-Mengambil Ijazah-

1.5K 37 6
                                    

Mentari pagi nan cerah masuk melalui ventilasi kamar. Tetapi sang penghuni kamar masih asik bergelung bersama selimutnya.

"Arfi bangun Nak, udah siang! Kamu mau tidur terus kaya gitu hah?!"

Pintu kamarnya terbuka oleh sang mama, menyuruh agar putra sulungnya bangun.

"Lima menit lagi ma," gumam Arfi dibalik selimutnya.

"Terserah kamu lah." Lantas sang Mama keluar kamar.

Beberapa menit kemudian...

Akhirnya cowok yang sedari tadi asik tidur, telah bangun. Menguap dan mengucek matanya. Sesekali ia meregangkan otot sembari netranya menilik jam di dinding kamarnya.

"Sejarah banget jam 8 baru bangun." gumam Arfi.

Setelah di rasa nyawanya sudah terkumpul sepenuhnya, Arfi langsung menyingkap selimut dan bergegas menuju kamar mandi melakukan ritual mandi paginya.

Hanya butuh waktu 15 menit untuk ia selesai dengan ritual mandi pagi dan memilih menggunakan pakaian santai. Arfi bergegas keluar kamar, menuju ruang makan.

Melihat-lihat keadaan rumah yang sepi membuat Arfi bingung. Mengingat papanya yang mungkin sudah pergi ke kantor dan adiknya yang bersekolah.

"Perasaan, mama tadi bangunin aku deh? Lah ini kok ngga ada orangnya ya?" monolog Arfi. Sudahlah, lebih baik ia bergegas sarapan.

Ketika Arfi sedang lahap sarapan, tiba-tiba pintu belakang rumah terbuka. Menampakkan wanita paruh baya cantik yang menenteng kresek besar.

"Mama dari mana?" tanya Arfi kepada sang Mama.

"Dari pasar, abis belanja bulanan buat isi kulkas." jawab sang mama sembari meletakkan bahan-bahan masakan ke meja. Arfi hanya ber-oh ria, kemudian melanjutkan sesi makan paginya.

"Kamu ini! Jangan mentang-mentang udah lulus dan nggak sekolah, bangun tidurnya jadi siang banget!" Tiba-tiba sang mama marah-marah kepadanya. Yang diomeli hanya nyengir polos tanpa dosa.

"Maaf deh ma," ucap Arfi dengan menggaruk belakang rambutnya yang tidak gatal.

"Tadi malem aku ngga bisa tidur, mikirin mau cari kerja di mana," lanjut Arfi menjelaskan kepada sang mama.

Seketika gerakan mamanya yang sedang meletakkan sayuran di kulkas terhenti.

"Kamu yakin mau milih kerja aja daripada kuliah?" tanya Manda serius.

"Yakin ma, aku mau kerja dulu aja. Nanti semisal aku kepikiran buat kuliah, aku bakal pikirin baik-baik lagi kok," jawab Arfi tersenyum menampilkan lesung pipinya itu.

"Kenapa? Mama sama papa masih sanggup kok biayain kamu buat kuliah," ucap Manda kembali.

Arfi menjawab setelah suapan nasi terakhirnya, menyingkirkan piring bekas makannya kesamping kiri.

"Iya ma, Arfi ngerti kok. Arfi udah pikirin kalo Arfi mau kerja dulu. Nyobain rasanya kerja dan ngebiayain kuliah dengan hasil keringat Arfi sendiri. Arfi pengin nyoba hidup mandiri," ucap Arfi panjang lebar dan meyakinkan mamanya agar tenang saja.

Manda menghela nafasnya sejenak. Mengamati putranya yang saat ini tengah tersenyum ke arahnya.

"Ya sudah mama dukung apapun keputusan kamu. Asalkan kalau kamu mencari pekerjaan, tetap masih dalam definisi halal ya." peringat sang mama.

Takut jikalau putra sulungnya itu salah dalam mengambil pekerjaan. Arfi balas mengangguk dan kembali tersenyum hangat.

Waktu masih bersekolah dulu, Arfi bukanlah murid yang tergolong pintar-pintar sekali. Ya otaknya itu standar dan masih berfungsi kalau buat mikir urusan pelajaran. Arfi selalu berusaha membuat nilainya itu tak buruk-buruk sekali. Dia tak mau mengecewakan kedua orang tuanya.

****

Hari ini Arfi berniat akan ke SMA mengambil ijazah bersama 4 sohibnya itu. Dan kebetulan juga tadi pagi ia mendapat notifikasi dari Bagas bahwa di supermarket terdekat sedang membuka lowongan kerja.

Oke kesempatan emas ini, hehee.

Setelah bersiap-siap, Arfi bergegas pergi dan melihat mamanya sedang duduk di ruang tamu.

"Ma, Arfi ijin keluar sebentar ya," pamit Arfi.

"Mau kemana kamu?" tanya Manda.

"Arfi ke sekolah bentar, ngambil ijazah. Sekalian nanti Arfi mau nyari lowongan kerjaan," jawab Arfi.

Mamanya mengembuskan napas pelan. "Ya sudah kamu hati-hati ya. Bawa motornya jangan ngebut-ngebut."

"Siap ibu negara!" jawabnya tersenyum sembari tangannya dengan posisi hormat di pelipis.

"Ya sudah Arfi langsung jalan ya ma, takut ditungguin sama temen-temen Assalamu'alaikum." Arfi menjabat dan mencium punggung tangan kanan mamanya.

"Iya. Wa'alaikumsalam."

****

Aku kembali menyapa kalian para readers :-*. Gimana sama part ini? Syuka ngga?? Syuka lah ya hehehe.

Ini cerita bukan murni dari pemikiran aku. Jalan ceritanya juga sedikit dibantu sama temen. Hehe curcol dikit yawww

Semoga syuka :) jangan lupa VOTE setelah selesai baca!

Selamat Membaca ;)

KOMITMEN [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang