“Yu, naskah aku ada di mana?”
“Kok nanya aku?” tanyaku bingung ketika Mark menghampiriku dengan ekspresinya yang panik. Kelasku sedang sibuk-sibuknya menyiapkan ruang serbaguna untuk tampil besok, ujian praktek Bahasa Indonesia juga Seni Budaya yang memang disatukan, yakni membuat pertunjukkan.
Karenanya hari ini aku enggak les, mungkin aja ini juga bakalan pulang malem.
“So stupid,” rutuk Mark.
Aku bantu mencari naskahnya dari tumpukan properti, kami memang sempat latihan setelah pulang sekolah di ruangan ini, jadi aku yakin naskahnya enggak hilang ke mana. Aku juga sempat nanya-nanya ke yang lain barangkali ada yang nemu, sampai mataku menangkap presensi Renjun yang ada di sekitaran lapang lagi ngobrol sama beberapa temannya.
Kenapa bisa dari sekian banyak fokus malah harus ke sana coba?
“Jun?! Belum balik?!” teriak Haechan dari lapangan kedua.
“Belum, abis rapat! Lo kenapa belum balik?!” tanya Renjun.
“Pacaran dululah, emangnya elo jomlo?!” Renjun tertawa saja mendengar sahutan itu. “Shuhua mana? Si cantik idaman hati.”
“Ngapain nanya ke gue?”
“Ya ‘kan ngintil mulu sama lo, masa pacarnya cuek gini?” jawab Haechan membuatku yang sebelumnya iseng ingin mendengar apa yang mereka bicarakan langsung berbalik kembali ke ruangan serbaguna. Aku sempat mendengar Renjun menyahut dengan sanggahan yang enggak aku tahu pasti kebenarannya.
Ah, ngapain juga peduli? batinku berusaha tak acuh.
“Pacar pala lo.”
Begitu sampai di ambang pintu, Mark menghampiriku dengan cengiran konyolnya sambil bilang terima kasih karena udah bantu cariin. Ternyata naskahnya ditemukan oleh Yerim di deket bangku backstage. Aku memberitahunya untuk lebih hati-hati sambil berlalu, namun dia menarikku kembali ke posisi semula.
“You okay?”
“Emm, why?” tanyaku. Alih-alih menjawab pertanyaan itu, dia menoleh ke belakang di mana aku yakin Renjun masih di sana. Berikutnya dia menarikku ke luar, kami duduk di kursi-kursi yang posisinya enggak terlalu jauh dari ruang serbaguna secara berhadapan.
“Maaf kalau sebelumnya aku terkesan ikut campur, tapi … kamu ada masalah apa sama Renjun?” tanyanya pelan.
“Enggak ada apa-apa, kok,” jawabku berusaha tampak biasa saja.
“Liar.”
“Dia cerita sama kamu?” tanyaku memastikan setelah menghela napas pasrah.
Mark mengangguk pelan, juga mengatakan kalau enggak sepenuhnya Renjun menceritakan yang dia rasakan. Alasan kenapa cowok itu hanya bilang ke Mark karena memang dia juga satu kelas denganku, sedikit banyak lebih kenal aku karena kami sudah berteman selama tiga tahun.
“Yu, aku mau nanya,” katanya membuatku mengerutkan kening sebagai respons, “kamu suka enggak sama Renjun?”
“Enggak tahu,” jawabku sambil memainkan dasi yang kukenakan.
“Kok enggak tahu? Itu ‘kan perasaan kamu sendiri?”
“Perasaannya ketutup sama status,” jawabku jujur. Biarlah, kalaupun nantinya Mark bercerita pada Renjun, aku enggak masalah. Biar nantinya aku enggak perlu repot-repot menjelaskan keresahan ini, “aku enggak nyaman kalau ada rasa sama orang yang lebih muda, apalagi adek kelas di sekolah sendiri.”

KAMU SEDANG MEMBACA
Cantik
FanfictionRenjun hanya memujinya cantik. Tapi itu menjadi awal mula kenapa Rahayu Deviana terus memikirkan Renjun dan celetukannya.