Aku duduk di sebelah Woojin yang hari ini tumben banget enggak keluar dari kelas, padahal biasanya setiap ada waktu luang dia pergi entah ke mana. Kusandarkan kepalaku begitu saja di bahunya, Woojin yang semula fokus bermain game kini terbagi fokusnya karena tindakan anehku ini.
“Apa, lo?” tanyanya mengedikkan sebelah bahunya sampai kepalaku sakit karena gerakannya.
“Galak!” sahutku menyentil telinganya sebentar tapi tetap kembali ke posisi semula. “Pacar di mana?”
“Di kelasnya,” jawab Woojin tak acuh.
“Selingkuh sama aku bentaran enggak apa-apa kali, ya?” tanyaku iseng yang membuat dia mendecak. Woojin ini tampilannya memang kayak anak nakal, tapi sebenarnya baik dan peduli. Seenggaknya sama aku, dan itulah alasan kenapa ini menjadi interaksi yang biasa. Kami bahkan cenderung sering bercanda di saat orang-orang mengira Woojin ini galak. “Jin, cowok kalau lihat cewek apanya dulu? Wajahnya?”
“Iya. Cewek juga gitu kayaknya.”
“Aku enggak nanya!” sahutku sewot, Woojin memang keseringan out of topic dan jago mengalihkan obrolan, sama kayak Lucas.
Ini sebenernya kalau mereka berdua barengan, dunia berasa pecah aja. Serius.
Begitu kami terdiam selama beberapa saat, dia akhirnya selesai bermain game dan menoleh kepadaku dengan kening yang mengerut. Detik berikutnya menggeleng dan merotasikan bola matanya entah karena alasan apa.
“Lo cantik tapi gue enggak minat,” katanya yang langsung kucubiti di pinggang, “akh! Sakit! Emang kenapa, sih? Bang Jaehyun bilang lo cantik?”
“Hah?! Kok dia lagi?” tanyaku yang disahuti gumaman pelan nan enggak jelas olehnya.
Dulu emang aku pernah deket sama kakak kelas yang namanya Jaehyun dan kebanyakan orang tahu akan hal itu. Mungkin pengaruh kelas kami deketan, jadi sering kelihatan bareng. Cuman enggak ada status yang jelas di antara kami selain adik dan kakak kelas. Setelah dia lulus, aku bahkan enggak tahu kabarnya di kampus kayak gimana.
Woojin enggak tahu kalau aku nanya begitu karena mulai kepikiran satu hal. Bukan Kak Jaehyun, tapi ini tentang Renjun yang enggak cuman sekali kedapatan menyebut kata, “cantik” ketika bersamaku.
Aku enggak berani nanya ke Mark, dia pasti langsung tahu apa maksud dari pertanyaanku.
“Normal orang lihat mukanya dulu, apalagi kalau konteksnya buat kasmaran,” kata Woojin sambil kembali memainkan ponselnya. Mencari duel untuk ia lawan bersama timnya.
“Kok kesannya kayak enggak tulus ya, Jin?”
“Enggak juga ah,” celetuk seseorang duduk di sampingku, akhirnya diapit dua cowok yang entah kenapa tumben banget hari ini enggak ke luar, “gue bertaruh semua orang di dunia ini pasti menilai orang dari wajah atau penampilannya dulu. Maksud gue … yang manusia sehat dan normal. Kalau buta ya lain cerita.”
Lucas juga sibuk selagi ngomong gitu, kayaknya satu tim sama Woojin karena mereka sekali-kali saling menyahut untuk melawan musuh.
“Gue lanjutin ya, tapi good looking-nya seseorang itu enggak menjamin dirinya kayak gimana. Percuma cantik kalau murahan, ‘kan anjing ya Jin? Gitu ‘kan maksud lo?” tanya Lucas yang disahuti dehaman oleh sang empu.
“Tumben bener?” tanyaku meledeknya yang langsung kena jitakan. “Ih, Lucas!”
“But calm down, Babe. Gue luar dalem juga oke,” katanya narsis sambil menaik-turunkan alis meski fokus masih pada gawai, “noh! Adek kelas enggak ada yang enggak tebar pesona kalau gue lewat. Capek juga sih jadi orang ganteng, harus ditanggepin soalnya gue enggak tega mereka sakit hati. Semoga aja mereka enggak pada baper dan ngira gue ngasih PHP yah, Ya Allah.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Cantik
FanfictionRenjun hanya memujinya cantik. Tapi itu menjadi awal mula kenapa Rahayu Deviana terus memikirkan Renjun dan celetukannya.