-Melamar Kerja-

1.1K 34 4
                                    

Saat di perjalanan menuju rumah Bagas, Netra Arfi sekilas melihat seorang gadis yang sedang berdiri dan memainkan ponselnya di halte komplek.

"Kayak anggi ya? Eh anggi bukan sih. Samperin aja deh kalo gitu," gumam Arfi.

Arfi langsung menepikan motornya di halte dan melepas helmnya. Gadis yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya mendongak dan melihat siapa orang di depannya.

"Eh Arfi," ucap Anggi sembari tersenyum.

Arfi balas tersenyum. "Nggi, lo ngapain di sini? Bukannya udah ke rumah bagas ya?"

"Iya ini mau ke rumah bagas, lagi nunggu bus dulu. Soalnya mobil gue lagi servis di bengkel jadi ya ngga bisa bawa deh," jelas Anggi sembari memasukkan ponselnya ke dalam tas selempang nya.

"Oh gitu, ya udah lo bareng gue aja yuk!" ajak Arfi sembari menunjuk motornya dengan ibu jari.

"Nggak papa nih? Nggak ngerepotin lo kan? Dan gue nanti nggak disuruh dorong motor lo kan kalau tiba-tiba motor lo kehabisan bensin? Nanti kayak waktu itu, lagi." ucap Anggi seraya terkekeh.

Mengingat saat dirinya dan Arfi waktu masih SMA dulu, disuruh untuk membeli bahan praktek dan keduanya menggunakan motor Arfi yang tiba-tiba mati karena lupa diisi bensin oleh sang empunya motor. Dan ya terpaksa keduanya harus mendorong motor itu sampai menemukan pom bensin.

"Sembarangan aja lo. Motor gue bensinnya full, jadi ngga akan mogok. Dan satu lagi, gue sama sekali nggak merasa direpotkan," jawab Arfi.

"Ya udah deh ayo!"

Arfi menyodorkan helm kearah Anggi. "Nih helmnya dipakai dulu ya biar aman."

Anggi hanya membalas dengan senyum manisnya dan segera memakai helm di kepalanya.

"Hm..Arfi, gue denger lo nggak lanjut kuliah ya? Terus milih mau kerja aja?" tanya Anggi saat motor Arfi sudah melaju.

"Iya, emang bener." jawab Arfi singkat.

"Tapi kenapa? Bukannya dulu lo bilang mau kuliah ya," tanya Anggi lagi. Masa bodoh Arfi menyebut dirinya kepo.

"Enggak papa." Lagi, Arfi hanya menjawab singkat pertanyaan Anggi.

Anggi memilih diam dan tak kembali bertanya. Ia merutuk dirinya sendiri yang terlalu kepo dan mencampuri urusan Arfi.

Selang beberapa waktu keduanya sampai di rumah Bagas. Rupanya Melda dan Deka sudah hadir terlebih dahulu.

"Kalian mampir pacaran dulu ya? Lama banget kita nungguin nya," ceplos Bagas.

Arfi melirik sinis Bagas. "Apaan sih Gas, lo kalo ngomong ngga disaring dulu dah. Ngawur mulu,"

"Ya siapa tahu. Lagian kalian cocok kok, kenapa ngga jadian aja sih?" Ucapan yang Bagas lontarkan membuat Anggi tersipu.

"Fokus dulu ke masa depan, lo berisik banget deh dari tadi!" ujar Arfi jengah.

Deka dan Melda hanya terkekeh. Anggi? Cewek itu hanya tersenyum tipis.

"Iya gue diem. Kita langsung berangkat sekarang aja deh, pakai mobil gue." ucap Bagas yang sudah berdiri untuk menghampiri mobilnya.

Dan kemudian disusul para sahabatnya untuk masuk satu persatu ke dalam mobil Bagas.

Bagas yang mengambil kemudi, dan Arfi duduk di sebelahnya. Di kursi belakang ada Melda, Anggi, dan Deka.

"Eh guys, gimana kalau malem minggu nanti kita nongkrong bareng di Cafe?" celetuk Melda di tengah-tengah obrolan mereka.

"Kan semenjak kita udah lulus SMA, kita nggak pernah lagi nongkrong bareng." imbuh Melda menatap para sahabatnya satu-satu menunggu respon.

Para sahabatnya diam tengah memikirkan keputusan.

"Oke deh gue setuju!" seru Anggi.

"Gue juga setuju!" timpal Bagas.

"Arfi, Deka? Kalian gimana, setuju nggak?" tanya Anggi kepada keduanya.

"Oke.." jawab Arfi dan Deka barengan.

"Cie barengan. Awas kalian jodoh loh," ledek Bagas.

"Lo kalau ngomong jangan sembarangan deh. Kesel gue!" ketus Arfi dan menjitak keras kepala Bagas.

"Ihh ko malah pada ribut! Mirip bocah tahu nggak." lerai Melda dengan suara cemprengnya.

"Berisik!" ucap Arfi dan Bagas bersamaan. Melda hanya menampakkan muka cengonya.

Kelimanya telah sampai di SMA kencana 45. Satu persatu dari mereka turun dari mobil. Dan ketika giliran Anggi yang akan turun, entah ia sedang tidak fokus atau apa cewek itu tersandung kakinya sendiri. Hampir saja ia terjerambab jatuh jikalau Arfi tidak sigap menangkap tangan Anggi dan menggenggamnya erat.

"Eh Anggi ya ampun, hati-hati dong" ucap Melda panik. Melda pun ikut membantu Anggi.

Deka dan Bagas pun sama kagetnya.

"Anggi nggak papa?" tanya Deka.

"Iya gue nggak papa Dek, makasih ya udah nolongin gue Fi, Mel." ucap Anggi.

"Iya Nggi." jawab Arfi singkat dan masih menggenggam tangan Anggi.

Tanpa mereka sadari, ada yang tidak rela ketika tangan gadis yang ia sukai berada digenggaman tangan cowok lain. Hatinya cemburu.

****

"Fi, lo beneran mau kerja nggak lanjut kuliah?" tanya Bagas sembari memasukan keripik ke dalam mulutnya.

Saat ini keduanya tengah di teras rumah Bagas, setelah kepulangan mereka dari SMA.

"Iya sementara mau kerja dulu, urusan kuliah entaran. Gue minat kok kuliah," jawab Arfi dengan bermain ponselnya.

"Mau coba daftar lokeran yang waktu itu gue infoin?" Bagas bertanya lagi.

"Boleh. Semoga aja di tempat itu bakal jadi rejeki gue," sahut Arfi.

Arfi meletakkan ponselnya dan kemudian menghadap Bagas. "Makanya lo do'ain gue ya, semoga gue diterima kerja disitu,"

"Aamiin. Ya udah gih lo buat tuh surat lamaran kerjanya, sekarang!" Bagas memerintah bak seorang mandor.

Setelah 10 menit berkutat dengan pembuatan surat lamaran kerja, Arfi akhirnya selesai. Bersama berkas-berkas lain Arfi lantas memasukannya kedalam amplop coklat menjadi satu.

Bagas memandang Arfi heran. "Gue sebenernya masih kepo kenapa lo nggak lanjut kuliah, Fi. Tapi gue bukan tipe orang yang menuntut, selama orang yang bersangkutan belum cerita sendiri ke gue."

Arfi hanya terkekeh. "Gue ceritain kapan-kapan alasannya. Sekarang gue mau cabut dulu udah nggak ada waktu."

"Mau kemana lo kutil?" tanya Bagas. Melihat Arfi yang sudah beranjak dari duduknya untuk menuju ke motornya.

Arfi memutar bola mata jengah. "Menurut lo?"

Bagas yang baru sadar Arfi menggenggam berkas amplop lamaran kerja lantas terkekeh.

"Ya udah sono. Semoga sukses, Bro!" ucap Bagas menyemangati sahabatnya itu.

Arfi mengenakan helm dan menstater motornya, "Thanks."

****

Setelah Arfi menyerahkan surat lamaran kerja, ia diperintah agar menunggu 2 hari lagi untuk interview dan pengumuman diterima atau tidaknya. Ya.. Arfi berharap dia diterima di tempat itu. Sekarang ia hanya berpasrah dan menyerahkan urusan ini kepada sang Tuhan Yang Maha Esa.

Semoga keberuntungan berpihak pada gue-batin Arfi.

****

Masih betah mantengin cerita ini? Masih dong ya hehe.😅😅

Semoga syuka :) jangan lupa VOTE setelah selesai baca!!

Selamat Membaca ;)

KOMITMEN [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang