sempat bersikap ketus dan menyebalkan. Tante minta maaf," Akhirnya Nayeon bisa berbicara langsung ke Jisung tanpa Minho di antara mereka berdua. "....terima kasih banyak telah menyelamatkanku. Merawat puteraku, menerima puteraku apa adanya, dan tetap bertahan di sampingnya."

Suasana berubah menjadi emosional.

"Aku mohon." Pintanya lagi. Angin musim gugur berhembus dari jendela terbuka, menghembus tirai putih dan membawa beberapa daun ke dalam ruangan.

"Jika Jisungie dapat mendengar suaraku. Aku mohon segera balas. Aku tahu, Aku adalah orang yang sangat egois," Suara Omega itu mulai bergetar. Matanya terlalu sibuk memindai lantai keramik berwarna putih bersih di bawah sana. Seolah jika ia menatap lurus ke Jisung, apa yang ia tahan di balik kelopak mata bisa turun saat itu juga.

Tangan yang terhiasi infus dan perban itu perlahan bergerak. Seolah Jisung benar benar dapat mendengarkan apa yang di katakan Omega tua itu.

Keajaiban benar benar terjadi, terlihat kelopak mata milik Beta itu bergerak gerak. Tak lama dua iris hazel itu keluar dari persembunyiannya.

"I..,"

Omega itu kaget ketika Jisung mengeluarkan sepotong huruf. Ia kira ia salah dengar. Ketika ia mengangkat wajahnya dan menatap Jisung, ia terperangah. Rasa bahagia menelusup hatinya.

"Jisung kau tidak apa apa ?" Tanya senang bercampur bahagia. Ia segera memencet tombol khusus untuk memanggil dokter yang berada di sebelah tiang infus Jisung.

"Jisung, bagaimana keadaanmu sekarang hm ? Apa ada yang sakit ?"

"Pu..sing.." Keluh Jisung terbata bata.

Omega itu segera memberikan segelas air putih yang tersedia di sana. Dengan hati hati membantu Jisung meminum air putih tersebut.

Kedua mata Jisung kembali tertutup ketika air itu melewati bibir pecah pecah dan kering, menuju ke tenggorokannya yang rasanya telah mati rasa.

Tak lama dokter dan dua orang perawat datang untuk memeriksa keadaan Jisung, dengan segera Omega itu memberikan ruangan untuk mereka.

"Terima kasih Tuhan."
_

Jisung mengangkat tangannya sebelahnya yang tidak sakit lagi tapi masih berbalut perban. Mengangkat ke atas seolah olah ingin mencapai sesuatu, bergerak gerak di udara. Lalu meletaknya kembali di sebelah badannya setelah bosan.

"Selama aku tidur, kau tidak mencari pelampiasan kan Alpa bodoh ?" Tanya Jisung. Menolehkan kepalanya sebelah kiri, menemukan Alpa yang sedari tadi mengawasinya.

"Siapa yang kau sebut bodoh ?" Protes Minho meski begitu tak terselip nada marah di sana.

"Syukurlah kalau begitu, hehehe." Tatapan Jisung berubah menjadi kosong.

Suasana mendadak hening sebentar.

"Ne Minho, aku sudah memikirkan semuanya. Tentang Eommamu," Jisung mati matian menahan dirinya untuk tidak bergetar dan yang paling buruk terjadi adalah menangis. Ia tak mau menangis di depan Minho. Itu akan membuatnya lemah.

"Ayo kita berpisah." Ucapnya dengan suara lantang dan tepat menatap mata Minho.

"Apa yang sedang kau katakan Jisung ? Kepala mu tidak bermasalah kan atau membentur sesuatu yang keras ?" Tanya Minho tajam. Masih terperangah tak percaya apa yang baru saja Jisung katakan.

"Tidak! Ini tidak menyangkut kepalaku apa bukan. Aku ingin....," Nafas Jisung tersedat. Tangannya meremat ujung selimut rumah sakit. "Aku hanya ingin tidak egois padamu."

"Sama saja! Kau memintaku untuk pergi sama saja dengan kau egois. Memang atas dasar apa kita harus berpisah ?" Tolak Minho. Alpa itu tidak mengerti. Alpa itu juga menahan dirinya untuk tidak membentak. Demi Tuhan, Jisung baru saja bangun beberapa hari ini. Tapi kenapa mereka berdua sudah terlibat pertengkaran ?

"Apa kau lupa jika Eomma mu membenci hubungan kita ?" Ruang kamar inap yang sepi dan luas itu memantulkan kembali suaranya, membuat Jisung tertunduk mendengarkannya.

"Baiklah kalau begitu maumu."

Kepala Jisung terangkat, Tidak ini bukan maunya.

"...kita berpisah."

Telinga Jisung berdengung mendengarnya.

Gladiol -MinSung- [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang