Malam yang begitu menenangkan. Aku sedang merebah di kasur sambil mendengarkan musik, menelusuri Instagram dan menyukai foto-foto boba. Tak ada yang lebih menyenangkan, setidaknya aku bisa mengistirahatkan tubuhku namun tetap mendapatkan sesuatu yang unik untuk mata dan telingaku.
Sampai aku baru sadar kalau Kak Taeil masuk tanpa mengetuk pintu dan tiba-tiba aja duduk dengan sedikit menubruk tubuhku.
“Duhhhh, kebiasaan!” seruku terganggu sambil melepaskan earphone.
“Kamu tuh yang kebiasaan! Daritadi dipanggil di bawah enggak nyahut-nyahut, kalau dengerin musik volumenya jangan gede-gede!” omelnya membuatku merotasikan bola mata dan berubah memunggunginya. “Ada tamu kamu, tuh!”
“Siapa lagian malem-malem gini?” tanyaku malas.
“Enggak tahu, cowok. Pacar kamu, ya? Mau UN malah punya cowok, putusin dulu,” katanya membuatku mendecak dan menyanggah soal pacar-pacaran itu, “buruan turun, anaknya enggak mau masuk. Mungkin cuman bentar.”
“Ck, iya iyaaa.”
Akhirnya aku ke luar dengan hanya menggunakan kaus dan celana training hitam, aku sempat hanya menyembulkan kepala saja di balik pintu dan kebetulan orang itu menyadari tingkahku. Dia terkekeh geli begitu aku memutuskan menghampirinya dengan ekspresi terkejut juga malu.
Yep, Renjun.
Mana enggak bilang-bilang mau ke sini.
“Ngapain?”
“Apel,” jawabnya membuatku melongo sesaat, hingga kemudian terkesiap karena dia melangkah mendekatiku dan meralat kalimatnya, “main hehe, boleh?”
“Emm… ya—tapi… kurang kerjaan banget?” tanyaku bingung apakah harus mempersilakannya masuk atau bagaimana. Aku enggak pernah didatengin tamu cowok malem-malem gini mana alasannya cuman main doang, jadi enggak tahu harus gimana.
Apalagi orang tuaku udah pulang, jadinya … argh! Gimana, dong?!
“Aku bawa makanan, mending disimpen biar enggak keburu dingin,” katanya menyerahkan kantung plastik. Aku menghela napas dengan ragu sambil berbalik dan menyuruhnya masuk. Aku enggak yakin, tapi sempat kudengar Renjun terkekeh lagi di belakangku.
Begitu dia duduk, aku segera ke dapur dan membuatkannya minum. Enggak lupa menyimpan brownies hangat pemberiannya dan tentunya menyiapkan itu untuk aku suguhkan juga pada Renjun.
Kegiatanku ternyata mencuri perhatian Kak Taeil yang baru keluar dari kamar mandi.
“Buat siapa?”
“Temenku,” jawabku tak acuh, sebenarnya degdegan tapi ditutupi aja.
“Tadi Kakak suruh masuk enggak mau, kamu yang suruh baru mau. Kenapa dia?” tanyanya sewot yang dijawab decakan saja olehku. “Ambilin hape sama earphone Kakak di meja sana, mau ke kamar aja.”
Aku menggumam pelan kemudian menyerahkan jamuan tamu tadi kepada Renjun, dia berterima kasih dengan masih memasang senyum manis. Aku kembali lagi ke dapur dan menyerahkan barang yang Kak Taeil tinggal di ruang tamu.
“Katanya mau ke kamar?”
“Enggak jadi, di sini aja,” kata Kak Taeil duduk di meja makan.
Mencoba mengabaikan niat terselubung kenapa Kak Taeil enggak jadi ke kamar, aku kembali dan duduk di sofa kursi lain dan menatap bingung Renjun yang sempat fokus ke televisi.
“Junjun?”
“Eh, manggil gitu lagi,” katanya kesenengan sampai aku secara spontan memijat kening karena malu. Dia tertawa pelan kemudian bertanya, “kenapa, Kak?”

KAMU SEDANG MEMBACA
Cantik
Fiksi PenggemarRenjun hanya memujinya cantik. Tapi itu menjadi awal mula kenapa Rahayu Deviana terus memikirkan Renjun dan celetukannya.