Selesai foto kelas, foto keluarga dan juga foto bersama teman-teman dekatnya, Rahayu menemui Renjun yang menyusulnya datang ke studio foto. Ibu dan Ayah Rahayu sudah pulang lebih dulu, sementara Taeil nongkrong di kafe terdekat sambil menunggu sang adik selesai memotret kenangan dengan temannya.
Renjun tersenyum sambil merapikan pakaiannya, tak mau kalah dengan gaya Rahayu yang cantik di hari wisudanya. Make-up yang menempel di wajahnya sudah luntur sedikit, tapi hal itu tak membuatnya menjadi jelek.
Setidaknya di mata Renjun begitu.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
“Aku udah bilang mau pulang sama Kak Taeil, kok tetep ke sini?” tanya Rahayu berakting seolah-olah dongkol, tapi Renjun menangkapnya lucu dan menggemaskan. Tangannya sampai tak kuasa menahan diri untuk tidak mencubit kedua pipi kekasihnya tersebut.
Kekasih.
Iya, mereka sepasang kekasih ya sekarang.
“Mau foto,” katanya menunjuk photo box yang dikelilingi banyak orang, “buat kenang-kenangan.”
“Ngantre banget, Jun,” rengek Rahayu menggeleng.
“Ada tempat duduk, Ayu,” sahut Renjun membuat Rahayu mendengus. Renjun menariknya ke tempat duduk paling dekat setelah mengatakan bahwa ia akan mengantre selama Rahayu berisitirahat, setidaknya kaki gadis ini takkan makin tersiksa karena terus dipakai berjalan.
Selama hampir dua puluh menit menunggu, akhirnya Renjun memberi kode pada Rahayu untuk mendekat karena mereka sudah mendapat giliran. Wajah gadis ini masih ditekuk, lama menunggu hanya untuk selembar foto.
Kalau kalian lupa, mereka bahkan sudah mengambilnya di depan kelas. Oleh si jago foto malahan.
“Siapa?” tanya Renjun ketika Rahayu lebih fokus ke ponsel daripada mempersiapkan diri untuk berfoto.
“Ayang, ngasih ucapan selamat karena lulus,” kata Rahayu begitu Renjun menemukan foto selfie Harvey sebagai pemanis isi pesannya.
“Aku penasaran, kenapa kamu manggil Bang Harvey pake Ayang?” tanya Renjun dikekehi oleh Rahayu sambil memasukkan ponselnya ke dalam tas. Seketika ia lupa pada kesalnya menunggu karena raut polos kekasihnya.
“Dulu aku deket banget sama dia, asal kamu tahu aja Ayang tuh playboy dan benih-benihnya udah muncul sejak dulu. Aku sering dijadikan pacar palsu buat dia mutusin pacarnya, karena kebiasaan jadi aku sering panggil dia Ayang,” Renjun mengangguk, akhirnya salah satu pertanyaan yang terus mengiang di kepalanya dijawab juga, “ini sempit banget.”
“Kalau ruangannya gede mah bukan photo box namanya, tapi pre-wedding,” sahut Renjun sibuk sendiri mempelajari sistem kerja photo box. Rahayu menatap Renjun dengan sedikit terkejut, mencoba memahami lelucon apa yang sedang dia lakukan.