-Kedewasaan Sikap Arfi-

423 14 9
                                    

"Ciee...udah deh taken aja kalian, lama amat pendekatannya," sambung Melda. Disoraki oleh Bagas dan Deka.

"Nunggu waktu yang pas. Jadi siap-siap aja deh," ucap Arfi tersenyum masih melirik Anggi.

Anggi bingung dengan perkataan Arfi. Nunggu? Siap-siap? Buat apa?

"Maksud kamu apa, Fi?" tanya Anggi memandang ke arah Arfi.

"Ya nggak maksud apa-apa," jawab Arfi santai.

Ketiga sahabatnya hanya memandang ke arah mereka berdua.

"Haduh..serasa dunia milik berdua dah," celetuk Bagas.

"Syirik bilang!" timpal Deka menoyor kepala belakang Bagas. Sang korban toyor hanya acuh tak acuh.

"Eh gue sama Anggi cabut duluan ya," ujar Arfi sembari melirik jam tangannya.

"Baru jam setengah sembilan, masa mau cabut aja sih. Gue masih kangen sama Anggi nih." balas Melda merengek.

"Yaelah di kampus juga tiap hari ketemu kok," sahut Arfi.

"Iya lo cepet amat pulangnya," ujar Bagas.

"Dah ya kita cabut dulu, kalian gue tinggal. Kapan-kapan kalau ada waktu kita ngumpul lagi, bye," Arfi menarik tangan Anggi dan membawanya pulang.

"Kenapa tuh bocah, kok main cabut aja sih?" tanya Deka masih menatap kepergian Arfi dan Anggi. Entah Deka bertanya pada siapa.

"Mana gue tahu, yuk Mel kita juga pulang," ajak Bagas kemudian menarik tangan Melda. Melda hanya membuntuti dari belakang.

"Woy! Kok pada main pulang aja, ini siapa yang bayar dong? Hah, gue dong yang bayar?" Deka mendadak seperti orang ling lung.

"BAGASKARA, JANGAN KABUR LO, BAYAR DULU!!!"

****

"Fi, kok kita pulang duluan sih?" tanya Anggi saat mereka sedang di perjalanan pulang.

Arfi tersenyum. "Kan biar sampai di rumah kamu tepat jam 9. Aku enggak mau ngerusak kepercayaan papa kamu sama aku,"

Anggi tertawa kecil. Ternyata Arfi ini tipe cowok yang bertanggung jawab akan apa yang diamanah kan. Anggi tidak salah pilih orang untuk ia sukai.

"Anggi," panggil Arfi.

"Iyah, kenapa Fi?" tanya Anggi setengah berteriak. Takut suaranya tak terdengar karena terbawa deru angin.

"Kok kamu nggak pegangan," ucap Arfi yang sedikit menolehkan kepalanya ke belakang.

Anggi mengernyit. "Ini udah pegangan kok, emang gimana?"

Arfi akhirnya mengambil tindakan dengan meminta tangan kiri Anggi.

"Mana tangan kiri kamu?" tanya Arfi.

"Ada apa sama tangan aku?" Anggi bertanya kepada Arfi setengah heran.

"Udah diem, ayo mana tunjukkin." sahutnya.

Anggi menunjukkan tangan kirinya kepada Arfi. Sesaat kemudian tangan kirinya sudah berada digenggaman tangan dingin milik Arfi.

"Maksud aku pegangan kayak gini, tangan aku dingin perlu diangetin pakai tangan kamu," Arfi menggenggam erat tangan Anggi dengan membawanya melingkari pinggang Arfi. Seolah memerintah Anggi memeluk cowok itu dari belakang. Anggi hanya tersipu. Hangat menjalar dihatinya.

Tak butuh waktu lama mereka sampai di rumah Anggi.

"Anggi, bisa tolong buka gerbangnya? Motor aku mau masuk," ucap Arfi sedikit menengok ke belakang.

"Iya bentar ya, tapi ini tangannya lepas dulu aku mau turun bukain gerbangnya kan." sahut Anggi.

Arfi tersenyum, kemudian melepaskan genggaman tangan mereka.

Setelah motor Arfi masuk pekarangan rumah Anggi, cowok itu turun dan menghampiri Anggi yang sudah di teras rumah.

"Biasanya papa kamu udah tidur jam segini?" tanya Arfi.

"Belum, papa kalau tidur suka jam 10an. Emang kenapa?"

"Mau ketemu papa kamu sebentar,"

Anggi heran, biasanya Arfi langsung pulang jikalau habis mengantarnya. Kenapa ini mau ketemu papa?

"Iya ayo masuk," ajak Anggi memasuki rumahnya diikuti Arfi.

Keduanya menemukan papa Anggi sedang duduk seorang diri di sofa ruang tamu, beliau menoleh ketika merasa ada yang memeluk lehernya dari belakang.

"Papa!" ujar Anggi.

"Bikin kaget aja deh putri papa, udah pulang?" tanyanya.

"Udah pa, eh iya ini Arfi katanya mau ngomong sama papa." tunjuk Anggi.

"Malem om," sahut Arfi sopan.

Hanya dibalas anggukan, kemudian menyuruh keduanya untuk duduk.

"Ada apa Fi?" tanya papa Anggi.

"Om makasih udah ngizinin Anggi keluar, Arfi minta maaf om kalo nganterin Angginya telat," ujar Arfi sopan diiringi dengan senyum manisnya.

Papa Anggi kemudian melirik ke arah jam dinding. Kembali menatap Arfi.

"Tidak apa-apa, saya juga terimakasih kamu sudah menjaga putri kesayangan saya. Sepertinya kamu tipe cowok yang bertanggung jawab ya." ucapnya sembari menepuk bahu Arfi dan tergelak kecil.

Arfi hanya tersenyum kikuk. "Iya Om sama-sama. Ya udah Arfi cuma mau bilang itu, kalau gitu Arfi mau pamit pulang, udah malam."

"Ya sudah, hati-hati" ujar papa Anggi.

Arfi mengangguk sopan dan memandang Anggi yang sedang tersenyum ke arahnya.

"Aku pulang dulu ya, selamat istirahat," kata Arfi sembari tersenyum.

"Iya, makasih dan hati-hati di jalan pulang." jawab Anggi yang ikut tersenyum.

Interaksi keduanya tak luput dari pandangan Bayu, ia yakin putrinya tengah kasmaran.

Selepas kepergian Arfi, akhirnya Anggi memilih ke kamarnya untuk istirahat. Baru akan sampai ke pijakan satu lantai ia dipanggil oleh sang papa.

"Kamu pasti suka ya sama arfi, hayoo." ledek sang papa.

Anggi gugup. "Papa apaan deh, jangan kayak mama ngeledek Anggi terus. Entar Anggi ngamuk loh, udah ya Anggi mau ke kamar," ujarnya langsung menuju ke kamar sambil berlari kecil.

Papanya hanya terkekeh. Melihat punggung putrinya yang sudah tak nampak.

"Dasar anak muda.." gumamnya.

****

From : Arfian

Kamu ada kelas siang ya sekarang? Kalau gitu aku nggak bisa anterin kamu ke kampus deh ☹️

Nanti pulang dari kampus aja ya, aku jemput kamu pas banget aku juga pulang kerja. Nanti kabarin aku aja kalau kamu udah kelar kelas. See you🤗

Anggi membaca pesan dari Arfi berulang-ulang. Meski tak ada yang spesial dari pesan Arfi, tetapi Anggi tegaskan apapun tentang Arfi, ia akan menyukai itu.

Menurut Anggi, Arfi itu tak tampan. Hanya saja Arfi itu manis. Kalau kata orang tua sih yang manis-manis justru tak membosankan jika dipandang berkali-kali dalam jangkau waktu yang lama. Beda dengan orang tampan, yang kadang akan membosankan jika terus dipandang. Itu menurut Anggi ya, entah dengan cewek di luaran sana.

Arfian..." ucapnya lirih. Disertai dengan cekikikan sendiri dan menutup mukanya dengan bantal dan kakinya menendang-nendang udara yang kosong.

****

Gimana part ini? Pelan-pelan aje ye, asal kelakon, wkwkwk. 😆

Semoga syuka🥳jangan lupa VOTE setelah selasai baca!!

Selamat Membaca 😘

KOMITMEN [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang